POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI SYARIAH INDONESIA DI MASA DEPAN
POTENSI
DAN TANTANGAN EKONOMI SYARIAH INDONESIA DI MASA DEPAN
Oleh
Casmudi, S.AP
Kegiatan ekonomi sudah menjadi urat nadi dalam
kehidupan. Seperti yang dilakukan dalam sebuah transaksi keuangan. Prosedur
meminjamkan uang ke orang lain (baca: konsumen) baik yang dilakukan secara
pribadi atau melalui lembaga keuangan resmi selalu dikenakan bunga atau riba. Bunga atau riba berarti
melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu
dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Padahal dalam
hukum Islam istilah bunga atau riba sangat dilarang yang dipertegas dalam
Al-Qur'an Surah Al-Baqarah: 275, yang artinya : “... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ...
“.
Pendahuluan
Untuk menghilangkan adanya bunga atau riba, maka kegiatan ekonomi harus
menerapkan konsep syariah sesuai ajaran agama Islam. Kata “syariah” berasal
dari bahasa Arab “al-syari’ah” berarti
seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma
ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif.
Jadi konsep ekonomi pun harus berdasarkan syariah, dengan maksud agar identik
apa yang diajarkan dalam agama Islam.
Krisis yang terjadi tahun 1998 telah membuka mata bangsa Indonesia.
Banyak perusahaan baik skala kecil maupun besar kelimpungan. Banyak kalangan
berpendapat, bahwa munculnya krisis ekonomi dikarenakan sistem ekonomi
konvensional, yang mengutamakan sistem bunga sebagai instrumen profitnya. Untuk
menaggulangi keadaan tersebut, mulai diberlakukannya konsep ekonomi terbaru
yang disebut ekonomi syariah sesuai dengan praktek ekonomi Islam. Konsep
ekonomi ini sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah merupakan ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami
oleh nilai-nilai Islam yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Munculnya
Ekonomi Syariah di Indonesia
Sebenarnya konsep ekonomi syariah mulai diperkenalkan kepada masyarakat
pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia berdiri. Selanjutnya diikuti
oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya. Saat itu sosialisasi konsep ekonomi
syariah hanya dilakukan oleh lembaga keuangan syariah sendiri. Setelah di
evaluasi bersama, masyarakat menyadari bahwa sosialisasi sistem ekonomi syariah
hanya dapat berhasil dengan baik, jika dilakukan dengan cara yang terstruktur
dan berkelanjutan. Maka implementasi ekonomi syariah seperti dalam perbankan
syariah mulai bermunculan. Meskipun, lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) diikuti
lahirnya Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) masih bergerak lambat
sampai tahun 1998. Dikarenakan belum terbitnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan. Juga karena tidak ada perangkat hukum yang mendukung sistem
operasional bank syariah tersebut, kecuali UU No. 7 Tahun 1992 dan PP No. 72
Tahun 1992. Perkembangan perbankan
syariah di Indonesia sejak tahun 2008, sebagai berikut:
Dari table di atas menunjukan, bahwa
perkembangan pernbankan syariah untuk jaringan kantor (KP+KC+KCP+KK) dari tahun
2008 sampai tahun 2012 triwulan terakhir selalu mengalami peningkatan, yaitu
sebesar 2663 kantor, kecuali pada tahun 2011 tetap (stagnan) dari tahun
sebelumnya (2010) sebesar 2101 kantor. Sedangkan jaringan kantor (BUS+UUS) dari
tahun 2008 sampai tahun 2012 triwulan terakhir selalu meningkat, yaitu sebesar
2262 kantor. Sungguh prestasi yang luar biasa.
