BERANTAS KORUPSI: PRINSIP 3 M (MEWUJUDKAN MUSLIM ANTI KORUPSI SEBAGAI BUDAYA)
BERANTAS
KORUPSI: PRINSIP 3 M (MEWUJUDKAN MUSLIM ANTI KORUPSI SEBAGAI BUDAYA)
Oleh
Casmudi, S.AP
UE9TpA2ynFgxhdoGOz-iyGzLplD2vdLk7pFVQbuahcjZIFLQ
Membicarakan masalah korupsi di Indonesia memang tak pernah habis. Hal ini
dikarenakan, tindakan korupsi di Indonesia hingga sekarang masih merajalela/menggurita.
Bahaya korupsi telah merasuk ke semua lini, institusi, dan profesi apapun di
negeri ini. Terlebih jabatan yang bersentuhan dengan ranah birokrasi sekarang
sudah dipenuhi dengan berita-berita korupsi. Tak ayal lagi, jika korupsi
merupakan tindakan “extraordinary crime”
(kejahatan luar biasa). Hal ini dikarenakan korupsi telah melibatkan
pejabat-pejabat yang notabene bertindak sebagai kepala daerah, anggota wakil
rakyat, dan penegak hukum (eksekutif, legislative, dan yudikatif) yang seharusnya
bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kenyataannya,
kesejahteraan rakyat dipertaruhkan. Tindakan yang telah terjadi dari pemerintah
pusat sampai pemerintah daerah, bahkan sampai lembaga pemerintahan paling bawah
(kelurahan). Tindakan korupsi sepertinya sudah menjadi penyakit kronis yang
tidak bisa disembuhkan?
Apa
Itu Korupsi?
Sebagai masyarakat awam, mungkin
kita mengenal korupsi yang berarti mencuri uang rakyat untuk kepentingan diri
sendiri atau kelompoknya. Dalam pandangan Islam “korupsi” berasal dari bahasa
Arab dikenal dengan nama “Ghulul”. Kata tersebut merupakan istilah yang paling
banyak digunakan oleh Rasulullah SAW dalam hadist-hadistnya terkait dengan
perilaku korupsi atau penggelapan harta publik. “Ghulul” adalah “isim masdar”
dari “ghalla ya ghullu ghallan wa ghullun” yang artinya, “Akhdzu al-syai wa dassabu fi mata’hi” dalam
bahasa Indonesia berarti mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya.
Sedangkan kata “korupsi” dalam bahasa
Latin dikenal dengan istilah “Corruptio”
atau “Corruptus” yang artinya suatu perbuatan
yang busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang
dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Dari arti
tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa korupsi adalah Segala perbuatan yang
busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari
kesucian, dengan mengambil sesuatu dan
menyembunyikannya dalam hartanya yang bukan haknya secara sendiri atau
bersama-sama.
Perkara tindakan korupsi di Indonesia telah dituangkan dalam UU Nomor 31
tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan penggolongan tindak pidana
korupsi sesuai UU Korupsi pada pasal 2 – 20 (kecuali: Pasal 4; 12C; 19; 20),
menyatakan bahwa korupsi dirumuskan ke dalam 7 bentuk/jenis tindak pidana :
1. Merugian keuangan dan perekonomian
negara;
2. Suap menyuap-gratifikasi;
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemalsuan;
5. Pemerasan;
6. Perbuatan curang;
7. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
Dalam Islam masalah korupsi digariskan dalam Firman Allah SWT, dalam QS Al-Baqarah ayat 188, yang artinya:
“Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan
janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu (dengan jalan) berbuat dosa, padahal kamu mengetahui” (QS.
Al-Baqoroh:188)
Dalam ayat tersebut menjelaskan,
bahwa tindakan mengambil harta orang
lain dan melaporkannya ke penegak hukum dengan cara-cara yang diharamkan agar
harta yang diambil bisa menjadi miliknya merupakan tindakan korupsi. Pelaku
koruptor memahami bahwa harta yang diambilnya bukan haknya, tapi mereka
bersikeras untuk mendapatkannya.
