Cara Cerdas Mengatasi Krisis Air Bersih di Kota Semarang
“Semarang
kaline banjir….”. Sepenggal lagu yang dinyanyikan oleh
penyanyi Keroncong kawakan Waljinah memang sungguh melegenda. Ya, sepenggal
lagu tersebut mengingatkan kita pada
sosok Kota Semarang, Jawa Tengah. Memang, kesan “banjir” tak bisa dilepaskan
oleh kondisi Kota Semarang. Di saat
musim penghujan, banjir kerapkali datang ke kota ini bagai tamu tak diundang.
Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang terletak
antara garis 6°50′ – 7°10′ LS dan garis 109°35 – 110°50′ BT. Batas-batas Kota
Semarang ditunjukan dengan: Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal,
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Semarang dan sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa yang mempunyai
panjang garis pantai sebesar 13,6 km. Sedangkan, topografi Kota Semarang
terletak antara 0,75 – 348,00 di atas garis pantai.
Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16
wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang tercatat 373,70
km2 . Luas yang ada, terdiri dari 39,56 km2 (10,59 %) tanah sawah dan 334,14
km2 (89,41%) bukan lahan sawah. Dilihat dari segi penduduk, Kota Semarang dihuni
lebih dari 1.500.000 jiwa dengan pertumbuhan penduduk selama tahun 2013 sebesar
0,83 %. Yang menarik adalah kepadatan penduduk justru terjadi pada daerah yang
mempunyai dataran lebih tinggi, yaitu: Kecamatan Semarang Selatan yang memiliki
kepadatan tertinggi dengan 13.882 orang/km2. Ditambah lagi dengan adanya
urbanisasi menyebabkan kepadatan penduduk Kota Semarang selama 5 (lima) tahun
terakhir cenderung naik seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Jumlah
penduduk usia produktif (15-64 tahun) sekitar 71,57 % dari jumlah penduduk Kota
Semarang.
Di mata saya, Kota Semarang memang sungguh unik. Perasaan
“ngangeni” jika lama tidak menginjak
kota ini. Hampir 3 tahun saya pernah hidup di Kota Semarang membuat banyak
kenangan indah. Bukan hanya keramahan warganya, kuliner yang enak dan murah
meriah, tetapi kondisi alam yang
berhubungan dengan air bersih bagai
sayur tak lengkap tanpa garam. Benar, di kota ini saya pernah mengalami
bagaimana rasanya mengalami krisis air bersih karena musim penghujan dan musim kemarau.
Air bersih bagai barang mahal di mata masyarakat. Apalagi di saat musim
kemarau, manfaat air bersih di Kota Semarang selatan bagai dewa penyelamat
kehidupan. Tetapi, di saat musim penghujan di Kota Semarang bagian utara kita
akan dengan mudah menemukan daerah banjir. Dari 2 kondisi tersebut memberikan
permasalahan yang nyaris sama, yaitu: Krisis
Air Bersih.
Untuk menganalisa masalah krisis air bersih,
pertama-tama mari kita mengetahui tentang karakteristik Kota Semarang terlebih
dahulu. Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah memiliki
karakteristik geografis yang unik. Karakteristik tersebut berhubungan dengan
kondisi daratan yang ada. Di mana, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi dua bagian,
yaitu: dataran rendah yang terletak di bagian utara dan dataran tinggi yang
matoritas terletak di bagian selatan. Wilayah Kota Semarang bagian utara merupakan
dataran rendah yang berada di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Di wilayah ini
terdapat berbagai jenis kegiatan industri dan fasilitas umum perkotaan, seperti
perkantoran, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan serta sarana transportasi
(Bandara Ahmad Yani, stasiun kereta api, pelabuhan dan terminal). Sedangkan
wilayah Kota Semarang bagian selatan merupakan daerah perbukitan, yang
dimanfaatkan sebagai lahan konservasi, area pemukiman dan pendidikan. Oleh
sebab itu, ada perbedaan mencolok kegunaan lahan di 2 wilayah tersebut.
Masalah Krisis Air
Bersih merupakan salah satu dari kejadian yang rutin terjadi di Kota Semarang
setiap tahunnya. Itulah sebabnya, masyarakat Kota Semarang sudah terbiasa
dengan adanya kekurangan air bersih dan banjir yang datang setiap tahun.
