Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

“GOOD MINING PRACTICE” PT. NEWMONT NUSA TENGGARA (PTNNT), MENEPIS STIGMA NEGATIF INDUSTRI PERTAMBANGAN



“GOOD MINING PRACTICE”  PT. NEWMONT NUSA TENGGARA (PTNNT),
MENEPIS STIGMA NEGATIF INDUSTRI PERTAMBANGAN
Oleh Casmudi, S.AP


Orang bilang tanah kita tanah surga,
Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman.

            Sepenggal lagu “Kolam Susu” yang didendangkan Koes Plus di atas, menggambarkan betapa kaya rayanya Indonesia. Nusantara yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke memberikan kekayaan alam yang tiada tara.  Kandungan sumber daya alam yang berlimpah benar-benar membuat iri negara lain di dunia. Apa lagi yang kurang dengan Indonesia? Hasil yang diperoleh dari isi perut bumi Indonesia pun mampu memberikan kesejahteraan rakyat,  jika dikelola dengan sebaik-baiknya. Sesuai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Oleh sebab itu, negara mempunyai kewenangan penuh dalam mengelola kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk di dalamnya kekayaan alam yang diperoleh dari untuk industri pertambangan. 
Peraturan Industri Pertambangan
           Mengenal lebih dekat tentang industri pertambangan memang menarik sekali. Pertambangan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pekerjaan pencarian, penyelidikan, penambangan, pengolahan, penjualan bahan galian hasil tambang yang memiliki nilai ekonomis. Industri pertambangan memanfaatkan bahan galian yang ada. Perlu diketahui, bahwa industri pertambangan untuk bahan galian golongan A dan B, mempunyai tahapan atau proses sebagai berikut: 1). Penyelidikan umum (kegiatan penyelidikan, pencarian dan atau penemuan endapan mineral-minrela berharga), 2). Eksplorasi (pekerjaan lanjutan setelah penyelidikan umum yaitu setelah ditemukannya endapan bahan galian untuk mengetahui dan mendapatkan ukuran, bentuk, letak (posis), kadar dan jumlah cadangan bahan galian), 3). Studi kelayakan/feasibility study (studi yang dilakukan untuk menghitung untung atau ruginya apabila kegiatan pertambangan dilakukan), 4). Perencanaan penambangan (kegiatan yang dilakukan untuk merencanakan secara teknis, ekonomi dan lingkungan kegiatan penambangan, agar dalam pelaksanaan kegiatannya dapat dilakukan dengan baik, aman terhadap lingkungan), 5). Persiapan/Konstruksi (kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan fasilitas penambangan sebelum operasi penambangan dilakukan), 6). Penambangan (kegiatan penggalian terhadap bahan tambang yang kemudian untuk dilakukan pengolahan dan penjualan), 7). Pengolahan bahan galian (Pengolahan bahan galian dilakukan untuk memisahkan antara mineral berharga dan mineral tidak berharga sehingga didapatkan mineral berharga dalam kadar yang tinggi), dan 8). Pemasaran (memasarkan sebagai bahan dasar untuk industri hilir, seperti industri logam, industri manufaktur, dan lain-lain.
          Untuk mengatur industri pertambangan, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan dijelaskan lebih lanjut oleh PP No. 23 Tahun 2010. Peraturan ini menyebabkan ekspor bijih mineral mentah pun luar biasa untuk sementara waktu. Hasil bijih nikel dari pulau Sulawesi yang diekspor besar-besaran ke Tiongkok yang merupakan tertinggi di dunia. Ekspor tersebut juga memberikan pemasukan pendapatan negara yang luar biasa. Tetapi perlu diingat kembali, bahwa dengan munculnya UU tersebut menimbulkan masalah baru. Dalam UU tersebut mengamanatkan tentang maksimal 5 (lima) tahun dari ditetapkannya UU, semua industri pertambangan dilarang mengekspor bijih mineral mentah. Dengan kata lain, perusahaan pertambangan harus melakukan pengolahan dan permurnian bijih mineral mentah terlebih dahulu. Tindakan ini dimaksudkan agar memberikan nilai tambah secara ekonomi dan mampu meningkatkan sumber daya manusia. Serta tidak memberikan efek domino tentang keberadaan industri tersebut.
