Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Sinergitas Kelembagaan dalam Pengentasan Kemiskinan
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Sinergitas
Kelembagaan
dalam Pengentasan
Kemiskinan
Oleh:
Casmudi
Sejak masa reformasi
bergulir, sistem perekonomian Indonesia tidak kunjung membaik. Akibatnya, daya
beli masyarakat pun tetap rendah untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Tingkat
pengangguran menjadi tinggi karena imbas dari krisis ekonomi. Jika masalah ini
didiamkan, angka kemiskinan akan terus bergerak
ke atas pada grafik perkembangan ekonomi. Sementara, perkembangan
ekonomi yang bergerak menurun juga akan menyebabkan masalah kemiskinan
masyarakat tidak akan pernah terselesaikan. Kita tahu bahwa kemiskinan
merupakan hal yang paling mendesak untuk diatasi. Oleh karena itu, masalah kemiskinan
perlu penanganan yang serius dan komprehensif dari semua pemangku kepentingan (stakeholders). Namun, sebagai pelopor
utama adalah Pemerintah yang mempunyai kebijakan.
Untuk mengatasi kemiskinan tersebut, Pemerintah membuat berbagai program seperti Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pelaksanaan program
tersebut yang paling mendesak adalah
mengentaskan kemiskinan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga negara
secara layak, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin,
penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat. Tindakan paling mendasar
adalah strategi memberdayakan masyarakat untuk hidup mandiri atau membuka usaha
yang mampu menyerap tenaga kerja. Salah satu peran Pemerintah dalam percepatan
pengentasan kemiskinan, yaitu: membantu masyarakat dalam pengadaan modal usaha
(pinjaman lunak) dengan suku bunga kecil dan jangka waktu pengembalian pinjaman
bersifat tidak memberatkan. Program
tersebut adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR)
yang akan diberlakukan seluruh Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Inpres No. 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007
tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan MoU antara Departemen Teknis,
Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober
2007, maka pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mempunyai landasan
hukum yang kuat. Akhirnya, Pemerintah
meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tanggal 5 November 2007
secara resmi. Program ini merupakan keinginan Pemerintah untuk mendukung upaya pemberdayaan
sektor riil dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) serta
sekaligus mengurangi jumlah masyarakat miskin, penciptaan lapangan kerja melalui dukungan permodalan
guna menunjang kegiatan ekonomi produktif masyarakat.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan
skema kredit (pembiayaan) modal kerja
atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil,
Menengah dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) tetapi adanya keterbatasan
dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan perbankan (belum bankable). Bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), seperti pemberian
kredit (pembiayaan) dengan nilai di bawah 5 (lima) juta rupiah dengan pola
penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya nilai penjaminan maksimal 70% dari
plafon kredit yang diminta. Debitur (peminjam) Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat menikmati
fasilitas KUR maksimal selama 3 tahun untuk modal kerja dan maksimal lima (5)
tahun untuk investasi. Suku bunga pinjaman untuk usaha mikro maksimal sebesar
atau setara 22% efektif per tahun dan suku bunga pinjaman ritel maksimal
sebesar atau setara 14% efektif per tahun. Suku bunga yang ringan bagi
masyarakat yang memulai usaha.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
akan melibatkan tiga (3) lembaga penting yang bersinegi dan akan menjadi tolok
ukur keberhasilan dalam pelaksanaanya. Pertama,
Pemerintah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Departemen Teknis (Departemen
Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian Koperasi dan UKM). Pemerintah
berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian berikut penjaminan
kredit. Kedua, lembaga penjaminan
yang berfungsi sebagai penjamin atas kredit dan pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan. Ketiga, perbankan sebagai
penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM dan Koperasi. Sedangkan
Kementerian Teknis mempunyai peranan penting dalam penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR) sebagai berikut: 1. Mempersiapkan UMKMK yang melakukan usaha
produktif yang bersifat individu, kelompok, atau kemitraan yang dapat dibiayai
dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 2. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha
yang akan menerima penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 3. Melakukan pembinaan
dan pendampingan UMKMK selama masa kredit (pembiayaan) atau ketika usulan
kredit (pembiayaan) UMKMK ditolak oleh Bank Pelaksana; 4. Memfasilitasi
hubungan antara UMKMK dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti (offtaker) yang memberikan kontribusi dan
dukungan untuk kelancaran usaha.
Dalam penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR), Pemerintah menggandeng Bank Umum dan Bank Pemerintah Daerah (BPD)
yang berada di seluruh Indonesia. Bank umum yang bertindak sebagai penyalur yaitu: Bank BRI,
Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin. Sedangkan
BPD penyalur antara lain: Bank Nagari, Bank DKI, Bank Jatim, Bank Jateng, BPD
DIY, Bank Jabar Banten, Bank NTB, Bank Kalbar, Bank Kalteng, Bank Kalsel, Bank
Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua.