Tetapi, perlu diketahui bahwa kekuatan manusia ada batasnya. Daya tahan
terhadap musibah pun pasti akan menemui titik jenuh. Apalagi, musibah yang datang
mampu memberikan dampak terhadap datangnya musibah yang lainnya. Itulah sebabnya, Pemerintah Kota Semarang
meluncurkan program yang berguna bagi masyarakat agar Kota Semarang menjadi
sosok Kota yang kuat dan tangguh dari Guncangan dan Tekanan bernama 100 Resilient Cities (100RC).
Sebagai informasi, bahwa 100 Resilient Cities (100RC) merupakan sebuah program yang didanai
oleh Rockefeller Foundation yang
bertujuan untuk membantu kota-kota di seluruh dunia agar menjadi kota yang
tangguh dalam menghadapi tantangan fisik, sosial dan ekonomi, dan tidak hanya
tantangan yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Kota Semarang merupakan salah
satu kota yang terpilih untuk berpartisipasi dalam program 100RC. Bahkan, sampai
saat ini sudah ada 67 kota diseluruh dunia yang terpilih oleh tim seleksi,
antara lain: Los Angeles (USA), Mexico City (Meksiko), New Orleans (USA), New
York City (USA), MedellÃn (Colombia), Porto Alegre (Brazil), Quito (Ecuador) ,
Rio De Janeiro (Brazil), Surat (India), Bangkok (Thailand), Mandalay
(FIlipina), Da Nang (Vietnam), Semarang (indonesia), Bristol (UK), Glasgow (UK)
, Roma (Italia), Rotterdam (Belanda), Dakar (Senegal), dan Durban (Afrika
Selatan).
Ha-hal yang dilakukan oleh tim 100 Resilient Cities (100RC) memang
luar biasa dalam mencetak ketangguhan Kota Semarang dari Guncangan dan Tekanan.
Karena, program 100RC membantu Kota Semarang dalam menyusun dan menerapkan
Strategi Ketahanan Kota. Strategi Ketahanan Kota merupakan sebuah pendekatan
terpadu untuk membangun ketahanan baik dalam menghadapi pemasalahan (guncangan dan
tekanan). Strategi ketahanan akan memberikan manfaat dengan investasi yang
minim, meningkatkan investasi, meminimalkan biaya dan dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat. Masyarakat Kota Semarang diajari sejak dini untuk
merespon dan tanggap mengantisipasi bencana yang datang dengan sebaik-baiknya.
Dengan tujuan untuk meminimalisir kerugian harta benda dan nyawa.
Ketahanan
Kota memang berguna untuk menjadikan masyarakat kota tidak kaget dengan bencana
yang datang setiap saat. Ketahanan Kota adalah adalah kapasitas individu, masyarakat,
lembaga, perusahaan dan sistem di dalam sebuah kota untuk dapat bertahan,
beradaptasi dan tumbuh dengan adanya berbagai guncangan dan tekanan yang
dialami, baik fisik maupun sosial. Bahkan, dengan meningkatkan Ketahanan Kota memberikan
kesempatan kota untuk mengevaluasi masalah keterpaparan kota terhadap guncangan
dan tekanan tertentu, untuk mengembangkan rencana yang proaktif dan integral
dalam menghadapai tantangan tersebut dan supaya dapat merespon secara efektif.
Selanjutnya, berikut ini adalah daftar Guncangan dan Tekanan yang bisa menimpa
Kota Semarang setiap saat, yaitu:
Guncangan
dan Tekanan yang ada di Kota Semarang (Sumber:
100RC)
Guncangan
dan Tekanan
Dari daftar Guncangan
dan Tekanan Kota Semarang di atas, maka kita akan menganalisa salah satu dari
tekanan yang ada di Kota Semarang, yaitu: Krisis
Air Bersih dari segi sebab, akibat dan solusi yang cerdas permasalahan
tersebut. Saat ini, beberapa kota di Indonesia khususnya Kota Semarang masih
dilanda musim kemarau. Banyak kekeringan terjadi di seluruh Kota Semarang
karena kurangnya air bersih untuk kebutuhan masyarakat. Informasi dari BMKG Stasiun
Klimatologi Kelas I Semarang mengeluarkan prediksi bahwa puncak kemarau akan
terjadi hingga September 2015. Tetapi, karena pengaruh el nino dari pertengahan Juli 2014 sampai sekarang diprediksi musim
kemarau meningkat hingga 2016 mendatang. Kondisi tersebut menyebabkan, ancaman
krisis air bersih masih menjadi permasalahan yang akan dihadapi masyarakat Kota
Semarang.
