Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Munti Gunung, Berbenah untuk Bali




Munti Gunung, kini berbenah untuk nama baik Bali (Sumber: dokumen pribadi)





Munti Gunung in story …

Seorang ibu memanggul barang bawaan, yang ditaruh di atas kepala. Ia bersama seorang anak kecil dan balita yang masih digendongnya. Memasuki setiap toko atau warung, menengadahkan tangannya tanpa sepatah katapun. Berharap masih ada orang yang iba dan peduli. Memohon rupiah untuk menyambung hidup. Ia tidak seperti pengemis biasanya, dengan kalimat mengiba sambil berucap, “kasihani saya pak, bu, minta rejekinya”. Ibu itu berbeda, tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Ia hanya menjulurkan tangannnya, setiap ia memasuki warung atau toko. Orang pun mahfum bahwa ia sedang berharap kasihan atau mengemis.

Munti Gunung, Sebuah Napak Tilas

Ilustrasi di atas adalah salah satu potret segelintir masyarakat Bali, yang berada di ujung utara, yaitu Munti Gunung. Fenomena pengemis, benar-benar mengganggu ketertiban umum. Beberapa kabupaten Bali berkali-kali memulangkan para pengemis ini ke kampung halamannya, sekaligus didata. Namun, fenomena ini tak surut juga. Jika anda jalan-jalan di Kota Denpasar, maka anda tak sulit untuk mencari sosok pengemis tersebut.  

Fenomena “mengemis” di beberapa kota besar di Bali memang dikenal dari Munti Gunung. Itu bukanlah hal baru. Keberadaannya, kadangkala mengganggu denyut pariwisata Bali. Namun, jika ditelusuri langsung, maka fenomena tersebut tak bisa lepas dari kondisi Munti Gunung, daerah asalnya.

Saya dua kali datang langsung ke Munti Gunung. Pertama kali, saya datang ke lokasi tersebut pada tahun 2013 lalu. Persis, pada saat musim kemarau. Di mana, daun-daun pepohonan banyak yang meranggas. Pohon yang bisa tumbuh di kawasan ini seperti jambu mete, pohon palem dan lain-lain. Masyarakat sekitar tidak bisa menanam padi. Karena, kawasan ini benar-benar kekurangan air. Jaman dulu, kawasan ini merupakan tempat penyebaran tumpahan lahar dari letusan Gunung Agung. Jadi, meskipun  masyarakat Bali sudah dilanda musim hujan pada umumnya. Namun, kawasan Munti Gunung hanya menerima “gerimis” saja.

Saat itu udara benar-benar panas. Jalan berdebu dan beterbangan saat sepeda motor lewat dengan kencangnya. Saya melihat beberapa anak sekolah SD berjalan kaki tanpa sepatu menuju sekolah. Sungguh, kondisi yang tidak bisa anda bayangkan, di balik glamournya pariwisata Bali.


SD Negeri 1 Tianyar Barat yang berada di Kawasan Munti Gunung Kabupaten Karangasem (Sumber : dokumen pribadi)


Kemarin, 15 Pebruari 2020, saya menyempatkan datang lagi ke lokasi, setelah 7 tahun berselang. Seperti napak tilas, ingin tahu kondisi terkini masyarakat Munti Gunung. Perlu diketahui bahwa jarak Munti Gunung dari Kota Denpasar kurang lebih 120 km. Pukul 07 pagi, saya berangkat dan sampai di lokasi kurang lebih pukul 10 pagi. Jalur perjalanan, benar-benar lupa. Maklum, sudah 7 tahun. Namun, dengan melihat rambu-rambu lalu lintas, maka saya pun sampai di lokasi.

AIR BERSIH SANGATLAH BERHARGA

Akses ke Munti Gunung mudah sekali. Dari jalur jalan raya Denpasar-Singaraja, anda tinggal belok ke kiri. Di situ terdapat pasar kecil yang menuju arah Munti Gunung. Sedangkan, jarak ke Munti Gunung kurang lebih 1,5 km. Sungguh, ada yang berbeda. Saat saya memasuki kawasan Munti Gunung. Sepeda motor mulai banyak berlalu-lalang. Dari merek-merek ternama, hilir mudik keluar masuk Munti Gunung.

Ada yang berbeda, karena saya ke sini saat musim hujan. Pohon-pohon pun sudah menghijau. Terlihat subur karena tanaman jagung mulai tumbuh di beberara tempat. Jalan masuk pun mulai tidak berdebu. Tujuh tahun yang lalu, belum banyak rumah yang dibangun. Kini, 1 km saya memasuki kawasan Munti Gunung, puluhan rumah telah dibangun. Bahkan, saya mulai meilhat rumah kategori mewah di kawasan ini. Karena, rumah menggunakan antena parabola.

Perlu diketahui bahwa di Munti Gunung sangatlah susah untuk mendapatkan air bersih. Itulah sebabnya. Saya melihat beberapa rumah yang membuat tandon besar untuk menyimpan air. Sayang, teknologi penyimpan air dengan tenaga matahari (solar cell)  bantuan dari Australia menjadi terbengkelai alias tidak berguna. Entah apa sebabnya?



Teknologi tenaga surya (solar cell) untuk menyimpan air bantuan dari Australia terlihat tak terurus (Sumber: dokumen pribadi)


Saya juga melihat beberapa warga mulai membuka warung. Di mana, tujuh tahun lalu saya hanya melihat 1 warung besar. Persis di depan Rumah Pintar yang dibangun era Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lebih miris lagi, Rumah Pintar yang menyimpan banyak kenangan tersebut sepertinya tidak terurus. Banyak rumput atau tumbuhan semak-semak yang ada di sekitarnya. Salah siapa?  Tanyakan pada rumput yang bergoyang.

Jujur, Munti Gunung telah banyak berubah dan berbenah ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain, tingkat perekonomian mulai membaik. Saya yakin, Pemerintah Kabupaten Karangasem juga benar-benar fokus untuk memberdayakan masyarakat Munti Gunung. Agar, ia mau kembali ke kampung halamannya. Berkarya, berkreasi untuk masa depan yang lebih baik, bukan untuk mengemis yang mencoreng nama baik. Baik untuk Pemerintah Kabupaten atau pariwisata Bali.

Lantas, apa yang harus dilakukan Pemerintah Daerah ketika masyarakat Munti Gunung masih mau mengemis. Perlu tindakan tegas dan sosialisasi berkelanjutan. Di mana, dengan alasan apapun, mengemis adalah perbuatan yang tIdiak pantas untuk dilakukan.  Bukan hanya merendahkan martabat, tetapi mengemis bisa merusak nama baik. Jangan sampai “Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga”.

Itulah sebabnya, Pemerintah Provinsi Bali melarang keras melalu Peraturan Pemerintah untuk tidak memberikan uang kepada pengemis. Dan, anjuran ini sudah disebar melalui spanduk atau pamflet di seluruh Bali, khususnya di berbagai persimpangan jalan raya.

Memberi uang kepada pengemis akan memberi peluang kebiasaan jelek. Oleh sebab itu,  berhentilah menjadi pengemis, berhentilah menjadi “benalu” atau ‘tuba” di balik denyut pariwisata Bali yang semakin meningkat. Yuk, berkarya dengan kreasi yang terbaik.

Terima kasih Munti Gunung, engkau telah banyak berubah.

          

Post a Comment for "Munti Gunung, Berbenah untuk Bali"