Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Yuk, Memutus Mata Rantai Anemia Demi Kesehatan Lintas Generasi

 

Sinergi yang baik dalam memutus mata rantai anemia di Lintas Generasi (Sumber: shutterstock/diolah)

 

 

Bangsa Indonesia mempunyai momen penting dalam sejarah. Yaitu, peringatan tentang Hari Gizi Nasional. Di mana, Hari Gizi Nasional diperingati setiap tanggal 25 Januari. Gizi Nasional akan mencerminkan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak bangsa. Permasalahan gizi nasional tersebut pernah dibahas dalam beberapa webinar, yang diadakan oleh Danone Indonesia.

Setidaknya ada enam (6) golongan umur yang menciptakan kondisi Gizi Nasional, dan masih dihadapi bangsa Indonesia. Salah satu masalah gizi nasional yang menjadi perhatian penting adalah Anemia. Anemia terjadi bukan hanya pada kurun waktu tertentu. Tetapi, masalah anemia telah menjadi masalah penting Bangsa Indonesia untuk Kesehatan Lintas Generasi. Karena, masalah anemia terjadi pada anak bangsa bagai sebuah Devil’s Circle (Lingkaran Setan)  

 

Masalah Gizi Nasional (Sumber: Prof. DR. drg. Sandra Fikawati, M.P.H/diolah)

 

Untuk menciptakan generasi bangsa yang sehat dan pintar di masa depan. Maka, hal penting yang dilakukan Bangsa Indonesia adalah melakukan Pemenuhan Gizi Nasional. Apalagi, masalah anemia menjadi masalah Kesehatan Lintas Generasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah masalah pemenuah gizi sejak awal kehidupan anak. Pemenuhan Gizi tersebut akan memberikan efek jangka pendek dan jangka panjang bagi kesehatan anak bangsa.

Menurut (Unicef, 2001) menyatakan bahwa efek pemenuhan gizi di awal kehidupan pada masa janin dan anak-anak memberikan dampak pada jangka pendek dan jangka panjang. Ada 3 efek jangka pendek dan jangka panjang yang akan terjadi, yaitu:

1.      Perkembangan anak (jangka pendek) è Kemampuan kognitif dan Pendidikan (jangka panjang)

2.      Pertumbuhan, massa otot dan komposisi tubuh (jangka pendek) è Imunitas dan kepuasan kerja (jangka panjang)

3.      Metabolic Programming dari glukosa, lemak, protein, hormon dan reseptor gen  (jangka pendek) è Diabetes, obesitas, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker, stroke dan penuaan   (jangka panjang)   

 

Zat Besi di Awal Kehidupan 

Mengapa masalah anemia harus diatasi sejak periode awal kehidupan anak? Seperti telah dibahas di atas. Bahwa, masalah anemia terjadi pada Kesehatan Lintas Generasi. Oles sebab itu, kesehatan anak sejak 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) harus diperhatikan sebaik mungkin. Jika tidak, maka akan terjadi malnutrisi di periode berikutnya.

Dampak yang akan terjadi adalah kondisi stunting pada anak-anak. Sebagai informasi bahwa stunting juga terjadi bagai Devil’s Circle (Lingkaran Setan). Adapun, siklus stunting adalah 1) ibu yang malnutrisi; 2) bayi yang berat badannya rendah; 3) anak stunting; dan 4) remaja putri malnutrisi.

Salah satu gizi penting yang menjadi perhatian adalah Pemenuhan Zat Besi. Di mana, zat besi termasuk zat gizi mikro dan jumahnya sedikit. Jika, kekurangan zat besi (Defisiensi Zat Besi) akan langsung terlihat dampaknya. Kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap. Di mulai dari penurunan jumlah zat besi pada tubuh anak. Selanjutnya, tubuh mulai membuat lebih sedikit sel darah merah.  Kondisi tubuh inilah yang sangat riskan menimbulkan Anemia.

Perlu diketahui bahwa tanda dan gejala Defisiensi Zat Besi adalah: 1) sulit konsentrasi saat belajar dan produktivitas menurun; 2) Lemah, Letih, Lesu, Lemas dan Lunglai (5L); 3) bagian bawah mata pucat dan pandangan sering berkunang-kunang; dan 4) kuku dan telapak tangan pucat. Dan, yang paling berbahaya adalah dampak Defisiensi Zat Besi akan berdampak pada kognitif anak. Kesehatan anak menjadi taruhan masa depan bangsa.

