Meringankan Beban Hidup Petani Garam Kusamba
Seorang
petani garam sedang memanen garam bersama cucunya
(Sumber: dokumen pribadi)
Pulau
Bali sebagai tujuan wisata dunia peringkat pertama versi Trip Advisor 2017
memberikan kegembiraan bagi dunia pariwisata. Dampak positifnya adalah
meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya yang terlibat di dalam sector pariwisata.
Baik Pemerintah, pelaku pariwisata, pelaku ekonomi kreatif maupun masyarakat
lainnya akan “kejatuhan durian runtuh” karena peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan berpengaruh terhadap pemasukan devisa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) yang berlipat-lipat. Jadi, pendapatan per kapita masyarakat Bali
akan meningkat tajam. Senyum sumringah pun muncul karena daya beli masyarakat
meningkat.
Anggapan
masyarakat Bali yang “gemah ripah loh jinawi, toto tentrem karto raharjo” secara
komprehensif ternyata tidak semuanya benar. Kalau anda menelisik lebih dalam maka anda
akan menemukan banyak ketimpangan sosial. Di mana, kesan dari luar tentang kehidupan
seluruh masyarakat Bali dari ujung Barat hingga ujung timur yang makmur benar-benar
terbantahkan. Seringlah anda berjalan-jalan dan menelusuri kehidupan masyarakat
yang tinggal di sekitar lereng Gunung Agung seperti masyarakat Muntigunung
Kabupaten Karangasem, maka gemerlap sektor pariswisata Bali sangat kontradiktif
dengan kondisi masyarakat Muntigunung.
Dan,
melangkah lebih dekat dengan pusat pemerintahan Provinsi Bali yaitu di
Kabupaten Klungkung tepatnya di Kampung Kusamba yang mayoritas berprofesi
sebagai petani garam. Sungguh, kehidupan yang mereka jalani akan membuat anda
berderai air mata. Tidak seindah yang anda lihat dari sisi luarnya. Menjadi
tugas dan tanggung jawab bersama ketika saudara kita mendapatkan kehidupan yang
tidak sepertinya. Oleh sebab itu, kontribusi dari pihak manapun sangat membantu
beban hidup saudara kita yang membutuhkan uluran tangan bersama.
Banyak
badan, organisasi atau yayasan yang bergerak untuk kegiatan kemanusiaan. Motifnya
pun satu tujuan yaitu memberikan bantuan dan meringankan beban hidup masyarakat
yang kurang beruntung karena keadaan atau musibah. Salah satu organisasi nirlaba
yang berorientasi kemanusiaan adalah DompetDhuafa Organisasi tersebut mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan taraf
perekonomian kaum dhuafa agar bisa
hidup layak secara kemanusiaan. Organisasi yang menampung bantuan atau
sumbangan dari masyarakat mampu yang selanjutnya disalurkan kepada masyarakat
yang membutuhkan dilakukan secara profesional.
Saya
pernah menelusuri jejak kehidupan salah satu keluarga petani garam Kusamba dan
keluarga ini mewakili bkondisi perekonomian para petani garam lainnya. Bersama Bali Blogger Community (Komunitas
Blogger Bali/BBC), Saya dan teman-teman blogger lainnya berusaha memberikan Donasi atau
bantuan ala kadarnya dengan tujuan untuk meringankan beban hidup mereka. Acara
yang diadakan pada tanggal 17 Agustus 2017 lalu membuka mata kita semua bahwa
perjalanan hidup para petani garam Kusamba sungguh berat. Saya dan teman-teman
blogger lainnya mencoba untuk menyelami kehidupan mereka. Mengangkat pasir
seberat kurang lebih 30 kg menggunakan kepala dari tempat penampungan ke tempat
pembuatan garam merupakan bukti pekerjaan berat petani garam Kusamba. Kalau
tidak terbiasa, tulang leher sepertinya mau patah dan nyeri sekali.
Saya
mencoba menyelami proses pembuatan garam (Sumber: dokumen pribadi)
Di
sisi lain, kita menyadari bahwa dalam kehidupan selalu membutuhkan garam untuk
memasak agar terhidang kuliner yang bercita rasa tinggi di meja makan. Dan,
petani garam Kusamba merupakan salah satu
Pahlawan yang bekerja
meracik air laut menjadi butiran garam berkualitas sejak 30 tahun lamanya. Sementara,
penghasilan dari proses membuat garam yang diharapkan bisa menghidupi kebutuhan keluarga justru
“masih jauh panggang dari api”. Harga garam yang selalu dipermainkan tengkulak
menjadi harga garam yang rendah dan fluktuatif. Tidak seimbang dengan
pengorbanan tenaga yang bekerja sejak jam 5 pagi hingga sore hari di bawah
sengatan sinar matahari.