Perlu
diketahui bahwa ada beberapa sumber air bersih yang bisa diperoleh oleh
masyarakat Kota Semarang untuk kebutuhan sehari-hari. Salah satu sumber air
bersih yang dapat diperoleh masyarakat Kota Semarang adalah air PDAM. Jumlah
pemakaian air melalui PDAM Kota Semarang pada tahun 2013 saja tercatat 43,162
juta M3. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah pemakaian air PDAM
mengalami kenaikan sebesar 2,62%. Pemakaian terbanyak terdapat pada pelanggan
Rumah Tangga sebanyak 35,288 juta M3 atau sekitar 81,75 % dari seluruh
pemakaian air minum yang menunjukkan adanya peningkatan konsumsi air PDAM
sebesar 1,97 % dari tahun sebelumnya.
Daerah
yang sering mengalami krisis air bersih setiap musim kemarau datang di antaranya Kelurahan
Jatisari, Kecamatan Mijen, Semarang. Sumur-sumur
yang dimiliki warga sering mengalami kekeringan. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan
air bersih, warga tinggal mengandalkan satu sumber air bersih dari sendang yang
dikelola kelurahan. Dampaknya, tiap hari warga harus antri untuk sekedar
mendapatkan jatah dua derigen atau dua ember air bersih yang diperoleh dari
sumur yang masih menyimpann air bersih. Bahkan, warga pun terpaksa dibatasi
untuk mendapatkan air bersih agar setiap warga bisa kebagian. Daerah lain yang
mengalami krisis air bersih adalah di kampung Deliksari yang masih dalam
kawasan Gunungpati.
Masalah krisis air bersih di dusun Deliksari, Sukorejo,
Gunung Pati
(Sumber: Radar Semarang)
Banyak warga yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan
air bersih. Hal tersebut dikarenakan sejumlah
sumur milik warga yang berada di dataran paling tinggi di Semarang tidak bisa
mengeluarkan air bersih. Yang mengharukan adalah banyak warga yang harus
menempuh jarak beberapa kilometer untuk mendapatkan air bersih yang menjadi
kebutuhan sehari-hari. Daerah-daerah yang mengalami krisis air bersih tersebut
terletak di Semarang bagian selatan. Banyak warga di kawasan Semarang Selatan
yang mengalami krisis air bersih saat musim kemarau datang tentu ada sebabnya.
Salah satu penyebabnya adalah hampir sebagian wilayah kota Semarang di kawasan
Semarang Selatan yang belum tersentuh layanan PDAM. Masalah krisis air bersih terjadi bukan hanya di Kecamatan Gunung
Pati, tetapi Kecamatan Tembalang dan Kecamatan Mijen sering mengalami masalah
serupa.
Masalah
krisis air bersih yang terjadi di Kota Semarang juga dipengaruhi karena
kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang bisa berfungsi sebagai daerah resapan
air bersih. Apalagi, luasan hutan yang ada di Kota Semarang pun sebagai daerah daerah
resapan air bersih masih kurang. Sebagai
informasi, menurut BPS Kota Semarang menunjukan bahwa Luasan Hutan di Kota Semarang sebanyak 37.367 hektar dengan perincian Hutan Negara sebanyak 2.175,79 hektar (5.82%)
dan Hutan Rakyat 9.615,06 hektar (25.73%). Yang mengejutkan adalah luasan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Kota Semarang masih kecil, yaitu: 7,5 Persen. Ruang Terbuka
Hijau (RTH) sebagai ruang publik di Kota Semarang, yang meliputi taman dan
hutan kota hanya 7,5 persen. Padahal, luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai
ruang publik yang diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang adalah minimal sebesar 20 persen.
Kepala Bidang Pertamanan Dinas Pertamanan dan
Kebersihan Kota Semarang Budi Prakosa, menyebutkan bahwa berdasarkan data tahun
2013, luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Semarang seluas 7,5 persen dari
luas Kota Semarang 373,67 hektar. Sedangkan, RTH yang ada di Kota Semarang terdiri
dari 239 taman, 11 Taman Pemakaman Umum (TPU), hutan produksi, hutan rakyat,
dan hutan kota. Di luar itu, ada tambahan taman baru, di antaranya: Taman Tirto
Agung di Banyumanik, Taman Pandanaran, Taman Lalu Lintas di Mangkang, Taman
Jatisari di Mijen, Taman Sampangan, Taman Rejomulyo. Bahkan, Pemerintah Kota
Semarang berniat akan menambah hutan kota di kawasan Mijen dan bumi perkemahan
di dekat kawasan Waduk Jatibarang. Namun, di luar penambahan kawasan RTH, ada
saja kawasan hijau yang beralih fungsi, seperti: di kawasan Jalan Gadjah Mada
telah beralih menjadi gedung pertemuan dan Taman Sompok berganti menjadi kantor
kecamatan. Secara otomatis telah mengurangi daerah resapan air bersih.