Sosialisasi
GRES Melalui MES
Pemerintah Indonesia sangat serius
untuk memasyaratkan ekonomi syariah sebagai konsep terbaik dan menguntungkan,
dalam sebuah program yang dinamakan GRES (Gerakan Ekonomi Syariah). Program GRES
merupakan inisiatif dari Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) dan didukung
seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
keuangan syariah, seperti Bank Indinesia (BI). GRES diresmikan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 17 November 2013. GRES diklaim sebagai upaya
bersama mempercepat pertumbuhan industri keuangan syariah dan meningkatkan
peranan lembaga keuangan syariah untuk berkontribusi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara inklusif yang
melibatkan otoritas, pelaku industri, lembaga penunjang, dan stakeholders lainnya, baik dari sisi
penyedia atau pengguna jasa keuangan syariah yang sudah ada maupun yang
potensial.
GRES tidak akan berhasil tanpa adanya partisipasi dari berbagai pihak,
terutama masyarakat. Oleh sebab itu, untuk melaksanakan program sosialisasi
terstruktur dan berkesinambungan kepada masyarakat dibentuklah “Perkumpulan
Masyarakat Ekonomi Syariah” yang disingkat dengan MES (Masyarakat Ekonomi
Syariah) atau Islamic Economic Society.
Dalam bahasa Arab disebut Mujtama’
al-Iqtishad al-Islami. MES didirikan tanggal 26 Maret 2001 dan dideklarasikan
pada tanggal 27 Maret 2001 di Jakarta. Kontribusi MES dalam mensosialisasikan
ekonomi syariah sangat diperhitungkan. Bahkan, MES telah menyelenggarakan
Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Jakarta pada bulan Mei 2006 bertepatan
dengan penyelenggaraan Indonesia Sharia Expo I. MES telah mendedikasikan
sebagai mitra pemerintah (legislatif
dan eksekutif), Bank Indonesia (BI)
dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengembangkan ekonomi syariah. Majelis
Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga resmi yangn mengeluarkan fatwa tentang
ekonomi syariah ikut mendorong pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai
Pusat Keuangan Syariah Dunia.
Potensi
dan Tantangan
Aries Mufti (Ketua Dewan Pakar Ekonomi
Syariah Indonesia) menilai, bahwa pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia
merupakan yang terbaik di dunia. Pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia
mencapai 39% setiap tahunnya. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi konvensional yang hanya sebesar 19%. Peranan ekonomi syariah dalam mengembangkan ekonomi
Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa di masa depan. Perlu diketahui, perkembangan
ekonomi syariah di Indonesia tidak terlepas dari beberapa faktor pendorong,
yaitu: 1) Faktor eksternal, penyebab
yang datang dari luar negeri, berupa perkembangan ekonomi syariah di
negara-negara lain, baik yang berpenduduk mayoritas Muslim maupun tidak, 2) Faktor internal, kenyataan bahwa
Indonesia ditakdirkan menjadi negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di
dunia, 3) Faktor politis, membaiknya
”hubungan” Islam dan negara menjelang akhir milineum lalu membawa angin segar
bagi perkembangan ekonomi dengan prinsip syariah, 4) Meningkatnya keberagamaan masyarakat, munculnya kelas menengah
Muslim perkotaan yang terdidik dan religius membawa semangat dan harapan baru
bagi industri keuangan syariah, 5) Pengalaman
bahwa sistem keuangan syariah tampak cukup kuat menghadapi krisis moneter tahun
1998. Bank syariah masih dapat berdiri kokoh ketika ”badai” tersebut
menerpa dan merontokkan industri keuangan di Indonesia, dan 6) Faktor rasionalitas bisnis pun turut
membesarkan ekonomi syariah. Bagi kelompok masyarakat yang tidak cukup
dapat menerima sistem keuangan syariah berdasarkan ikatan emosi (personal attachment) terhadap Islam,
faktor keuntungan menjadi pendorong mereka untuk terjun ke bisnis syariah.