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
mendapat respon yang luar biasa dari masyarakat. Hal ini berakibat baik pada
peran maksimal Bank Pelaksana. Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh
Bank Pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 4,1%. Bank BNI merupakan Bank
Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR yaitu sebesar 10,1%
dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,8%. Total keseluruhan Realisasi dan
NPL Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Nasional (31 Mei 2013) sebesar 104,8 triliun dan debitur berjumlah 8.542.142. Sedangkan penyaluran Kredit
Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Pemerintah Daerah (BPD) sampai bulan Mei 2013 ini
telah mencapai Rp. 10,9 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar 139.524. Rata-rata
kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 78,2 juta. Bank Jatim dan Bank Jabar
Banten merupakan BPD yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terbesar
sekitar Rp. 3,5 triliun dan Rp. 2,5 triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank
Nagari dan Bank Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan Kredit
Usaha Rakyat (KUR) masing-masing sebesar Rp. 1,1 triliun dan Rp. 295,450
miliar. Sampai bulan Mei 2013 NPL yang terbentuk dari penyalur ke debitur oleh
BPD adalah sebesar 7,5%, sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk
memperbaiki tingkat NPL yang masih tinggi.
Dilihat dari sisi sektor
ekonomi, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Pelaksana masih dikuasai
oleh sektor perdagangan. Penyaluran di sektor ini mencapai Rp. 65,691 triliun
dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 5,79 juta debitur. Sektor pertanian menjadi
sektor kedua terbesar menyerap Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Pelaksana
yaitu sebesar Rp. 18,9 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,26 juta. Total
realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sektor ekonomi (31 Mei 2013) berjumlah Rp.
115,7 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 8.681.666. Sedangkan menurut
sebaran wilayahnya, penyerapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing sebesar Rp.
17,7 triliun dan Rp. 17,453 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi
terbesar yang menyerap Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Pelaksana. Adanya BPD
dapat mendongkrak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di luar pulau Jawa.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu
memberikan perkembangan pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), Usaha Besar
(UB) dan jumlah tenaga kerja yang diserap untuk mengurangi pengangguran dalam
rangka mengentaskan kemiskinan. Sebagai bukti, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak
55.206.444, tahun 2012 sebanyak 56.534.592. Jadi perkembangan tahun 2011-2012 sebanyak
1.328.147 (naik 2,41%). Sedangkan jumlah
Usaha Besar (UB) pada tahun 2011 sebanyak 4.952, tahun 2012
sebanyak 4.968. Perkembangan tahun 2011-2012
sebanyak 16 (naik 0,32%). Dalam bidang tenaga kerja yang mampu diserap
oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2011 sebanyak 101.722.458
orang, tahun 2012 sebanyak 107.657.509 orang. Perkembangan jumlah tenaga kerja
yang diserap dari tahun 2011-2012 sebanyak
5.935.051 orang (naik 5,83%). Sedangkan tenaga kerja yang diserap oleh Usaha
Besar (UB) pada tahun 2011 sebanyak 2.891.224 orang, tahun 2012 sebanyak 3.150.645
orang. Perkembangan daya serap tenaga kerja di UB tahun 2011-2012
sebanyak 259.422 orang (naik 8,97%).
Jadi, total jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM dan UB pada
tahun 2012 sebanyak 6.194.473 orang
(melepaskan atribut pengangguran). Melihat fakta di atas, dapat memberikan
gambaran bahwa UMKM mampu berkembang baik
dan menyerap tenaga kerja yang dominan dari seluruh usaha yang ada di
Indonesia. UMKM mampu memberikan kontribusi dalam Produk Domestik Bruto sebesar
34,73 %. Kontribusi ini sepertinya akan segera menyusul kontribusi UB yang saat
ini telah berada pada angka 42,06 %.
Kebijakan Pemerintah dengan
dikeluarkannya UU Nomor 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan menengah dan
yang paling baru UU Nomor 01/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro semakin nyata
peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mengentaskan kemiskinan. Pada tahun 2006
sekitar 39,3 juta atau 17,75% masyarakat Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan dan pada tahun 2008 setelah program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dikeluarkan turun menjadi 34,96 juta atau 15,42%. Pengentasan kemiskinan lambat
laun akan dirasakan seluruh Indonesia.
Referensi:
http://komite-kur.com/article-84-sebaran-penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periode-nove
mber-2007-mei-2013.asp
http://www.bappenas.go.id/print/2437/pengembangan-program-pengentasan-kemiskin
an-/
75 comments for "Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Sinergitas Kelembagaan dalam Pengentasan Kemiskinan "