Kurangnya kuantitas air bersih di Kota Semarang juga
dipengaruhi oleh permasalahan banjir yang belum teratasi hingga kini. Tidak
teratasinya bencana banjir di Kota Semarang bagian bawah mengakibatkan
perkembangan kota lebih banyak bergeser ke Semarang bagian atas (Semarang Selatan).
Padahal, di kawasan Semarang Selatan seharusnya berfungsi sebagai kawasan
lindung dan/atau daerah resapan air bersih telah banyak berubah menjadi daerah
permukiman dan industri. Dampaknya adalah bencana banjir yang makin besar dan
disertai kandungan lumpur yang cukup tinggi.
Bukan hanya banjir yang tidak
tertangani, masalah krisis air bersih juga disebabkan karena konsumsi Air Bawah
Tanah (ABT) yang tidak terkendali. Kondisi ini berdampak pada turunnya
permukaan tanah yang tidak pernah kita sadari. Bahkan, penurunan permukaan
tanah di kawasan pusat Kota Semarang terparah terjadi di kawasan Simpang Lima yang
mencapai 10 cm/tahun. Kondisi tersebut dibuktikan dengan adanya proyek peninggian
jalan yang dilakukan setiap tahun oleh Pemerintah Kota Semarang karena Air
Bawah Tanah (ABT) banyak diambil oleh pusat bisnis, seperti: hotel
dan pusat perbelanjaan. Oleh sebab itu, perlunya kebijakan dari Pemerintah Kota
Semarang untuk menghentikan izin-izin pengambilan Air Bawah Tanah (ABT).
Bahkan, menurut pendapat pakar hidrologi
Undip Nelwan meminta supaya Pemerintah Kota Semarang untuk menghentikan
izin-izin Air Bawah Tanah (ABT). Menurutnya
lagi, "Bagi saya ABT faktor penentu amblesnya tanah. Dengan jenis tanah alluvial, kalau air di bawahnya diambil
maka tanah itu akan turun”.
Dampak
yang dipengaruhi karena penggunaan Air Bawah Tanah (ABT)
terhadap penurunan
permukaan tanah (Sumber: Istimewa)
Pemberian izin
penggunaan Air Bawah Tanah (ABT) mengacu pada UU No. 7 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah (PP) No.43 Tahun 2004 yang mengatur tentang pengolahan air tanah
yang izinnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setelah mendapat
rekomendasi Gubernur. Hal tersebut dikarenakan dampak penggunaan Air Bawah
Tanah (ABT) secara terus menerus memang luar biasa. Apalagi, struktur tanah di
Kota Semarang yang dulunya merupakan kawasan pantai, berupa lapisan tanah liat
(lempung), pasir, dan kerikil secara alamiah masih mengalami konsolidasi serta
berpotensi terjadi amblesan tanah setiap tahunnya. Oleh sebab itu, Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah tidak lagi mengizinkan perpanjangan
izin penggunaan Air Bawah Tanah (ABT) dan pembuatan sumur baru di zona merah
Kota Semarang yang berlebihan. Kawasan zona merah, adalah kawasan yang terletak
di kawasan PRPP, Kecamatan Krobokan, Jalan Gajahmada, utara Jalan Pandanaran,
sebagian Simpang Lima, utara Masjid Agung Jawa Tengah, Kecamatan Sawah Besar,
hingga timur Kecamatan Sayung, Demak. Pada zona merah tersebut, Dinas ESDM benar-benar
membatasi pengambilan Air Bawah Tanah (ABT) maksimal 30 meter kubik. Itulah
sebabnya, pada tahun 2014 sudah ada 6 (enam) perusahaan yang pengajuan izinnya
ditolak.
Menurut Whittaker and Reddish (1989) menyatakan
bahwa penurunan tanah bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: 1) Penurunan
muka tanah alami (natural subsidence)
yang disebabkan oleh proses-proses geologi seperti aktifitas vulkanik dan
tektonik, siklus geologi, adanya rongga di bawah permukaan tanah dan sebagainya;
2) Penurunan muka tanah yang disebabkan oleh pengambilan bahan cair dari dalam
tanah seperti air tanah atau minyak bumi; 3) Penurunan muka tanah yang
disebabkan oleh adanya beban-beban berat diatasnya, seperti struktur bangunan
sehingga lapisan-lapisan tanah di bawahnya mengalami kompaksi/konsolidasi.
