KASUS GACOAN KOTABARU, SIAPA SALAH?
Kasus keributan di Restauran
Gacoan Kotabaru Yogyakarta (Sumber: @merapi_uncover.screenshot)
Hari ini, Kata GACOAN menjadi trending di jagat
Twitter. Kasus yang menghebohkan di Jogja Istimewa. Kasus keributan yang
melibatkan driver ojol dan karyawan Restoran Gacoan berlangsung tanggal 13
November 2021 kemarin hingga dini hari.
Saya pribadi mengakui bahwa Restoran Gacoan menjadi
restoran yang tetap ramai menerima pelanggan. Baik untuk menikmati secara offline
dan online. Beruntung sekali, setiap saya memesan offline untuk take
order di Gacoan kawasan Teuku Umar Barat, tidak mengalami antrian yang
mengular. Hanya membutuhkan waktu antara 15-20 menit.
Namun, membaca berita kasus Gacoan Kotabaru Yogyakarta yang
trending menyisakan kepediahan, betapa pedihnya kehidupan masyarakat
saat Pandemi Covid-19. Dalam opini saya artikel ini, saya tidak akan berpihak
di salah satu sisi. Karena, kedua belah pihak, bisa dikatakan sama-sama benar
dengan alasan yang menguatkan.
SISI DRIVER OJOL
Menurut berita yang saya baca secara seksama di timeline
Twitter, kasus Gacoan Kotabaru ini bermula dari antrian yang sangat
panjang. Dari kondisi ini, saya merasakan, betapa sabarnya driver ojol
untuk memenuhi permintaan pelanggan secara online.
Dari sisi driver ojol, pelayanan yang prima, cepat
dan akurat akan memberikan penghargaan di ranah digital. Pelangaan akan dengan
senang hati memberikan penilaian review dengan bintang 4 atau 5. Hal ini
akan membuat driver ojol menjadi driver yang dipercaya pelanggan
dan perusahaan ojol itu sendiri. Bahkan, driver ojol yang bersangkutan
akan mudah mendapatkan banyak pelanggan. Tentu, muaranya masalah penghasilan driver
ojol untuk menghidupi keluarganya.
Jujur, saya adalah tipe yang paling sabar dalam menunggu pesanan
online. Saya merasakan bagaimana kinerja ojol yang baik untuk berusaha
menyenangkan pelanggannya. Jadi, saya sering menunggu hingga 1 jam untuk
menunggu pesanan datang. Saya menganggap bahwa tidak ada driver ojol
yang ingin mengecewakan pelanggan. Makanya, saya selalu memaklumi, apapun
kondisinya.
Bahkan, saya selalu mendoakan driver ojol agar
diberikan rejeki berlimpah. Meskipun, seringkali mood untuk menikmati
kuliner pesanan online menjadi hilang. Tetapi, saya berusaha seandainya
saya menjadi mereka (driver ojol). Mereka pasti ingin berbuat terbaik
untuk keluarga, pelanggan dan masa depan ekonominya.
Nah, masalahnya adalah tidak semua pelanggan yang belanja
kuliner secara online mau bersabar dan memahami kinerja sang driver
ojol. Banyak pelanggan yang belum bisa memahami kondisi nyata di lapangan. Salah
satunya adalah antrian panjang yang mengular.
Sementara, pelanggan di rumah atau di kantor maunya, “saat
itu pesan, dan tidak lama pesanan datang di hadapan mereka”. Padahal,
kenyataannya, sang driver ojol berjuang dengan mengantri, bersabar dan
deg-degan jika pesanan begitu lama. Hal yang paling menakutkan driver
ojol adalah pesanan sudah tercatat. Maka, driver ojol harus menanggung
tagihan pesanan pelanggan terlebih dahulu.
Kondisi semakin mengecewakan, ketika pesanan belum juga
jadi. Tahu-tahu, sang pelanggan nun jauh di sana “meng-cancel” pesanannya.
Ibarat pepatah, sudah jatuh, tertimpa tangga dan masuk ke mulut buaya. Sungguh,
menyakitkan.
Jika driver ojol dalam kondisi keuangan yang
pas-pasan, berharap untuk mendapatkan pemasukan. Tetapi nyatanya, uang yang ada
untuk membeli pesanan pelanggan, yang tidak dibutuhkan. Dengan kata lain, driver
ojol rugi bandar, karena harus membayar tagihan pesanan pelanggan yang gagal.
Saya merasakan sekali bahwa siapapun dalam kondisi yang
menghimpit ini, akan merasakan sangat kecewa. Itulah sebabnya, kondisi driver
ojol di antrian Gacoan Kotabaru menunjukan emosinya. Ketika, pesanannya di-cancel
pelanggan karenan pesanan lama datang. Bahkan, menurut berita yang trending,
sampai menendang kursi restoran Gacoan.
