Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ormas Bali: Antara Aroganisme dan Hilangnya Kearifan Lokal




         Kehadiran ormas di Bali secara mayoritas meresahkan masyarakat Bali. Keberadaannya secara administrasi belum terdaftar di Kantor Kesbangpol Bali. Ormas yang ada seperti:  Laskar Bali, Baladika, Padang Sambian Bersatu dan lain-lain. Sifat arogansinya yang ditimbulkan telah menghilangkan karakter orang Bali yang terkenal sopan, ramah tamah, murah senyum dan tidak ingin menunjukan kehebatan atau kemampuannya di depan umum. 

          Setelah ditelusuri lebih dalam, faktor ekonomi yang menyebabkan karakter asli masyarakat Bali telah hilang sebagai warisan leluhur. Perasaan kecemburuan sosial dan tidak mau direndahkan warga pendatang dalam hal ekonomi menyebabkan masyarakat Bali berperan aktif dan ikut andil dalam jasa keamanan swasta pada sentra-sentra ekonomi penting di pulau Bali, seperti tempat hiburan malam, villa, hotel, perusahaan dan lain-lain.

        Pada kenyataannya hubungan antar ormas di Bali tidak terjalin dengan baik. Perang baliho yang bergambar tokoh ormas yang berwajah sangar dan tanpa senyum antar ormas bertebaran di seluruh penjuru pulau Bali. Dengan dalih sebagai penjaga “ajeg Bali”, bahkan salah satu baliho tertulis motto  “Harmonisasi dalam Keberagaman” akhirnya terbantahkan. 

         Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ormas yang bersikap arogan dan terlibat perseteruan antar kelompok pemuda atau pengerah massa/agen politik tertentu. Bahkan ada yang menjadi preman bayaran atau menjadi beking dari usaha orang lain. Hal ini menyebabkan perasaan takut di kalangan masyarakat Bali dan menghindari konflik dengan ormas.  

         Harapan masyarakat Bali dengan keberadaan ormas adalah hendaknya ormas bersikap lebih santun, sopan dan elegan. Tindakan ormas jangan sampai menghilangkan kearifan lokal Bali yang terkenal secara turun-temurun. Ormas yang ada harus memaksa dirinya untuk merubah ke arah yang lebih baik dan lebih mementingkan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan kelompok elit/penguasa tertentu. 

         Wajah boleh sangar, tapi hati tetap sopan. Jika tidak ada perbaikan sama sekali, hendaknya Gubernur sebagai pimpinan tertinggi di pulau Bali harus tegas untuk membubarkannya secara hukum. Karena jika tidak, masyarakat Bali sendiri yang akan memaksa perubahan tersebut untuk menjadi lebih baik. Hal ini bisa menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja.  
 
“7 bulan yang lalu. Sekitar jam 5 sore sehabis pulang kantor dengan berkendara sepeda motor, di samping saya iring-iringan mobil jenis jeep terbuka dan  taft yang jumlahnya kurang lebih 10 unit menyerobot lampu merah diperempatan jalan Gatsu Timur-Cokroamonoto, Denpasar. Saya langsung tahu bahwa atribut yang dipakai adalah anggota ormas Laskar Bali. Tapi akhirnya dipaksa berhenti. Entah apa penyebabnya, sopir sebuah mobil bak barang warna putih yang kelihatan masih baru menjadi bulan-bulanan anggota ormas berbadan kekar yang jumlahnya ratusan turun dari mobil secara bergantian dan membabi buta memukul sang sopir dengan tangan atau pemukul kayu/bambu seadanya yang ada di sekitar lokasi. Saya memprediksi, bahwa mobil  tersebut telah mengganggu laju iring-iringan mobil yang baru merayakan ulang tahun ormas tersebut. Jarak lokasi kejadian sekitar 10 meter di depan saya. Semua orang/pemakai jalan yang lain tidak ada yang bisa membantu karena ada perasaan takut menjadi sasaran pelaku. Betul-betul arogan ...”


Latar Belakang Terbentuknya Ormas Bali

         Sepenggal gambaran kejadian nyata di atas menunjukan betapa kuatnya kedudukan ormas (organisasi massa) di pulau Bali. Sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, bahwa terbentuknya ormas ada 18 persyaratan yang harus dipenuhi organisasi di antaranya: memiliki sertifikat pendirian dari notaris, minimal memiliki tiga cabang atau kesekretarian di tiga kabupaten dan kota, memiliki sarana dan prasarana serta memiliki tujuan dan program kerja. 