Penurunan muka tanah ini sering juga disebut dengan settlement; 4) Penurunan muka tanah akibat pengambilan bahan padat
dari tanah (aktifitas penambangan). Dampak penurunan tanah pun berakibat fatal
bagi kebutuhan akan air bersih. Bencana banjir rob karena penurunan muka tanah yang terjadi di Kota
Semarang Utara seperti di Kelurahan Tanjung Mas, Terboyo Kulon, Purwodinatan
dan Semarang Tengah merupakan bukti betapa susahnya mendapatkan air bersih (Hari,
Septriono, 2013).
Banjir rob yang terjadi di Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang mengganggu
proses bongkar muat (Sumber: 100 Resilient Cities/100RC)
Secara keseluruhan, di Kota Semarang mengalami Penurunan
Muka Tanah ( PMT ) yang tinggi antara 9-13 cm/tahun berada di sebagian wilayah
Kelurahan Tawangsari dan Tawangmas (Kecamatan Semarang Tengah), Panggung Lor,
Panggung Kidul, Plombokan, Purwosari, Kuningan, Bandarharjo dan Tanjungmas
(Kecamatan Semarang Utara), Kemijen, Rejomulyo, Mlatibaru, Mlatiharjo,
Bugangan, Purwodinatan dan Rejosari (Kecamatan Semarang Timur), Tambakrejo,
Kaligawe, Sawah Besar dan Sambirejo (Kecamatan Gayamsari), Muktiharjo Lor,
Terboyo Kulon, Terboyo Wetan dan Trimulyo (Kecamatan Genuk). Sedangkan, menurut
hasil studi Institut Teknologi Bandung (ITB) (1995) melalui simulasi komputer
menyimpulkan bahwa:
“Laju penurunan
tanah dari tahun 1985 sampai 2002 diperkirakan berkisar antara 0,5 sampai 1,6
cm/tahun, dengan sebaran 1,0 cm/tahun di STM Perkapalan, 0,9 cm/tahun di
Simpang Lima, 1,6 cm/tahun di Tambaklorok, 0,7 cm/tahun di P3B Pelayaran, 0,5
cm/tahun di Jomblang, dan 0,9 cm/tahun di Kaligawe. Sementara, berdasarkan
hasil survei yang dilakukan oleh JICA (1997) menyimpulkan bahwa penurunan muka
tanah sepanjang Jl. Siliwangi (Semarang-Kendal), Jl. Kaligawe (Semarang -
Demak) dan dekat Tugu Muda diperkirakan berturut-turut sebesar 0,0; 7,0 dan 1,4
cm per tahun. Kawasan sepanjang Kaligawe mengalami laju penurunan yang paling
parah, karena pada kawasan tersebut terjadi pengambilan air bawah tanah yang
besar oleh hampir semua pabrik dan industri. Di kawasan Tanah Mas terdapat 20
buah sumur dalam dan telah beroperasi sejak 1980. Walaupun kawasan Tanah Mas
telah terjangkau layanan PDAM, namun pada umumnya masyarakat hanya menggunakan
air PDAM untuk air minum. Sementara untuk keperluan mandi, cuci, dan lainnya menggunakan
air bawah tanah, yang diambil dari kedalaman 90 sampai 100 meter”
Laju Penurunan Muka Tanah
(PMT) yang terjadi di Kota Semarang ditunjukan dengan perbedaan warna, di mana kawasan
yang berwarna hijau tua merupakan kawasan yang mengalami amblesan tanah tertinggi.