Salah satu
pasangan suami istri petani garam Kusamba yang telah bekerja kurang
lebih 30 tahun meracik air laut menjadi garam
(Sumber: dokumen pribadi)
lebih 30 tahun meracik air laut menjadi garam
(Sumber: dokumen pribadi)
Sebagai
informasi, menjadi pahlawan tidak perlu mengangkat senjata untuk mengusir
penjajah tempo dulu. Hero Zaman Now cukup menjadi pihak yang mempunyai empati besar
untuk memberikan bantuan kemanusiaan baik berupa tenaga maupun materi. Intinya,
apa yang kita lakukan bisa meringankan beban hidup masyarakat yang membutuhkan
uluran tangan kita. Saya bersama
blogger-blogger dari Bali Blogger Community sejenak memberikan kebahagiaan
kepada salah satu petani Kusamba dengan berbagai acara lomba Agustusan. Kami
berusaha untuk membangkitkan senyum, rasa empati dan kepedulian bahwa apa yang
mereka rasakan adalah kita rasakan bersama. Mengambil air laut dengan gelas
kecil secara berantai dan melibatkan keluarga petani garam Kusamba mampu
memberikan hiburan di tengah-tengah rasa lelah mereka mengolah air laut menjadi
garam.
Acara
mengambil air laut dengan gelas kecil yang melibatkan keluarga petani
garam Kusamba (Sumber: dokumen pribadi)
garam Kusamba (Sumber: dokumen pribadi)
Kami
juga mencoba untuk memanen garam yang
ternyata terdiri dari 2 jenis garam, kualitas I dan kualitas II. Tentunya, kualitas
dan harga jualnya berbeda. Sekilas memanen garam terlihat gampang, tetapi pada
prakteknya sulit dilakukan karena membutuhkan kehati-hatian agar masing-masing jenis
garam tidak tercampur. Ada pepatah “Ala bisa karena biasa” dan petani garam Kusamba
telah terbiasa dan menyatukan hatinya untuk bergelut dengan air laut untuk
dijadikan garam. Dan, saya pun menyempatkan diri untuk bertanya tentang adakah
keinginan untuk berganti profesi untuk melakukan pekerjaan lainnya. Jawaban
lugu dan jujur adalah kemampuan atau keahlian mereka sejak masih muda hanyalah
meracik garam dan tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Salah satu
blogger dari Bali Blogger Community (BBC) sedang memanen
garam (Sumber: dokumen pribadi)
garam (Sumber: dokumen pribadi)
Kita
patut bersyukur bahwa mereka masih setia untuk menyajikan garam buat masakan
kita. Bukankah negeri ini pernah “kelabakan” saat stok garam mulai menipis dan
mengalami kenaikan harga? Selanjutnya, ada inisiatif pemerintah hendak
mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Semua pasti beranggapan
bahwa saat stok garam tidak ada di pasaran maka petani garam Kusamba dan
lainnya akan menangguk keuntungan berlipat-lipat. Kenyataannya, melonjaknya
kebutuhan akan garam tidak serta merta melonjaknya harga beli garam kepada petani.
Harga garam yang ada justru tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan
petani. Mereka tetap mendapatkan harga beli garam yang rendah dari para
tengkulak.
Saya
juga tersentuh hatinya tentang penghasilan petani garam Kusamba yang rendah dan
hanya cukup untuk makan setiap harinya. Untuk biaya sekolah dan lain-lain benar-benar
menunjukan wajah sedih tentang masa depan anak-anaknya. Kesedihan mereka menggugah
rasa sedih kita seandainya kita berada di pihak mereka. Di akhir acar kunjungan,
Bali Blogger Community memberikan bingkisan sembako kepada petani garam Kusamba
yang disaksikan oleh kepala desa setempat. Saya dan teman-teman blogger lainnya
bangga bisa memberikan sedikit bantuan dan senyum indah kepada mereka. Karena,
jika anda tidak bisa memberikan bantuan apapun dalam bentuk tenaga dan materi
maka senyum kepada mereka merupakan bantuan sedekah. Hadist Rasulullah yang menyatakan,
“tabassumuka fii ajhi ahika “ala sadaqatun” (Senyum anda kepada saudaramu adalah sedekah).
Subhanallah …
Bali Blogger Community berbagi bingkisan sembako kepada salah satu
keluarga petani garam Kusamba (Sumber: dokumen pribadi)
keluarga petani garam Kusamba (Sumber: dokumen pribadi)
14 comments for "Meringankan Beban Hidup Petani Garam Kusamba"
Baru tahu kalau di Bali ada petani garam.
Kirain semua bergerak di bidang wisata.
Inspirasional banget kegiatan Blogger Bali ya, Pak.