SISI KARYAWAN GACOAN
Dan, mari kita analisa dari sisi karyawan. Hal yang pertama
yang harus dilakukan saat kondisi pesanan mengular. Dan, karyawan seperti keteteran,
jika saya sebagai owner atau manajemen atas berpikir manusiawi. Ingat,
karyawan pun manusia, bukan robot.
Ketika, pesanan mengular dan karyawan kelabakan, celakanya owner
atau manajemen atas justru berpikir bagaimana caranya mendulang keuntungan
setinggi mungkin. Jika ada kesempatan besar, kenapa harus ditinggalkan.
Mungkin, itulah pikiran yang ada di benak owner atau manajemen atas.
CMIIW.
Bahkan, bukan rahasia umum, bahwa kinerja karyawan pun
ditarget. Apalagi, jika target melebihi, maka karyawan akan mendapatkan bonus
lebih. Makanya, saat pesanan mengular, kondisi tersebut bagai dibiarkan. Bila
perlu kondisi mengular tersebut berlangsung setiap hari. Kan, cuan makin
mengembang.
Namun, harapan owner atau manajemen atas untuk
mendulang cuan lebih banyak, belum bisa diimbangi dengan kemampuan kinerja
karyawan. Untuk meng-cover pesanan pelanggan yang mengular. Saya selalu
mengamati kinerja karyawan yang di dapur ketika memesan secara offline.
Mereka terlihat super sibuk untuk menyiapkan pesanan pelanggan. Saya
memakluminya.
Oleh sebab itu, karyawan seharusnya diajarkan nilai
kesabaran menghadapi pelanggan yang berbeda karakter. Jika, pesanan sangat
membludak. Manajemen risiko atau manajemen konflik harus dipahami benar-benar,
jika terdapat komplain pelanggan yang tidak mengenakan hati.
Jujur, masalah manajemen pelanggan ini bukanlah masalah
gampang. Perlu pembelajaran lebih dalam. Saya sendiri pernah bergelut di
jajaran managerial lebih dari 10 tahun di dunia marketing. Saya
sangat memahami, jika ada pelanggan yang tidak terduga melakukan hal yang
sangat menakutkan.
Dari kasus Gacoan Kotabaru, saya memahami bahwa 6 karyawan Gacoan
Kotabaru melakukan pengeroyokan ke driver ojol yang sangat emosi. Karena,
driver ojol mengalami cancel pesanan pelanggan. Selanjutnya, driver
ojol lain atas nama satu profesi dan solidaritas, melakukan tindakan
bantuan. Tidak bisa dibayangkan, aksi keributan driver ojol dan karyawan
tersebut terjadi bagai api disulut bensin. Langsung berkobar seketika.
Saya sangat menyayangkan tindakan karyawan Gacoan Kotabru
yang tersulut emosi. Yang akhirnya terjadi keributan yang tidak
disangka-sangka. Andai saja, karyawan tersebut mampu memanajemen emosinya, maka
keributan tidak akan terjadi.
Tetapi, saya pun tidak menyalahkan karyawan. Saya memahami
bahwa tekanan pekerjaan yang begitu berat akan mudah sensitif. Beban target
pekerjaan dan mungkin masalah keluarga yang berat di masa pandemi bisa menjadi
pemicunya. Semua harus ditelusuri secara mendalam. Biarkan pihak yang berwajib
yang mengurusi masalah tersebut.
Jadi, siapa yang salah dalam kasus keributan tersebut. Saya
katakan TIDAK ADA YANG SALAH. Karena, saya bukan pihak yang kompeten untuk
masalah ini. Namun, yang menjadi catatan besar adalah perlunya kedua pihak
untuk mengelola emosi di manapun.
Karena, kondisi yang tertekan mudah tersulut dengan hal-hal
yang sensitif. Sang driver ojol perlu memahami segala kemungkinan
terburuk, seperti cancel pesanan pelanggan. Sama halnya dengan karyawan
Gacoan juga harus menjadi pribadi yang tetap ramah tamah, dalam menghadapi
pelanggan yang mempunyai berbagai karakter.
Ingat, bisnis apapun itu sejatinya bisnis manusia. Maksudnya, siapapun yang mampu menjangkau hati pelanggan, dialah pemenang. Tidak ada salahnya kan, karyawan mengatakan dengan baik-baik ke semua pelanggan, KAMI MOHON MAAF JIKA PELAYANAN PESANAN ANDA TERLAMBAT. SEKALI LAGI KAMI MOHON MAAF. Dan, driver ojol pun bisa mengatakan dengan baik, MAAF MAS, MBAK, APAKAH PESANAN SAYA SUDAH JADI?
Post a Comment for "KASUS GACOAN KOTABARU, SIAPA SALAH?"