Untuk lebih jelasnya bisa lihat pada
gambar berikut:
Laju Penurunan Muka Tanah (PMT) Kota
Semarang tahun 2007-2012
(Sumber: Undip, 2012)
Gangguan
pelayanan PDAM juga bisa menyebabkan krisis air bersih. Apalagi, jika kasus
tersebut terjadi pada saat musim kemarau. Salah satu gangguan yang berhubungan dengan pasokan
air PDAM adalah karena saluran air di IPA Kudu masih menggunakan saluran
terbuka. Kondisi tersebut menyebabkan kasus kehilangan air karena air meresap
ke dalam tanah, menguap, dan dimanfaatkan tidak pada rencana. Banyak petani
yang memanfaatkan air tersebut untuk irigasi, ternak, dan mandi. Padahal, jika saluran
air di IPA Kudu dibuat tertutup akan lebih aman dan hanya digunakan sebagai air
baku PDAM. Permasalahan muncul saat membuat saluran air secara tertutup akan
membutuhkan biaya lebih mahal yang menjadi tanggung jawab PDAM itu sendiri. Akibatnya,
harga air di tingkat konsumen juga akan lebih mahal. Tetapi, perlu diingat
bahwa biaya operasional yang diakibatkan dari saluran air tertutup akan lebih
ringan dan potensi kehilangan air pun akan jauh berkurang. Selama ini, PDAM memang
harus mengambil air dari sumber sejauh 40 kilometer ke daerah Klambu (Grobogan)
karena tidak ada sumber lain yang terdekat dari IPA Kudu.
Solusi
Terbaik
Permasalahan banjir di Kota Semarang yang belum bisa diatasi
hingga kini akibat Penurunan Muka Tanah (PMT) menjadi hal yang biasa terjadi.
Banjir rob yang sering terjadi di kawasan Kota Semarang bagian utara, seperti
daerah di sekitar pesisir pantai Laut Jawa membutuhkan penangan yang cukup
serius bagi semua kalangan, khususnya Pemerintah Kota Semarang. Banjir rob yang
mencapai 2,5 km perlu program penangan tepat guna. Oleh sebab itu, berbagai
program yang dilaksanakan Pemerintah Kota Semarang untuk penanganan banjir mengakibatkan dampak banjir rob yang dirasakan masyarakat
sudah sangat berkurang. Tetapi, masyarakat Kota Semarang merasa bahwa proyek
penangangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang belum terkoordinasi
dengan baik dengan program penanganan yang dilakukan oleh pihak lain, sehingga
penanganan banjir rob belum optimal hingga saat ini.
Solusi
yang dilakukan menurut Kepala Subdinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum, Fauzi
mengatakan bahwa konsep water front city
perlu untuk diterapkan di daerah dengan tingkat Penurunan Muka Tanah (PMT) tinggi, seperti: Tanah mas, Tawang
dan Tambaklorok. Hal tersebut penting sebagai upaya adaptasi bencana dari
masyarakat kawasan perkotaan untuk mengantisipasi adanya banjir rob. Terlebih
lagi, bahwa program penanganan banjir rob selalu menjadi prioritas di dalam
rencana-rencana yang dibuat oleh Pemerintah Kota Semarang setiap tahunnya.
Tindakan yang dilakukan seperti; pengadaan kolam retensi dan pompa air, normalisasi sungai banjir kanal, tanggul
lepas pantai, dan lain-lain. Pada tahun 2014, terdapat 96 pompa yang berjalan
aktif. Selanjutnya, 3 stasiun pompa akan sedang dibangun dan direncanakan di
lokasi Sungai banger, dan Semarang Baru. Tindakan yang dilakukan tersebut
semata-mata untuk mengatasi krisis air bersih.
Kurangnya kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH)
sebagai daerah resapan air bersih juga menjadi permasalahan yang harus
dipecahkan sedini mungkin. Kurangnya RTH berakibat menyempitnya daerah resapan
air bersih. Area resapan air hujan yang mengalami penyempitan berakibat
air hujan akan mengalir ke selokan atau limpasan
air akan terbuang percuma tanpa ada yang terserap ke dalam tanah. Untuk
mengatasi kondisi tersebut adalah melakukan pembuatan lubang Biopori. Lubang
Biopori adalah sebuah lubang dengan diameter 10 sampai 30 cm dengan panjang
30 sampai 100 cm yang ditutupi oleh sampah organik yang berfungsi untuk
menjebak air yang mengalir di sekitarnya, sehingga dapat menjadi sumber
cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat juga
membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa dipakai untuk pupuk
bagi tumbuh-tumbuhan
Oleh sebab itu, tujuan dan manfaat dari pembuatan
lubang biopori adalah untuk memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah
sehingga menambah volume air tanah sebagai sumber penyedia air bersih yang
berkualitas, sebagai media pembuatan kompos alami dari sampah organik,
mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit, mengurangi limpasan air
hujan yang terbuang percuma ke laut, mengurangi resiko banjir dan memaksimalkan
aktivitas flora dan fauna tanah. Pembuatan Lubang Biopori juga untuk mencegah
erosi dan bencana tanah longsor. Sebagai informasi, lokasi yang sangat cocok
dan strategis untuk kawasan pembuatan Lubang Biopori adalah kawasan yang padat
penduduk atau kawasan pendidikan, seperti: di alas saluran air hujan di sekitar
kawasan kost mahasiswa, kawasan kantor, kawasan kampus dan kawasan perumahan
penduduk.