Oleh sebab itu, banyak sumbangan yang telah diberikan oleh ekonomi
syariah dalam membangun ekonomi Indonesia. Ada 3 hal yang menjadi sumbangan
ekonomi syariah bagi ekonomi Indonesia, yaitu: 1) Memberikan andil besar bagi perkembangan sektor riil. Hal ini
disebabkan oleh pengharaman bunga bank atau riba. Akhirnya, dana yang dikelola
oleh lembaga-lembaga keuangan syariah dimanfaatkan ke sektor riil, 2) Melalui
industri keuangan syariah ikut andil dalam menarik investasi luar negeri ke
Indonesia, terutama dari negara-negara Timur Tengah. Munculnya peluang
investasi syariah di Indonesia menarik minat investor dari negara-negara petro-dollar untuk menanamkan modalnya
di Indonesia, dan 3) Mendorong timbulnya perilaku ekonomi yang etis di
masyarakat Indonesia. Maksudnya ekonomi syariah merupakan konsep ekonomi yang
berpihak kepada kebenaran, keadilan dan menolak segala bentuk perilaku ekonomi
yang tidak baik, seperti sistem riba, spekulasi, dan ketidakpastian (gharar).
Banyak kemajuan sektor ekonomi yang
telah dibantu dengan hadirnya ekonomi syariah di Indonesia. Kemajuan-kemajuan
tersebut mengindikasikan bahwa potensi ekonomi syariah mampu menggeser konsep
ekonomi konvensional. Kemajuan-kemajuan yang telah disumbangkan oleh ekonomi
syariah, yaitu:
1. Di sektor perbankan,
terbentuknya BUS, KC, KCP, UPS, KK serta BPRS yang kesehatan keuangannya
tergolong baik. Sebagai bukti, tingkat kesehatan BPRS ditentukan oleh
factor-faktor kinerja keuangan dan manajemen serta hasil penilaian profil
resiko oleh pengawas atas pemeriksaan BPRS selama satu tahun berjalan (CAEL + M; Capital, Asseet Quality,
Earning/Rentability, Liquidity + Management). Tabel berikut menunjukan tingkat
kesehatan BPRS tahun 2012 dari jumlah total, tidak jauh berbeda dengan tahun
sebelumnya (2011) sebagai berikut:
2. Di sektor pasar modal,
produk keuangan syariah seperti reksadana dan obligasi syariah juga terus
meningkat. Jumlah obligasi syariah sekarang ini mencapai 17 buah dengan nilai
emisi mencapai 2,209 triliun rupiah.
3. Di sektor saham,
pada tanggal 3 Juli 2000 BEJ meluncurkan Jakarta
Islamic Index (JII). JII yang merupakan indeks harga saham yang berbasis
syariah terdiri dari 30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi
prinsip-prinsip syariah. Akhir Juni 2005 saja, volume perdagangan saham JII
sebesar 348,9 juta lembar saham atau 39% dari total volume perdagangan saham.
4. Sektor asuransi,
hingga Agustus 2006 ini sudah lebih 30 perusahaan yang menawarkan produk
asuransi dan reasuransi syariah.
5. Sektor mikro,
perkembangannya cukup menggembirakan. Lembaga keuangan mikro syariah seperti
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terus bertambah, demikian juga dengan aset dan
pembiayaan yang disalurkan. Sekarang sedang dikembangkan produk-produk keuangan
mikro lain, seperti micro-insurance
dan micro-mutual-fund (reksa dana
mikro).
Melihat potensi yang besar dari penerapan ekonomi syariah tersebut, diharapkan
semua elemen yang ada dalam ekonomi syariah harus mendapatkan pengawalan dalam aplikasi
sistem dan pelaksanaannya. Semata-mata untuk menghindari melencengnya
prinsip-prinsip Islam yang ada dalam kegiatan operasional lembaga syariah. Alasan
lain adalah untuk menghindari agar sistem ekonomi syariah di Indonesia tidak
dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga keuangan yang berkedok syariah.