          Ormas dibentuk bukan untuk tujuan politik, karena sejatinya ormas dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan dan sosial. Menurut Plt Kepala Kesbangpol Bali Gede Putu Jaya Suartama, bahwa di pulau Bali terdapat sekitar 60 ormas yang terdaftar legal secara hukum.  "Kecenderungan masyarakat berkumpul pasca reformasi ke dalam organisasi masyarakat (ormas) semakin meningkat, seperti Laskar Bali, Baladika dan Pemuda Bali Bersatu. Namun dari sisi administrasi hingga kini ormas itu belum terdaftar di instansi kami," kata Plt Kepala Kesbangpol Bali Gd Pt Jaya Suartama. 

           Oleh sebab itu, banyak tindakan ormas di Bali membuat warga ketakutan.  "Hal ini yang mestinya harus disadari oleh ormas bersangkutan. Agar tidak dituduh sebagai “preman” harus bersikap elegan dan mampu menciptakan kedamaian warga masyarakat. Bukan sebaliknya," kata Gd Pt Jaya Suartama menambahkan.

         Sebenarnya munculnya ormas di Bali disebabkan  karena dua fenomena dan latar belakang, yaitu: 1. Lahir akibat hubungan atau afiliasi ormas dengan partai politik atau penguasa (memaksa anggota ormas memiliki keterikatan dengan kekuasaan partai atau tokoh masyarakat tertentu), dan 2. Lahir dari kelompok atau crowd yang mengatasnamakan kekuasaan atas sebuah kawasan atau daerah (memaksa anggota ormas memiliki keterikatan dengan kawasan dan anggota kelompok tersebut). 

       Sosiolog Soekanto menjelaskan, bahwa Crowd jelas tidak terorganisasi. Ia dapat mempunyai pimpinan, akan tetapi tidak mempunyai sistem pembagian kerja maupun sistem pelapisan sosial. Artinya, interaksi di dalamnya bersifat spontan dan tidak terduga dan kelompok sosial yang sebelumnya bersifat crowd ini di Bali, akhirnya mengorganisir diri mereka menjadi kelompok organisasi massa yang memiliki sistem.    
  
         Sejak bergulirnya otonomi daerah, Bali berbenah diri untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Pulau Bali yang terkenal seantero dunia akan keindahan alam, budaya, pariwisata, keamanan, dan keramahtamahan  penduduknya menarik turis baik lokal atau mancanegara. Bahkan  banyak pendatang untuk mencari penghidupan yang lebih baik di pulau Bali. 

         Hal inilah yang menyebabkan laju investor yang tidak terkendali karena masyarakat Bali terlalu gampang menyerahkan tanah miliknya yang paling berharga untuk investor demi ekonomi dan menaikan strata.  Pulau Bali mempunyai kawasan wisata idaman seperti Kuta, Seminyak dan lain-lain  sebagai pusatnya hiburan malam, art shop, villa dan hotel-hotel mewah. 

         Untuk mengamankan kawasan wisata ini dibutuhkan jasa keamanan swasta yang diandalkan. Awal masa reformasi, jasa keamanan swasta di kawasan ini justru dikuasai oleh pemuda non lokal Bali, seperti dari Nusa Tenggara, Maluku, Jawa dan dikuasai pendatang. 

         Hal inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat Bali sebagai tuan rumah, sementara keberadaan jasa keamanan swasta para pendatang tidak begitu saja menyerahkan ladang penghidupannya kepada warga lokal Bali. Akhirnya, muncul kerusuhan yang berbau SARA seperti di Kuta beberapa tahun lalu yaitu: dengan dibakarnya beberapa pusat kegiatan ekonomi para pendatang oleh warga lokal Bali. 

          Dari kejadian inilah titik  awal perasaan berontak warga lokal Bali untuk menguasai semua sentra-sentra ekonomi yang ada. Apalagi sejak Pemilu 2004 yang dipilih secara langsung, para kandidat caleg/kepala daerah memanfaatkan jasa keamanan swasta yang lambat laun sebagai agen politik untuk pengerahan massa/mobilisasi politik agar akumulasi suara konstituennya tetap terjaga dan hal ini sudah merupakan rahasia  umum. 

         Akibatnya, pembentukan ormas dengan maksud jasa keamanan sangatlah mudah bagai cendawan di musim hujan. Tetapi, masyarakat Bali sudah mengetahui, bahwa kandidat dalam Pilkada yang memanfaatkan jasa keamanan ormas tersebut lambat laun akan semakin dijauhi/ditinggalkan.

Fenomena Ormas yang Menghilangkan Kearifan Lokal

         Ormas-ormas di Bali yang saya ketahui di antaranya: Laskar Bali, Baladika, Padang Sambian Bersatu, Forum Peduli Bali,  Gianyar Bersatu, Kelompok Karangasem, Pemuda Bali Besatu, Banzer, Satria Muda Majapahit,  Garda Buleleng, Dongki, Kolonk, dan lain-lain. Dua ormas pertama mempunyai massa terbesar di Bali. 