Sedangkan mengenai tindakan korupsi
juga terdapat dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
Diriwayatkan dari Abu Humaid
as-Saaidi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang
dikenali sebagai Ibnu Lutbiyah. Ia ikut Amru dan Ibnu Abu Umar untuk urusan
sedekah. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Ini untuk Anda dan ini untukku
karena memang dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar kata-kata tersebut, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar. Setelah
mengucapkan puji-pujian ke hadirat Allah, beliau bersabda: “Adakah patut
seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: Ini
untuk Anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepadaku? Kenapa dia tidak
duduk di rumah bapak atau ibunya (tanpa memegang jabatan apa-apa) sehingga ia
menunggu, apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak? Demi Dzat Muhammad yang
berada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu
darinya kecuali pada Hari Kiamat kelak dia akan datang dengan memikul di atas
lehernya (jika yang diambil itu seekor unta maka) seekor unta itu akan
mengeluarkan suaranya, atau seekor lembu yang melenguh atau seekor kambing yang
mengembek. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sehingga nampak kedua
ketiaknya yang putih, dan beliau bersabda: “Ya Allah! Bukankah aku telah
menyampaikannya,” sebanyak dua kali. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Menganalisa
dari hadits di atas sangat jelas sekali, bahwa tindakan korupsi telah terjadi
pada masa kepemimpinan Rasullullah SAW. Di mana orang yang telah diangkat sebagai pejabat publik
sangan rentan dengan tindakan korupsi, baik berupa suap-menyuap atau
gratifikasi. Tindakan tersebut masih terjadi di Indonesia hingga sekarang. Para
pejabat publik dengan sengaja memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri
sendiri dengan korupsi, menerima gratifikasi sebagai “salam tempel” atas
balas jasa atau “mark up” anggaran dalam berbagai proyek pengadaan
barang dan jasa dan pelayanan publik. Sesuai pasal 12 C UU Korupsi, bahwa
tindakan gratifikasi dimasukan dalam tindakan non korupsi dengan
memenuhi syarat:
1. Melaporkan gratifikasi pada KPK;
2. Paling lama 30 hari;
3. 30 hari kemudian KPK menentukan menjadi
milik negara atau penerima;
4. Tata cara laporan lihat UU KPK
Tindakan
korupsi dilakukan, karena adanya sistem kelembagaan birokrasi yang belum
maksimal. Dengan kata lain reformasi birokrasi (eksekutif, legislative dan
yudikatif) masih berjalan setengah-setengah. Apalagi pihak yudikatif yang
seharusnya memecahkan masalah korupsi secara adil justru terlibat dalam pusaran
korupsi. Berita yang mengejutkan adalah tertangkap tangan Ketua Mahkamah
Kontitusi (MK) Akil Muktar dalam kasus suap pemenangan pilkada di Provinsi
Banten. MK yang seharusnya menjadi wakil Tuhan untuk memecahkan hukum secara adil
tingkat tertinggi di Indonesia justru terperosok dalam arus korupsi. Di tingkat
paling bawah, sebagai contoh adalah terkuaknya kasus korupsi oleh Lurah Ceger,
Jakarta Timur sebesar Rp. 450 juta dan Lurah
Pulogadung, Jakarta Timur sebesar Rp. 600 juta. Apalagi tertangkapnya Kepala
SKK Migas Rudi Rubiandini yang mempunyai
track record akademisi dan cerdas terlibat dalam kasus suap pengadaan
minyak milyaran rupiah. Kejadian tersebut menambah daftar panjang tindakan korupsi
telah menjalar ke segala lini.