           Industri pertambangan pun harus menyediakan alat untuk pengolahan dan pemurnian bijih mineral mentah (ore) yang dinamakan Smelter. Harga per unitnya mencapai triliunan rupiah dan belum pernah ada di Indonesia. Munculnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 mengharuskan mulai 12 Januari 2014 seluruh industri pertambangan yang ada di Indonesia dilarang keras mengekspor bijih mineral mentah. Sayangnya, peraturan tersebut tidak menyentuh 2 (dua) kelompok perusahaan pertambangan, yaitu: 1). Perusahaan tambang yang memegang Kontrak Kerja (Contracts of Work atau CoW),  seperti Freeport McMoRan Copper & Gold Inc.,  Newmont Mining Corp dan Vale, dan 2).  Perusahaan pertambangan yang memproduksi batubara. Namun dengan adanya dispensasi tersebut timbul  kekhawatiran bagi kedua kelompok perusahaan pertambangan tersebut terhadap peraturan-peraturan akan mendorong royalti yang lebih tinggi bagi pemerintah. Peraturan yang mengharuskan perusahaan pertambangan harus menyediakan smelter dalam proses pengolahan dan pemurnian bijih mineral mentah diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri (Permen) Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Harapan lain dikeluarkannya pertauran tersebut juga untuk menyelamatkan keuangan negara. Jika, perusahaan pertambangan diberi jeda waktu beberapa tahun ke depan untuk mengekspor bijih mineral mentah akan menghilangkan pemasukan negara. Padahal, dengan adanya proses pengolahan dan pemurnian bijih mineral mentah akan memberikan nilai tambah hasil tambang dan dampak ekonomi bagi terhadap kesejahteraan rakyat.    
Menepis Stigma Negatif Masyarakat
            Sayangnya, stigma negatif yang ada di masyarakat terhadap industri pertambangan memaksa pelaku industri  pertambangan untuk mewujudkan green mining (pertambangan ramah lingkungan). Stigma negatif yang ada di masyarakat, antara lain karena kerusakan lingkungan akibat industri pertambangan, pengolahan limbah yang tidak baik, serta empowering masyarakat lokal yang ada di sekitar lokasi pertambangan. Kondisi ini biasanya menimbulkan kecemburuan social yang mengakibatkan demo atau pertikaian. Apalagi, bahan tambang yang diperoleh memiliki sifat utama, yaitu tidak dapat diperbaharui (unrenewable), keterdapatannya tersebar di permukaan bumi secara tidak merata (di hutan, persawahan, di sungai, di bawah laut, di pegunungan) yang dapat menimbulkan masalah tumpang tindih (overlapping) pemanfaatan lahan. Masalah ini juga yang menyebabkan makin maraknya penambangan-penambangan liar tanpa ijin. Di luar itu, industri pertambangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1). Jangka waktu pengusahaan lama, kecuali untuk tambang bahan galian golongan C, 2). Padat modal, seperti PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang membutuhkan investasi sebesar USD 1,8 miliar, 3). Padat teknologi (membutuhkan teknologi tinggi dalam melakukan operasinya), dan 4). Beresiko tingggi terhadap keselamatan kerja dan lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, efek yang lebih terasa bagi masyarakat adalah waktu operasional yang lama. Apalagi pengelolanya dilakukan oleh investor asing hingga 30 tahun lamanya.   Serta dampak yang serius terhadap lingkungan.
           Perusahaan-perusahan pertambangan di Indonesia yang telah mempunyai IUP (Ijin Usaha Pertambangan ) kurang lebih sebanyak 213 buah. Sektor pertambangan merupakan sektor yang memberi pemasukan terhadap pendapatan negara secara signifikan. Industri pertambangan menyumbangkan 12 persen untuk Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, yang berkontribusi besar secara mayoritas adalah pertambangan yang melakukan pertambangan bahan galian golongan A yang mempunyai nilai strategis, seperti minyak, batubara, uranium yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Serta bahan galian golongan B yang mempunyai nilai vital, seperti, emas, perak, tembaga, besi, mangaan, nikel, seng, timah, timah hitam, aluminium dan lain-lain. Meskipun di luar itu ada bahan galian golongan C yang mempunyai nilai industri, karena dapat digunakan secara langsung tanpa atau sedikit melalui proses pengolahan terlebih dahulu, seperti pasir, batu bangunan, tanah urug, tanah liat, gamping (kapur), batu apung, tras, kaolin, gypsum, asbes dan lain-lain.  