Dalam presentasi webinarnya di acara Nutrisi Untuk Bangsa yang berjudul “Pentingnya Zat Besi untuk Anak Usia PAUD” tanggal 25 Januari 2021 lalu. Ahli Gizi Kesehatan Ibu & Anak dan Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Ibu Prof. DR. drg. Sandra Fikawati, M.P.H menyatakan bahwa Defisiensi Zat Besi bisa menimbulkan beberapa kondisi kognitif anak, seperti: 1) mengganggu performa intelektual dan performa kognitif; 2) anemia gizi besi menimbulkan terlambatnya perkembangan psikomotor dan terganggunya performa kognitif pada anak usia sekolah dan pra sekolah; 3) anak usia 6-16 tahun yang mengalami defisiensi zat besi, memiliki nilai rata-rata tes matematika dan membaca yang lebih rendah, dibandingkan dengan anak dengan kadar zat besi normal; 4) beberapa struktur di otak memiliki kandungan zat besi yang sama, seperti yang ada dalam hati; 5) pasokan zat besi untuk sel-sel otak berlangsung selama fase awal perembangan otak; 6) kekurangan besi di awal perkembangan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak yang tidak dapat diperbaiki; dan 7) menurut badan kesehatan dunia (FAO/WHO, 2001) menyatakan bahwa sekitar 10%, zat besi di otak manusia ada saat lahir. Pada usia 10 tahun, otak baru mencapai setengah kandungan besi normal. jumlah yang optimal pertama dicapai pada usia 20-30 tahun.

Oleh sebab itu, salah satu cara terbaik untuk mencegah Defisiensi Zat Besi adalah pemenuhan zat besi yang baik. Ternyata, hati ayam (hewani) dan kecipir (nabati) mempunyai kandungan zat besi yang tinggi dibandingkan dengan lainnya. Selengkapnya, bahan makanan dan kandungan sumber zat besi, bisa anda lihat pada tabel berikut.

 

Bahan makanan dan kandungan sumber zat besi (mg/100mg) (Sumber: Prof. DR. drg. Sandra Fikawati, M.P.H/diolah)

 

Waspada Anemia 

Anemia merupakan suatu kondisi rendahnya kadar Hb (Hemoglobin) dibandingkan dengan kadar normal, yang menunjukan kurangnya jumlah sel darah merah yang bersirkulasi. Masalah anemia menjadi perhatian serius bangsa Indonesia. Anemia bisa dilihat dengan gejala-gejala sebagai berikut.

 

Gejala anemia (Sumber : Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK/diolah)

 

Perlu diketahui bahwa anemia diklasifisikan berdasarkan umur. Juga, terbagi berdasarkan kondisi anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat. Untuk lebih jelasnya, anda bisa lihat pada tabel berikut. 

 

Populasi anemia berdasarkan umur (Sumber : Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK/diolah) 

 

Menurut Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Indonesian Nutrition Association (INA) Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK yang disampaikan dalam acara webinar Danone Indonesia tanggal 28 Januari 2021 lalu, menyatakan bahwa anemia akan memberikan dampak jangka panjang anemia, yaitu: 1) daya tahan tubuh menurun; 2) kebugaran menurun; 3) infeksi meningkat; 4) kinerja menurun; dan 5) prestasi menurun. Maka, memahami penyebab anemia sangatlah penting. Adapun, penyebab anemia bisa dilihat pada gambar berikut.

 

Penyebab anemia (Sumber : Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK/diolah) 

 

Dari gambar di atas, menunjukan bahwa masalah asupan makanan menjadi penyebab anemia. Kondisi ini sangat berbahaya, jika terjadi Ibu Hamil. Di mana, Ibu Hamil adalah sosok yang akan melahirkan generasi bangsa. Gejala anemia pada Ibu Hamil bisa terlihat dengan kondisi sebagai berikut : 1) wajah, terutama kelopak mata dan bibir pucat; 2) kurang nafsu makan; 3) Lesu dan Lemah; 4) cepat Lelah; dan 5) sering pusing dan mata berkunang-kunang.

Ketika Ibu Hamil mengalami kondisi anemia, maka akan menimbulkan dampak ke generasi berikutnya. Anak yang dilahirkan cenderung akan mengalami kondisi anemia. Karena, asupan makanan yang terjadi pada Ibu Hamil. Khususnya, sumber bahan makanan yang mengandung Zat Besi sangat rendah.  Kondisi tersebut akan berlanjut ke anak-anak yang dilahirkan.

Ketika, asupan makanan yang mengandung zat besi rendah pada Ibu Hamil. Maka, seperti ibunya, anemia akan terjadi pada anak atau generasi berikutnya. Adapun, gejala anemia pada anak seperti : 1) rewel; 2) lemas; 3) pusing; 4) tidak nafsu makan; 5) gangguan konsentrasi; 6) gangguan pertumbuhan; 7) cenderung mengantuk; dan 8) tidak aktif bergerak. 

Oleh sebab itu, pemenuhan gizi pada anak perlu diperhatikan sebaik mungkin. Adapun, penyebab anemia pada anak adalah:

 

Penyebab anemia pada anak (Sumber : Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK/diolah)

 

Menarik, proporsi anemia Ibu Hamil mengalami peningkatan. Berdasarkan Riskedas tahun 2013 menyatakan bahwa proporsi anemia Ibu Hamil sebesar 27,1%. Dan, sesuai dengan Riskedas tahun 2018, proporsi anemia ibu hamil mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 21,8% menjadi 48,9%. Proporsi anemia terbesar terjadi pada ibu hamil dengan rentang umur 16-24 tahun.