Selain potensi ekonomi syariah
yang besar, kenyataannya juga menghadapi tantangan yang harus dipecahkan. Awalnya,
tantangan terbesar mengembangkan ekonomi syariah adalah meningkatkan kesadaran
(awareness) masyarakat dan
meningkatkan preferensi menggunakan
jasa keuangan syariah. Sebabnya karena
penetrasi perbankan di Indonesia masih kecil. Kondisi tersebut menjadi kesempatan
besar bagi perbankan syariah untuk ikut mendukung program inklusi keuangan. Apalagi, segmen yang digarap syariah kebanyakan
di kelas Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berkontribusi besar dalam
perekonomian Indonesia. Hadirnya ekonomi syariah juga menghadapi tantangan lain
yang tidak kalah besar dari dunia internasional. Mengapa demikian? Dunia
internasional saat ini takut dengan gerakan ekonomi syariah yang berasal dari
Indonesia, bukan dari negara Timur Tengah. Pakar ekonomi syariah Adiwarman
Karim memaparkan tiga alasannya, yaitu: 1) Ekonomi syariah di Indonesia
merupakan gerakan rakyat (people movement),
bukan dari pemerintah mau pun orang kaya, 2) Gerakan ekonomi syariah di
Indonesia bertujuan untuk memberikan manfaat kepada orang lain dan mengurusi Hak
Asasi Manusia (HAM), 3) Gerakan ekonomi syariah di Indonesia dilakukan secara
serius, tulus dan ikhlas. Gerakan ini bertujuan untuk menegakkan apa yang
diajarkan dalam agama Islam.
Tantangan-tantangan yang dihadapi ekonomi syariah masih bisa diatasi karena
alasan kuat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi Indonesia. Faktor-faktor
yang menjadikan tantangan ekonomi syariah bisa dihilangkan adalah:
1.
Penduduk
Pada tahun
2010, jumlah penduduk yang beragama Islam di Indonesia kurang lebih 85,1% dari total
jumlah 240.271.522 penduduk (http://id.wikipedia.org). Kondisi ini menjadi alasan
untuk mendukung perkembangan dan kontribusi ekonomi syariah di Indonesia.
2.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Menurut Edy
Suandi Hamid (2010) mengatakan, bahwa permintaan akan jasa keuangan dan praktek
ekonomi berbasis syariah berkembang lebih cepat dari perkembangan terkait
pemikiran dan konsep mengenai ekonomi Islam. Ini berarti bahwa Sumber Daya Insani
(SDI) masih sangat dibutuhkan. Meskipun, dalam tugas-tugas akademik dan
intelektual untuk merumuskan berbagai pemikiran ekonomi Islam masih jauh dari
mencukupi. Tetapi, Dede Rosyada (2011) mempunyai jawaban, yaitu dengan adanya berbagai
program telah dirintis dan diselenggarakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dalam
kerangka meningkatkan mutu dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan
PTAI, baik berupa peningkatan kualifikasi pendidikan melalui beasiswa program
S2/S3, sertifikasi dosen, short course
dan refresher program ke berbagai
perguruan tinggi ternama di luar negeri dan workshop peningkatan kompetensi
dosen.
3.
Pemerintah
Pemerintah
melakukan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, antara lain diberlakukannya
UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No. 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Menurut Edy Suandi Hamid (2010) menegaskan,
bahwa UU No. 19 Tahun 2008 dapat disebut sebagai upaya pemerintah meningkatkan
porsi pembiayaan pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah dari
obligasi negara dan surat berharga lainnya yang memiliki peluang besar bagi
Indonesia untuk memperoleh investor dari Timur Tengah maupun umat Islam
Indonesia sendiri. Apalagi, menurut Edy Suandi Hamid (2010) mengatakan, bahwa
sampai saat ini, pembiayaan murabahah
(jual-beli) masih mendominasi komposisi pembiayaan bank syariah. Ini berarti
bahwa bank syariah masih belum berani bermain pada pembiayaan untuk investasi
riil yang memang membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan pembiayaan
jual-beli.