         Anehnya, semua ormas yang muncul diresmikan oleh para pejabat penting daerah. Sebagai bukti, apa yang diungkapkan dari penelitian Wayan Suryawan, dosen antropologi Universitas Udayana, yang dimuat situs sekitarkita.com adalah ketika ormas Laskar Bali yang ketuanya Gung Alit terlibat kasus perkelahian Denpasar Moon Karaoke tanggal 30 November 2003, yang menewaskan seorang polisi. Gung Alit sempat ditahan sebagai tersangka. 

          Yang mengagetkan adalah, para tersangka dijenguk oleh para petinggi militer. Ormas Laskar Bali banyak diketahui masyarakat Bali seperti kumpulan “preman” dengan afiliasi yang kuat dan  kukuh di sisi gelap pulau Bali. Ormas ini dari berita berbagai media massa dan komentar masyarakat Bali disinyalir terlibat dalam jaringan prostitusi, obat terlarang dan kerap terjadi dalam perang antar gang di pulau Bali. Ormas ini sangat mendominasi “jasa keamanan” di klub-klub malam Bali. 

         Artikel-artikel di The Sidney Morning Herald, Australia memberi label Laskar Bali sebagai “one of the most notorious gangs in Bali”. Sedangkan Majalah Tempo pernah mengulas masalah ini dengan judul “Puputan Preman Pulau Dewata”. Artikel ini menggambarkan betapa hebatnya perseteruan antar kelompok pemuda di Bali.

          Merebaknya ormas di Bali juga menyebabkan perang baliho di setiap perempatan atau sudut jalan di seluruh Bali. Baliho yang berukuran besar terpasang setiap menjelang Hari Raya atau hari besar lainnya. Padahal dibutuhkan biaya yang besar. Yang jelas mereka mempunyai maksud untuk menunjukan jati diri keberadaan mereka agar diketahui masyarakat luas. 

         Padahal, menurut Ni Made Ras Amanda Gelgel, S.Sos, M.Si, pengamat sosial politik Universitas Udayana Denpasar,  menegaskan bahwa bailho-baliho besar yang terpampang di pinggir jalan dan perempatan jalan seolah-olah ingin memperlihatkan kekuatan ormas. 

       Fenomena tersebut adalah pergeseran dari nilai kearifan lokal di Bali sebagai warisan budaya leluhur. Masyarakat Bali sejak dahulu percaya pada nilai kearifan lokal seperti  De Ngaden Awak Bisa (jangan sombong dan memperlihatkan kemampuanmu ke orang banyak). Namun dengan adanya baliho tersebut, seolah-olah memperlihatkan kemampuan dan kekuatan pihak tertentu ke masyarakat umum.

         Jadi apakah fenomena ini adalah salah satu bentuk adanya pergeseran budaya dari nilai kearifan lokal di Bali?. Baliho beberapa ormas yang dipasang berdampingan bisa menimbulkan gesekan antar anggota ormas, seperti saling mengejek, merusak atribut atau yang lainnya. Sepertinya ormas mengatasnamakan sebagai penjaga  “ajeg Bali” untuk menangkal ancaman dari luar Bali hanya isapan jempol. 

       Kenyataanya, perang antar kelompok ormas sering terjadi yang disebabkan masalah sepele. Masyarakat Bali sudah sering dipertontonkan kejadian yang berbau negatif tentang perseteruan antar ormas. Seperti perang antar kelompok Pemuda yang terjadi di Kampung Islam Kepaon, Denpasar dan menimbulkan korban jiwa. 

         Yang terbaru adalah perang antara 2 kelompok pemuda untuk mengamankan kepemilikan tanah yang ada di depan Sky Garden, Legian, Kuta. Semua kejadian tersebut membuat kita ketakutan. Kita perlu mengetahui bahwa kasus perseteruan ormas Laskar Bali melawan ormas Padang Sambian Bersatu hanya karena masalah petasan.

        Yang lebih mengejutkan adalah hubungan antar ormas tersebut memiliki hubungan yang tidak cukup harmonis, sehingga menimbulkan bahaya laten bibit konflik di antara ormas yang ada di Bali. Padahal pada baliho super jumbo yang terletak di jalan Ida Bagus Mantra tertulis “Harmonisasi dalam Keberagaman” ternyata tidak sesuai dengan faktanya. 

         Apakah hanya pemanis bibir untuk menunjukan ke masyarakat  bahwa eleganisme ditegakan dalam berorganisasi.  Menurut DR. Shri IGN Arya Wedakarna MWS III menjelaskan, bahwa setelah ditelusuri lebih dalam, aksi “premanisme” ormas di Bali disebabkan oleh  masalah ekonomi. 