Dampak
tindakan korupsi
Sebagai muslim
yang berpegang teguh pada tali agama Allah SWT (Al-Qur’an dan hadits) harus
memahami tindakan korupsi merupakan tindakan dosa besar, karena telah membunuh
kesejahteraan rakyat secara kolosal melebihi dari dahsyatnya kasus Chernobil dan bom Hiroshima dan
Nagasaki, Jepang. Dampak tindakan korupsi sangat luar biasa sekali. Masyarakat Indonesia
sangat merasakan, betapa tindakan korupsi telah mencekik kebutuhan ekonomi dalam
pemenuhan hidup. Harga kebutuhan ekonomi yang melambung tinggi karena permainan
para kartel yang bersekongkol dengan pejabat publik dan pelayanan publik yang
masih rendah merupakan contoh kecil dari tindakan korupsi pejabat publik.
Rasulullah SAW menegaskan bahwa
Allah SWT tidak akan menerima sedekah yang dihasilkan dari korupsi atau tindak
kecurangan lainnya. Sabda Rasulullah tersebut menyiratkan kita bahwa “dosa korupsi tidak bisa diputihkan dengan
sedekah sebanyak apapun”. Sampai Rasulullah tidak mau mensholati pelaku
korupsi. Seperti yang ada dalam Hadist Riwayat Muslim, dalam kitab At-Thaharah,
Nomor 329 disebutkan:
“Said
ibn Mansur, Qutaibah ibn Said, dan Abu Kamil al-Jahdari telah menceritakan
hadist kepada kami, sementara lafadznya milik Said. Mereka berkata Abu Awanah
telah menceritakan hadist kepada kami dari Simak ibn Harb, dari Mush’ab ibn
Sa’d. Ia berkata, Abdullah ibn ‘Umar masuk ke rumah Ibn ‘Amir untuk
menjenguknya karena sakit. Kemudian Ibn ‘Amir berkata, “mengapa engkau tidak
berdoa kepada Allah untuk kesembuhanku, hai Ibn Umar?” Ibn Umar berkata, “Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Shalat tanpa bersuci tidak diterima dan
begitu juga sedekah dari hasil ghulu (korupsi)”
Hadits Riwayat Muslim di atas
mengajarkan kepada kita mengenai perilaku koruptor yang sedang marak sekarang
ini. Untuk menutupi tindakan kotornya,
mereka melakukan tindakan yang “dianggap”
bisa menghilang atau mensucikan jejak perilaku korupsinya. Banyak pelaku
korupsi yang memberikan bantuan kemanuasiaan kepada korban musibah, membangun
masjid, menyerahkan hewan kurban, menyantuni anak-anak yatim, memberi beasiswa
belajar bagi anak tak mampu, mengundang fakir miskin, dan yang paling luar biasa adalah melakukan
tindakan ibadah haji. Meraka berusaha tampil “saleh/alim” di hadapan publik sebagai “topeng”
untuk menutupi tindakan busuknya (baca: korupsi). Walaupun itu dilakukan dengan
intensif, terutama di bulan Ramadhan, tetap saja sia-sia dalam pandangan Allah
SWT. Sepertinya mereka mau “menyuap” Allah
SWT dengan kebaikannya, tapi di sisi lain masyarakat kelaparan dan menanti belas
kasihan. Adilkah tindakan itu? Pantaskah tindakan itu? Hati kita yang
menjawabnya. Berangkat dari hadist di atas pula, bisa dipahami bahwa sedekah
untuk pemutihan dosa korupsi adalah tindakan sia-sia, tidak tahu malu, dan
hanya mementingkan kesalehan pribadi setelah mengemplang harta publik. Dapat
disimpulkan, bahwa harta hasil korupsi bukanlah rejeki yang halal yang mampu
memberikan kebarokahan dalam hidup.
Sumber: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9Gc
Rq7xz 7NDZmGx0xSlvuVLFxpD8MkKZa8oPnJK08bXT1Du_jualp
Rq7xz 7NDZmGx0xSlvuVLFxpD8MkKZa8oPnJK08bXT1Du_jualp
Bahaya Korupsi yang Luar Biasa
Perlu diketahui, tindakan korupsi telah menghancurkan segala
sendi-sendi kehidupan masyarakat. Dalam Islam bahaya korupsi akan menyebabkan:
1. Pelaku ghulul (korupsi) akan
dibelenggu, atau ia akan membawa hasil korupsinya pada hari Kiamat, sebagaimana
ditunjukkan dalam QS. Ali Imran:161 dan hadits Abu Humaid as Sa’idi RA,
Rasulullah SAW bersabda :
"Demi Allah, yang jiwaku
berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta
zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya.
Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia
ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil)
seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”
2. Perbuatan korupsi menjadi penyebab
kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat. Dalam hadits Ubadah bin ash
Shamit RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
"…(karena) sesungguhnya ghulul
(korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya".
3. Orang yang mati dalam keadaan
membawa harta ghulul (korupsi), ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk
surga. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa berpisah ruh dari
jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin)
masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang".
4. Allah SWT tidak menerima shadaqah
seseorang dari harta ghulul (korupsi), sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW:
"Shalat tidak akan diterima
tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul (korupsi)".
5. Harta hasil korupsi adalah haram,
sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a.
Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai manusia, sesungguhnya
Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah
memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada
para rasul. Allah berfirman,"Wahai para rasul, makanlah dari yang
baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa
yang kalian kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman: "Wahai orang-orang
yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada
kamu," kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam
menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia
menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya Rabb…, ya
Rabb…," tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan
dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan
dikabulkan?".
Apa yang Harus Kita Lakukan sebagai Muslim?
Islam memerangi tindakan korupsi sejak kepemimpinan
Rasulullah SAW. Relevansinya masih tegas hingga sekarang sejalan dengan terpeliharanya
Al-Qur’an oleh SWT dan hadits Rasulullah sebagai pegangan hidup. Sekarang kita
hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 ditambah dengan peraturan lainnya secara tegas menyatakan bahwa
tindakan korupsi adalah musuh bersama. Negara membentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai duta rakayat dalam mengawasi, mengontrol dan
meyelesaiakan semua tindakan korupsi di Indonesia. Untuk memberantas korupsi yang
telah menyebar dan tumbuh bagai jamur di musim hujan sangatlah mudah. Perlu
adanya tindakan yang brilian. Prinsip 3M merupakan solusi dalam mengembangkan
budaya anti korupsi. Prinsip 3M adalah Mulai dari yang kecil, Mulai dari diri
sendiri dan Mulai dari sekarang.
Pertama,
Mulai dari yang kecil. Tindakan anti korupsi bermula dari kejujuran kita. Kita
harus memahami dan jujur pada diri sendiri dan Allah SWT yang menyatakan
tindakan mengambil barang atau hak orang
lain sekecil apapun yang bukan haknya merupakan tindakan korupsi. Kita harus mempunyai komitmen untuk anti korupsi dalam segala tindakan kita. Sebagai
contoh: mengembalikan/mengatakan uang kembalian kepada orang yang menyuruh kita
membeli sesuatu, meskipun nilainya tidak seberapa, menghargai waktu kerja tanpa
harus dikontrol oleh pimpinan, dan lain-lain. Apalagi sebagai muslim, tindakan
yang kita lakukan perlu memahami adanya dzat yang bertindak sebagai Maha
Pengawas, Dialah Allah SWT yang tidak pernah tidur dalam mengurusi makhluknya
(ayat Kursi).
Sumber: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTsT6dssKPH
V1ho5KhkWfmLXMmHjjQESdzWswkqflo0WY2smUho8Q
Sumber: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTsT6dssKPH
V1ho5KhkWfmLXMmHjjQESdzWswkqflo0WY2smUho8Q
Kedua,
Mulai dari diri sendiri. Kadangkala kita paling senang memberi komentar, olok-olokan
dan kritik pedas kepada orang lain. Pernahkah kita melihat ke diri sendiri?
