Pasar Rakyat yang Humanis, Modern dan Digitalisasi
Suasana sebuah Pasar Rakyat (Sumber: dokumen pribadi)
“Andai saja kondisi Pasar Rakyat seperti mall”
Saya berharap pikiran anda sama dengan saya. Harapan terbaik memiliki Pasar Rakyat yang nyaman layaknya mall. Bau wangi, udara adem dan harga bersahabat. Dengan kata lain, Pasar Rakyat yang membuat rasa aman, nyaman dan betah. Bahkan, menjadi pengalaman menarik, karena keberagaman penjual dan pembeli.
Festival Pasar Rakyat
Memang, Pasar Rakyat harus berbenah
menjadi pasar yang humanis. Mengapa? Saya sering belanja ke Pasar
Rakyat. Namun, kondisi penjual yang belum menunjukan sikap humanis seringkali
terjadi. Seperti, keramahan dan senyum manis layaknya pramuniaga di mall.
Penjual menunjukan muka kecut,
ketika saya menawar. “Boleh harga sekian ibu”. Jawabannya tidak enak di
hati. Dengan muka kecut sambil berkata “tidak bisa mas. harganya pas.
kalau pengin murah, ya kulakan sendiri”.
Itulah sebabnya, pelayanan
yang menyenangkan menjadi prioritas. Ketika belanja ke pasar, saya akan mencari
penjual yang humanis. Penjual merasa kehilangan, ketika saya tidak berbelanja
lagi. Penjual sangat bahagia atas kehadiran pembeli dengan keberagaman karakter.
Festival Pasar Rakyat (FPR) menjadi
ajang terbaik, agar pembeli dan pedagang berpikir lebih modern dan realistis.
Pelaku pasar perlu adaptif dengan perkembangan jaman. Mereka harus memahami
bahwa keberagaman akan selalu ada di Pasar Rakyat. Dari berbagai suku
dan budaya yang berbeda.
Salah satu FPR adalah FPR yang
diselenggarakan di Pasar Badung Denpasar, Bali. FPR yang diadakan tanggal 9-10
November 2019 lalu. Acara tersebut menjadi ajang promosi Pasar Badung ke masyarakat
luas. Bukan hanya bagi masyarakat Bali saja. Tetapi, masyarakat dari berbagai daerah
bisa datang ke Pasar Badung.
Selain berbelanja, pengunjung
bisa menikmati kearifan lokal yang menarik. Seperti, penampilan budaya dari
berbagai daerah. Pasar Badung bergaya khas Bali dan modern. Tema FPR yaitu “Harmony
in Diversity” menunjukan bahwa Pasar Rakyat menciptakan keberagaman budaya
yang harmonis.
Apalagi, Pasar Badung dirancang
dengan konsep Catuspatha Kota Denpasar (simpang empat bagaikan
perempatan agung). Memiliki nilai dan makna sakral dalam tradisi Bali. Sedangkan,
Catuspatha sendiri memiliki empat unsur, yaitu: 1) puri/keraton sebagai
pusat pemerintah, 2) pasar tradisional sebagai pusat perekonomian, 3) wantilan
sebagai pusat budaya, dan 4) ruang publik.
Pasar Badung tampak depan (Sumber: dokumen pribadi)
Bersih dan Digitalisasi
Pembeli tidak akan betah, ketika
berkunjung ke pasar kumuh dan jorok. Bau pesing dan aroma jelek lainnya yang
menyengat hidung. Pasar yang tidak memperhatikan kondisi sampah. Sampah basah
dan kering dibiarkan berserakan di tanah. Ketika saya “memaksa diri” belanja ke
pasar yang penuh sampah. Saya sering bergumam, “Andai saja Pasar Rakyat
bersihnya seperti mall”.
Tetapi, Pasar Badung menjadi
salah satu contoh Pasar Rakyat yang tampil lebih modern. Juga, kondisi Pasar
Badung terlihat bersih. Bau tanah basah bercampur sampah karena air hujan tidak
ada. Kondisi udara lebih adem, meski tanpa pendingin ruangan (AC). Karena,
sirkulasi udara yang ada di sekeliling pasar.
Saya seringkali berpikir, “Mengapa
sangat susah para pedagang mengumpulkan sampahnya di tempat sampah dagangannya?”.
Mereka lebih mementingkan untung dalam berdagang. Namun, sampah tidak menjadi
perhatian utama. Agar, sampah terkumpul dan kondisi pasar lebih bersih.
Menurut saya, karakater inilah
yang perlu direformasi segera. Jangan sampai pedagang pasar berpikir, “mengapa
saya harus mengurusi sampah. Saya sudah bayar retribusi. Biarkan petugas yang
membersihkan sampah”. Perlu diketahui bahwa Pasar Rakyat hendaknya
mewujudkan kondisi Sejahtera, Sehat dan Bersih. Bukan hanya membuat
sejahtera pelaku pasar dan keuntungan pembeli. Tetapi, Pasar Rakyat wajib menjaga
kondisi kesehatan orang-orang yang ada di lingkungan pasar.
Salah satu sudut Pasar Kumbasari Denpasar yang penuh sampah berserakan (Sumber: dokumen pribadi)
Ketika Pandemi Covid-19 melanda,
maka Pasar Rakyat mengalami kondisi yang tidak normal. Pasar Rakyat harus
menerapkan protokol kesehatan. Di mana, semua orang yang berada di lingkungan
pasar harus menerapkan prinsip 3M (Menjaga Jarak, Mencuci Tangan dan Memakai
Masker). Bahkan, jika pasar menciptakan cluster Covid-19 baru, maka akan
ditutup sementara.
Namun, Pandemi Covid-19 memberi pelajaran berharga. Pelaku pasar belajar untuk adaptif teknologi melalui program edukasi, pelatihan dan pendampingan. Pelaku pasar diajak untuk melakukan reformasi teknologi, melangkah ke digitalisasi. Bukan hanya menjual produk secara konvensional. Tetapi, belajar bagaimana menjual secara online. Jadi, meskipun Pandemi Covid-19 melanda, mereka masih tetap berbisnis. Bahkan, mampu Bangkit Bersama Sahabat lainnya yang bernasib sama.
Cara pembayaran dalam
transaksi jual beli pun mengalami perubahan. Di Pasar Badung, para pembeli bisa
membayar barang belanjaan dengan aplikasi Financial Technology (Fintech)
atau e-money. Makin praktis dan mudah. Ada pepatah bijak, kalau ada
yang mudah, mengapa pilih yang sulit.
3 comments for "Pasar Rakyat yang Humanis, Modern dan Digitalisasi"