 

Proporsi anemia ibu hamil (Sumber: Riskedas, 2013&2018/diolah)

 

Bukan hanya Ibu Hamil penyandang anemia yang mengalami peningkatan. Bahkan,  Prevalensi Anemia pada Balita juga mengalami peningkatan. Berdasarkan Riskedas tahun 2013, Prevalensi Anemia Defisiensi Zat Besi pada balita di Indonesia sebesar 28,1%. Anemia yang terjadi pada balita dan anak melebihi prevalensi anemia nasional. Anda bisa melihatnya pada gambar berikut.

 

Prevalensi anemia pada balita (Sumber : Riskedas, 2013/diolah)

 

Selanjutnya, berdasarkan Riskedas tahun 2018, prevalensi Anemia pada Balita mengalami peningkatan 10,4% menjadi 38,5%. Bahkan, sekitar 50-60% disebabkan karena kekurangan zat besi. Sebagai informasi, Anemia Difisiensi Zat Besi (ADB) lebih rentan dialami pada akhir masa bayi dan awal masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan zat besi dan makanan yang dikonsumsi Ibu Hamil atau anak. 

 

Memutus Mata Rantai Anemia 

Anemia menjadi musuh bangsa Indonesia. Karena, terjadi pada Kesehatan Lintas Generasi. Kondisi tersebut membutuhkan sinergi yang baik dari berbagai pihak. Masyarakat perlu diberikan pemahaman mendalam tentang pemenuhan gizi yang baik secara berkesinambungan. Salah satunya adalah perlunya pemenuhan zat besi sejak periode awal kehidupan.

Selain saat masih janin, dua tahun pertama anak bangsa adalah periode emas pemenuhan gizi yang baik. Itulah sebabnya, jumlah konsumsi makanan sumber hewani anak usia 12-23 bulan harus diperhatikan dengan baik. Miris, apa yang dilansir oleh (Unicef, 2016) bahwa secara global, jumlah konsumsi makanan sumber hewani anak usia 12-23 bulan sangat kurang. Fakta menunjukan bahwa 1/3 anak usia 2 tahun hampir tidak mengonsumsi makanan sumber hewani sama sekali. Kondisi ini sangat berdampak pada kesehatan generasi bangsa di masa depan.

Tentu, hal terbaik adalah dibutuhkan upaya pendekatan masalah kesehatan berkelanjutan lintas usia. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan adalah :

1.      Pemeriksaan kehamilan (pemberian zat besi dan asam Folat)

2.      Persalinan (pemberian vitamin K, Imunisasi Hep. B).

3.      Pelayanan bagi bayi (Pemberian ASI Eksklusif, imunisasi dasar lengkap, pemberian makan).

4.      Pelayanan bagi balita (pemantauan balita sakit & pemantauan tumbuh kembang).

5.      Pelayanan bagi anak SD (UKS).

6.      Pelayanan bagi anak SMP, SMA dan Remaja (Kesehatan reproduksi remaja & kebutuhan gizi atau zat besi).

7.      Usia kerja (kesehatan kerja industri). 

Meskipun, anemia bisa terjadi pada Kesehatan Lintas Generasi. Namun, Pemerintah memberikan perhatian serius kepada Remaja Putri, Ibu Hamil dan Anak. Mengapa? Karena, ketiga golongan tersebut adalah cikal bakal rantai generasi bangsa Indonesia di masa depan. Remaja putri adalah calon ibu di masa mendatang. Ibu hamil sangat penting untuk diperhatikan dalam hal pemenuhan gizinya. Dan, dari ibu hamil tersebut akan melahirkan anak-anak untuk menjadi generasi pemimpin bangsa yang pintar dan sehat.  

Maka dari itu, Pemerintah dan pihak yang terkait melakukan sinergi untuk melakukan upaya penanganan anemia pada Remaja Putri, Ibu Hamil dan Anak. Untuk lebih jelasnya bisa anda lihat pada gambar berikut.

 

Upaya penanganan anemia pada remaja putri, ibu hamil dan anak (Sumber : Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK/diolah)

 

Dari gambar di atas menunjukan bahwa upaya penanganan anemia pada Remaja Putri, Ibu Hamil dan Anak melibatkan berbagai pihak, termasuk pada lingkup yang kecil yaitu keluarga dan lingkup yang besar yaitu masyarakat. Upaya penanganan anemia pada lintas generasi saat ini akan melahirkan generasi bangsa Indonesia di masa depan.

Ketika, ketiga golongan lintas generasi tersebut mengalami pemenuhan gizi yang baik. Maka, prevalensi anemia defisiensi zat besi bisa diminimalisir. Bila perlu bisa dalam kondisi zero (kosong). Dampaknya, akan melahirkan generasi bangsa Indonesia yang pintar dan sehat di masa mendatang.  


Post a Comment for "Yuk, Memutus Mata Rantai Anemia Demi Kesehatan Lintas Generasi"