Banyak solusi yang dapat dilakukan
para pelaku industri dalam mempercepat pertumbuhan industri keuangan syariah,
seperti: 1) Mengemas produk yang lebih
beragam, menerapkan strategi pemasaran yang jitu, dan melakukan sosialisasi
yang efektif, dan 2) Jumlah Sumber Daya Insani (SDI) keuangan syariah juga
perlu ditambah dan kualitasnya harus ditingkatkan untuk mengimbangi pertumbuhan
industri yang sangat pesat. Solusi yang lain yang mampu mendongkrak percepatan industri
keuangan syariah adalah adanya pemberian izin kepada bank umum konvensional
untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank
konvensional menjadi bank syariah. Langkah ini sebagai respon dan inisiatif
dari perubahan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 sebagai pengganti Undang-undang
pengganti UU No.7 tahun 1992 yang mengatur dengan jelas landasan hukum dan
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah.
Penutup
Predikat ekonomi syariah sebagai konsep ekonomi terbaik dan
menguntungkan bukan hanya muncul begitu saja. Penerapan yang telah dilakukan industri
keuangan syariah dewasa ini menunjukan betapa pesat perkembangan konsep ekonomi
syariah. Industri keuangan syariah juga tahan segala krisis ekonomi. Sebagai
bukti, keberhasilan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mampu melewati krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998. BMI juga telah menunjukkan kinerja yang
semakin meningkat dan menakjubkan. Bahkan, BMI tidak menerima sepeser pun
bantuan dari pemerintah. Yang lebih fantastis adalah BMI mampu memperoleh laba
Rp. 300 miliar lebih. Harapan yang besar untuk para pengusaha dan kalangan yang
memahami ekonomi syariah agar dapat menerapkan konsep ekonomi syariah secara
menyeluruh (kaffah) di Indonesia.
Lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia mencapai 39%
setiap tahunnya. Jumlah yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan konsep ekonomi
konvensional yang hanya sebesar 19%. Saat ini, Indonesia telah menjadi negara
dengan Islamic Micro Finance terbesar
di dunia. Alasannya, Indonesia sudah memiliki 22 ribu gerai koperasi syariah
dan Balai Mandiri Terpadu. Akhirnya, konsep ekonomi syariah memberi harapan
besar demi berkembangnya perekonomian di masa depan. Kesejahteraan rakyat pun
mampu diraih.
Daftar
Pustaka
Al-Qur'an Surah Al-Baqarah: 275
Bank Indonesia (BI). (2012). Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2012. Jakarta: Departemen
Perbankan Syariah BI.
Dede Rosyada. (2011). Peningkatan Kompetensi Dosen Perguruan
Tinggi Agama Islam.
Edy Suandi Hamid. (2010). Ekonomi Islam di Indonesia: Kontribusi dan Kebijakan Pemerintah bagi
Pengembangannya.
Tempo.
(2012). Ekonomi Syariah Indonesia Dinilai
Terbaik di Dunia.
UU
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
UU
No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional.
UU
No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/12/29/perkembangan-ekonomi-syariah-di-indonesia/
http://ekonomisyariah.info/blog/2013/09/26/analisis-prospek-kontribusi-ekonomi-syariah-di-indonesia/
http://ekonomiprofetik.wordpress.com/2009/03/24/perkembangan-ekonomi-syariah-di-indo
nesia-dan-kontribusinya-bagi-pembangunan-nasional/
http://ekonomisyariah.info/blog/2013/11/01/peluncuran-gres-akan-diresmikan-presiden-sby/
http://islamwiki.blogspot.com/2012/08/pengertian-syariah-dalam-arti-luas-dan.html
http://www.majalahekonomisyariah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=22:kh-maruf-amin&catid=5:sosok&Itemid=6
5 comments for "POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI SYARIAH INDONESIA DI MASA DEPAN"
trus apakah bank syariah dapat bersaing dengan bank konvesional yang mana bank konvesional lebih banyak nasabahnya ketimbang bank syariah.
trimakasih, walaikumusalam..