            Hal-hal yang perlu dilakukan  oleh pelaku industri pertambangan agar tetap menjaga kondisi lingkungan dan dampak positif terhadap masyarakat di antaranya melalui: 1).  Perbaikan lingkungan dilakukan dengan mereklamasi lahan bekas penambangan sesuai peruntukan fungsi lahan, revegetasi dan melakukan pengembangan masyarakat (community development) untuk memberdayakan perekonomian dan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar tambang, 2). Banyak lokasi bekas penambangan yang selanjutnya dimanfaatkan untuk daerah wisata seperti di Sumatera Barat bekas penambangan batu bara PT. Bukit Asam. Di luar negeri, Menara Petronas, Mine Resort City, Mine Wonderland di Malaysia, Balaraat di Australia dan masih banyak lagi, dan 3). Melakukan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR), sebagai kepedulian sosial perusahaan terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun kadangkala berita miring tetap saja terjadi, karena pemberitaan yang muncul di berbagai media massa atau media sosial. Pelaku industri pertambangan harus bekerja ekstra keras untuk membantah stigma negative tersebut.
           Menepis stigma negatif masyarakat tersebut, PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang bergerak dalam industri pertambangan tembaga dan emas bersikeras untuk menerapkan konsep  good mining practice yaitu cara penambangan yang menggunakan kaidah-kaidah teknik pertambangan yang baik dan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan keberlanjutan. PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang terletak di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mempekerjakan lebih dari 7000 orang. Perusahaan pertambangan tembaga dan emas Batu Hijau ini telah meluluhkan stigma negatif tentang industri pertambangan. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya penghargaan ADITAMA (Emas) sekaligus Trophy ADITAMA dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sebagai perusahaan tambang terbaik dalam hal pengelolaan lingkungan.   PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) mengedepankan nilai-nilai perusahaan, yaitu keselamatan kerja (Working safety), perlindungan lingkungan (the environment protection), dan tanggung jawab social (Corporate Social Responsibility/CSR).
            PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) juga menerima penghargaan Upakarti Aditama yang merupakan penghargaan tertinggi dari Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk kategori pengelolaan lingkungan bagi perusahaan tambang. Penghargaan ini diberikan setiap tahun atas kinerja seluruh perusahaan yang berada di bawah naungan KESDM tersebut. Yang mengagumkan adalah PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT)  telah menerima penghargaan PROPER Hijau lima kali berturut-turut dari Kementerian Lingkungan Hidup, serta penghargaan lain di bidang keselamatan kerja dan tanggung jawab social (Corporate Social Responsibility/CSR). PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) bersama PT. Freeport Indonesia (PTFI) juga berencana mengadakan pengolahan dan pemurnian bijih mineral mentah dahulu di PT. Smelting Gresik dalam rangka penerapan  Undang-Undang No. 4 Tahun 2009. Perlu diketahui, bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) memproduksi bijih mineral mentah sebesar 25 persen dari total produksi bijih mineral di Indonesia. Sedangkan PT. Freeport Indonesia (PTFI) memproduksi bijih mineral mentah sebesar 30 persen dari total prosuksi bijih mineral di Indonesia. Keberadaan PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) juga telah memberikan andil yang besar terhadap tingkat perekonomian di Kecamatan Sekongkang dan Kecamatan Maluk, Sumbawa Barat (NTB). Kecamatan tersebut menjadi pusat perekonomian di Kabupaten Sumbawa Barat. Jadi, jika keberadaan  PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) memberikan dampak negatif, maka masyarakat akan menolak keras. Terlebih, PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) telah memberikan contoh yang baik menjadi perusahaan yang dipercaya dan dicintai  masyarakat. Bukan hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi orientasi sosial ekonomi, lingkungan dan sumber daya manusia juga diperhatikan. Makin dekat, makin kenal dan sayang sejatinya industri pertambangan.  “Tak kenal maka tak sayang”.





Post a Comment for "“GOOD MINING PRACTICE” PT. NEWMONT NUSA TENGGARA (PTNNT), MENEPIS STIGMA NEGATIF INDUSTRI PERTAMBANGAN"