Setiap krisis air bersih yang
terjadi di beberapa tempat di Kota Semarang
saat musim kemarau menjadi tugas yang harus diemban Pemerintah Kota
Semarang yang melibatkan kerjasama dengan stakeholder lainnya. Seperti yang
dilakukan oleh Yayasan
Terang Bangsa (YTB) Semarang bekerjasama dengan Polres Semarang di Desa
Jatirunggo, Pringapus, Semarang, tanggal 2 September 2015 lalu. Yayasan tersebut
memberikan bantuan air bersih di salah satu Kecamatan di Semarang Selatan.
Bantuan
air bersih untuk mengatasi krisis air bersih di masyarakat
(Sumber: kompas.com)
Krisis air
bersih juga terjadi saat kurangnya
pasokan air bersih yang dialami oleh PDAM menjadi perhatian semua kalangan. Pemerintah Kota
Semarang pun berusaha untuk membangun embung (waduk sekala kecil) yang dibuat di beberapa wilayah rawan
kekeringan. Pembuatan Embung tersebut bertujuan untuk menampung air, yang bisa
digunakan untuk pertanian ketika musim kemarau. Menurut Humas PDAM Tirta Moedal
Semarang Saebani menyatakan bahwa untuk mengatasi gangguan musim kemarau
seperti sekarang, sistem bergilir dan membagi air harus dilakukan. Tujuannya
supaya air bersih terbagi secara merata, dan semua pelanggan dapat mendapatkan
pasokan. Sesuai data PDAM, kini ada dua sumber air yang selama ini digunakan
untuk melayani pelanggan (sumur dalam dan sumber mata air) yang terdapat di
kaki Gunung Ungaran serta sumur-sumur dalam yang membentang di sepanjang
Ungaran hingga Gunungpati, Boja dan di dalam Kota Semarang.
Krisis
air bersih juga menciptakan daya kreasi masyarakat khususnya kalangan
mahasiswa. Dengan mengadopsi pemanfaatan
air laut yang berlimpah, 5 orang mahasiswa Universitas Diponegoro menciptakan
alat pengolah air bersih yang dinamakan “Omitor”
(Ocean Windmill Desalinator). Omitor merupakan suatu alat yang dapat
merubah air laut menjadi air bersih. melihat banyaknya perairan yang ada
sekaligus untuk mengatasi kurangnya air bersih di beberapa daerah di Indonesia.
Apalagi, negara Indonesia yang terkenal negara maritim, sumber air laut tidak
pernah kekurangan. Ditambah lagi dengan adanya tenaga angin yang berlimpah
untuk menggerakan sebuah turbin. Itulah sebabnya, Omitor diciptakan sebagai
suatu alat penghasil air bersih yang dapat bermanfaat untuk masyarakat dengan
mengubah air laut menjadi air bersih siap pakai, sebagai sumber air yang
stabil, serta mengurangi sumber air tanah yang ikut berdampak pada penurunan
lapisan tanah di Indonesia.
Yang
menjadi nilai tambah adalah tenaga Omitor menggunakan energi cahaya matahari (solar cell) sebagai pemanas, kemudian
angin sebagai penggerak pompa dan untuk desalinasi
menggunakan metode evaporasi. Perlu
diketahui bahwa metode desalinasi air
laut tidak hanya mendapatkan air bersih, tetapi juga dapat memanfaatkan
endapan garam yang berguna bagi masyarakat. Dengan demikian, terbukti bahwa
Omitor dapat menurunkan salinitas dari air laut sehingga berpotensi dalam
berkontribusi mengatasi masalah krisis air bersih di masyarakat, khususnya
masyarakat Kota Semarang. Meskipun, Omitor perlu dilakukan survey dahulu
tentang pendapat masyarakat terhadap produk tersebut, tetapi keberadaannya
menjadi “angin segar” terhadap krisis air bersih yang ada di Indonesia. Satu
hal lagi, di balik kesempitan berupa
krisis air bersih melahirkan sebuah kesempatan yang luar biasa yaitu:
terciptanya alat pengolah air bersih, Omitor.