Kita tidak ingin ada “ maling teriak maling”. Memberantas korupsi kuncinya bermula
dari diri sendiri. Kita tidak mau membersihkan kasus korupsi bagai “menyapu
dengan sapu yang kotor”. Membersihkan halaman yang kotor adalah dengan sapu
yang bersih. Membersihkan kasus korupsi adalah para penegak hukum harus bersih
dulu dari kasus korupsi. Sebagai pribadi muslim yang taat ajaran Al-Qur’an dan
Hadits, hendaknya mengambil inisiatif sendiri untuk membudayakan tindakan anti
korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Jangan pernah menyalahkan orang lain,
selagi pada diri kita masih ada perasaan korupsi. Hati kita harus bersih dulu,
baru bisa memberikan/memecahkan kasus korupsi orang lain. Karena, bermula diri
kitalah kasus korupsi bisa diberantas. Sinergi antar diri kita dan orang lain akan
memberikan kekuatan yang luar biasa untuk memberantas korupsi.
Sumber: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRjaCRDs
AKMy3WhJ4PFJu31Wys-SxXjvBd2Wg3TGoog-wsbpBEmMw
Sumber: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRjaCRDs
AKMy3WhJ4PFJu31Wys-SxXjvBd2Wg3TGoog-wsbpBEmMw
Ketiga,
Mulai dari sekarang. Untuk memberantas korupsi tidak perlu menunggu orang
lain, KPK, dan Pemerintah melakukannya. Sekarang adalah saatnya, tidak menunggu
besok. Apa yang bisa dilakukan sekarang untuk menciptakan budaya anti korupsi
segeralah dilakukan. Besok akan berubah masalahnya, dan mungkin kesempatan kita
mungkin bisa lepas dari genggaman. Saatnya sekarang sebagai muslim, membantu pihak
yang berwajib dengan memberikan informasi tentang tindakan korupsi yang terjadi
dalam lingkungan/kerja kita. Kita harus
tegas untuk melakukannya. Butuh kerja sama masyarakat dan pihak yang berwajib
dalam memberantas korupsi.
Sumber: https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ5ww
BEpQGswdUKMa5UgjCbRf1sDhOckCLFUvkUsuCGridQ_AfyQ
Sumber: https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ5ww
BEpQGswdUKMa5UgjCbRf1sDhOckCLFUvkUsuCGridQ_AfyQ
Akhirnya, konsep yang terbaik adalah perbaikan
bersama-sama dalam memberantas korupsi. Sebagai pribadi muslim, kita harus
menerapkan konsep 3M (Mulai dari yang kecil, Mulai dari diri sendiri, dan Mulai
dari sekarang) pada diri kita dalam kehidupan sehari-hari. Setelah sudah
terpatri dalam jiwa dan menjadi budaya, saatnya bersinergi dengan Pemerintah untuk memberantas korupsi. Al-Qur’an dan Hadits
tidak mengajarkan muslim dengan menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri sendiri
dengan melakukan tindakan korupsi. Apalagi Pancasila dan UUD 1945 serta
perundang-undangan mengajarkan kita untuk mematuhi hukum, agar tidak melakukan
tindakan korupsi. Siapa bilang korupsi tidak bisa hilang? Asal semua pihak (masyarakat dan birokrasi) mau menyadari
bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan extrordinary
crime yang membunuh rakyat secara pelan-pelan dan mendapatkan punishment (hukuman) yang adil demi
kesejahteraan rakyat. Perbaikan secara bersama-sama mampu memecahkan masalah. Moslem Anti-Corruption!
Referensi:
2. Mukantardjo,
Rudy
Satriyo. (2010). Undang-undang Tindak Pidana
Korupsi dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta,
FH Universiatas Indonesia (UI).
3. Syarifuddin, Abu Humaid Arif . (2010). Mewaspadai Bahaya
Korupsi.
Dapatkan
informasi aktual setiap saat di website
resmi Nahdlatul Ulama www.nu.or.id
Post a Comment for "BERANTAS KORUPSI: PRINSIP 3 M (MEWUJUDKAN MUSLIM ANTI KORUPSI SEBAGAI BUDAYA)"