        Awalnya organisasi kepemudaan ini berprogram hanya untuk mengamankan pusat ekonomi tertentu, seperti bar, cafe, atau hotel. Tapi karena tidak ada tindakan tegas, mereka memberanikan diri meluaskan wilayah kerja yang lebih lebar dengan modus yang lebih rapi dengan target ”ikan” yang lebih besar.

       Pasti ada dukungan oknum kepolisian atau militer dalam ormas tersebut. Masyarakat Bali sebenarnya sudah tahu, hanya masyarakat tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membongkar hal-hal seperti ini dan bisa menjadi bom waktu.

Pengaruh Ormas terhadap Masyarakat Bali

         DR. Shri IGN Arya Wedakarna MWS III menegaskan kembali, bahwa pengaruh premanisme dalam kedok organisasi kemasyarakatan (ormas) yang kini marak di Bali sebagai bukti dari kegagalan aparat hukum dan keamanan dalam menjaga  kedaulatan dan stabilitas di tanah Bali. 

          Premanisme yang terjadi di daerah-daerah, seperti di Bali sebenarnya muara dari aksi serupa yang terjadi di pusat (Jakarta). Dari kacamata apapun, premanisme ini tidak bisa dimaafkan, apalagi kalau sudah sampai merenggut nyawa orang lain, mengancam orang lain atau merusak dan merampas harta benda orang lain. 

        Aksi premansme ini seperti  sudah menjadi lahan hidup bagi sebagian kalangan. Kalau di luar negeri, gaya premanisme sangat  profesional  dan korbannya dari golongan kaya, sedangkan di Indonesia yang menjadi korban adalah justru rakyat kecil (terkesan kampungan). Mereka sangat mencolok sekali, seperti badan yang besar dan gempal, tato di sekujur tubuh, tindik di mana-mana  (terkesan dekil).  

         Ormas yang ada di Bali memiliki kecenderungan terjadinya group think. Menurut Irvings Janis (1972) group think adalah istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya. 

      Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional, tetapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Group think mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan di luar kelompok. Hal inilah yang menyebabkan ketakutan masyarakat Bali dan menjauhkan diri dari konflik yang berhubungan dengan ormas yang ada.

Harapan Masyarakat Bali terhadap Ormas  

         Sifat arogan yang ditimbulkan oleh ormas secara langsung telah menghilangkan sikap kearifan lokal Bali yang terkenal sopan, ramah tamah, dan murah senyum. Dari pemberitaan dari mulut ke mulut, bahwa ada ormas menjadi preman bayaran yang bisa meresahkan masyarakat bali. 

       Padahal masyarakat Bali mengharapkan ormas-ormas itu bisa menjadi pelindung masyarakat.  Masyarakat Bali ingin sekali melihat ormas yang ada bersikap  lebih sopan dan elegan. Badan boleh kekar, tapi hati sopan.

          Ormas-ormas ini diharapkan bisa merubah diri dengan adanya kesadaran dari pimpinan puncak ormas, agar selalu mensosialisasikan secara terus-menerus di berbagai forum terhadap kadernya untuk bersikap baik dan mementingkan kepentingan umum. 

         Makanya perlu ada program kaderisasi agar pimpinan ormas bukan orang yang sama dan agar kekuasaan dalam ormas tidak bersikap otoriter dan arogan. Banyak kalangan berpendapat bahwa ormas di Bali justru tidak berwajah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tidak memiliki aturan organisasi yang jelas, serta visi dan misi yang masih membingungkan. 

         Ormas-ormas yang ada mendahulukan cara-cara arogansi ketimbang kooperatif. Seandainya ormas-ormas yang ada tidak bisa merubah diri ke arah yang lebih elegan, sopan serta menghilangkan kearifan lokal Bali, tindakan yang tepat adalah perlu adanya tindakan tegas dari penguasa (Gubernur) untuk membubarkan keberadaannya secara hukum. Karena pengamanan lingkungan sudah menjadi tugas pecalang (petugas keamanan) di desa Pakraman seluruh Bali.

Daftar Pustaka
http://hukum.kompasiana.com/2012/07/05/panasnya-perang-ormas-di-pulau-dewata-  474686. html
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_massa
http://korandetikbali.com/sosok/dr-shri-ign-arya-wedakarna-mws-iii.html
http://metrobali.com/2012/09/21/quo-vadis-ormas-di-bali-bisa-jadi-bahaya-laten/
http://regional.kompasiana.com/2013/02/05/pilgub-bali-2013-akan-chaos-525841.html
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=26&id=73324
http://www.seputarbali.com/inspirasi/komunitas/3069-kesbangpol-banyak-ormas-di-bali-belum-terdaftar-.html

2 comments for "Ormas Bali: Antara Aroganisme dan Hilangnya Kearifan Lokal "

Unknown April 28, 2017 at 6:27 AM Delete Comment
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous August 29, 2017 at 6:44 PM Delete Comment
This comment has been removed by a blog administrator.