Mahasiswa
Undip yang menciptakan alat pengolah air bersih, Omitor
(Sumber: Undip)
Jadi, permasalahan dan solusi krisis air bersih telah
berlangsung lama di Kota Semarang. Banyak faktor yang menjadi penyebab adanya
krisis air bersih. Bukan hanya musim kemarau yang datang rutin setiap tahun,
tetapi berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Semarang
menyebabkan semakin berkurangnya daerah resapan air bersih. Pasokan air PDAM
yang tidak sesuai harapan masyarakat juga ikut andil dalam menciptakan krisis
air bersih. Terjadinya banjir yang datang setiap tahun juga menyebabkan pasokan
air bersih menjadi berkurang. Apalagi, daerah yang sering mengalami banjir rob di
Kota Semarang bagian utara menjadikan pasokan air bersih yang dibutuhkan masyarakat
semakin berkurang. Semua kejadian tersebut perlu adanya terobosan besar dari
Pemerintah Kota Semarang agar Kota Semarang menjadi Kota Tangguh dari Guncangan
dan Tekanan yang datang setiap saat. Peran serta masyarakat pun sangat
dibutuhkan dalam menciptakan program dalam menangani krisis air bersih. Salah
satu kontribusi masyarakat dalam mengatasi krisis air bersih datang dari
kalangan mahasiswa dengan terciptanya alat pengolah air bersih “Omitor” yang
berbasis pengolahan air laut untuk menjadi air bersih yang dibutuhkan
masyarakat.
Referensi:
Andhi Prasetyo Rohendi. 2012. Semarang Terancam Krisis Air
Anonymous. 2015. 4 Juni. Ini Solusi Pakar Undip
Atasi Krisis Air Bersih Kota Semarang. Diambil dari
http://jateng.tribunnews.com/2015/06/04/ini-solusi-pakar-undip-atasi-krisis-air-bersih-kota-semarang
__________. 2015. 22 June. Omitor Solusi Mengatasi Krisis Air Ala Mahasiswa
Undip . Diambil
dari
http://www.undip.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3218:omitor-solusi-mengatasi-krisis-air-ala-mahasiswa-undip&catid=78:latest-news
__________.
2015. 30 Juni. Masuki Kemarau, Desa di
Semarang Sudah Laporkan Krisis Air Bersih. Diambil dari http://regional.kompas.com/read/2015/06/30/0518030/Masuki.Kemarau.Desa.di.Semarang.Sudah.Laporkan.Krisis.Air.Bersih
Dewi, Siti Nuraisyah Dewi & Royanto,
Dwi . 2014. 8 September. Sejumlah sumur tak keluar air sejak tiga minggu terakhir. Diambil
dari http://nasional.news.viva.co.id/news/read/536197-kemarau--warga-kota-semarang-krisis-air-bersih
Munir, syahrul. 2015. 2
September. Krisis Air Bersih di Semarang,
Warga Beri Ternak Minum Air Bekas Mandi. Diambil dari
http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/09/02/krisis-air-bersih-di-semarang-warga-beri-ternak-minum-air-bekas-mandi
Potter, Yudo. 2009. 6 Mei. Faktor-Faktor Penyebab
Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) https://yudopotter.wordpress.com/2009/05/06/faktor-faktor-penyebab-penurunan-muka-tanah-land-subsidence/
Region,
Imahagi. 2012. Juni. Solusi Jitu Mengatasi Krisis Air. Diambil dari
http://www.imahagiregion3.org/2012/06/solusi-jitu-mengatasi-krisis-air.html
Semarang
Metro. 2014. 28 Oktober. Dinas ESDM Tolak Izin Sumur Air Bawah Tanah. Diambil
dari http://berita.suaramerdeka.com/dinas-esdm-tolak-izin-sumur-air-bawah-tanah/
Unnisula. 2011.
4 November. Semarang Ambles (Land Subsidence). Diambil dari http://planula.blogspot.co.id/2011/11/semarang-ambles.html
www.100RCSemarang.org
Yuwono, Bambang Darmo,
Abidin, Hasanuddin Z., & Hilmi,
Muhammad. Analisa Geospasial Penyebab Penurunan Muka Tanah di Kota Semarang. Semarang: Unversitas Diponegoro
Tag:
PermasalahandanSolusi
KrisisAirBersih
KotaSemarang
SemarangTangguh
1 comment for "Cara Cerdas Mengatasi Krisis Air Bersih di Kota Semarang"
kunjungi ittelkom-sby.ac.id