Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jalur Darat Denpasar - Cilegon Ditempuh 4 Hari. Kok Bisa?

 

Kota Cilegon Banten

Kota Cilegon Banten yang menjadi tujuan saya meninggalkan Kota Denpasar Bali (Sumber: dokumen pribadi)

 

 

 

“Ngapain lama-lama pakai jalur darat. Pakai jalur udara kan lebih cepat dalam hitungan jam”.

 

BAGIAN I

 

Dalam mobilisasi antar kota, antar provinsi atau antar pulau, tentu setiap orang berharap bisa cepat sampai ke tujuan. Tidak ingin berlama-lama di jalanan yang bisa membuat badan terasa lelah dan membuang waktu sia-sia. Tetapi, perlu diingat bahwa kecepatan perjalanan sampai ke tujuan tentu ada harga mahal yang harus dibayar.

Sebagai contoh, perjalanan darat dengan bus Denpasar - Jakarta kekira membutuhkan ongkos resmi Rp600 ribu. Jika dengan jalur udara (pesawat udara), maka membutuhkan ongkos dari Rp700 ribu hingga Rp2 juta. Harga perjalanan udara tidak bisa diprediksi, tergantung musim apa yang sedang terjadi.

 

NEMBAK ONGKOS

 

Namun, percaya atau tidak, sejak tujuh tahun lalu, saya tidak pernah membeli tiket resmi (beli di agen) bus, jika melakukan perjalanan darat. Baik, perjalanan Denpasar – Yogyakarta, Denpasar – Surabaya hingga Denpasar – Jakarta. Dalam bahasa jalanan dikenal dengan NEMBAK ONGKOS. Atau, BAYAR PROFIT. Yang dimaksud NEMBAK ONGKOS ini berarti saya naik bus dengan biaya perjalanan yang hampir separonya dari harga resmi.

Dalam tulisan ini, mohon cara saya jangan ditiru. Saya sekedar berbagi pengalaman saja. Karena, NEMBAK ONGKOS akan bertemu berbagai risiko. Pertama, kenyamanan anda dalam melakukan perjalanan akan terkurangi. Mengapa? Saya selalu melakukan aksi NEMBAK ONGKOS dengan cara menyetop perjalanan bus kekira 5-10 km dari terminal atau agen perjalanan.

Tentu, dengan menembak ongkos resmi, saya harus memahami jadwal keberangkatan bus-bus yang diinginkan. Karena, saya harus tetap waspada bus-bus yang akan lewat. Takut, jadwal bus yang diinginkan sudah habis. Sayangnya, tidak semua bus jarak jauh mau berhenti, ketika saya berusaha memberhentikannya. Mungkin, bus tersebut telah penuh atau bus tidak ingin ngecer di jalan.

Kedua, harus pintar menawar ongkos bus. Alasan kedua inilah yang harus dikuasai, ketika saya ingin menembak ongkos resmi bus. Ongkos resmi bus Denpasar – Surabaya kekira Rp250ribu. Dengan patokan harga resmi tersebut, saya biasanya menembak harga pada kisaran Rp120 ribu – Rp150ribu. Kalau kondektur minta harga di atas harga tersebut, maka saya lewatkan saja.

Ongkos resmi bus Denpasar- Yogyakarta kekira Rp350ribu. Maka, saya berusaha nembak ongkos antara Rp175ribu hingga Rp200ribu. Jalur-jalur tersebut sangat familiar buat saya. Jadi, ketika deal harga nembak sudah clear, saya langsung naik, bayar di atas dan nikmati perjalanan. Tidak ada gangguan sama sekali. Sama seperti penumpang lain dengan ongkos resmi, tidak ada bedanya.

Pengalaman yang paling mengesankan adalah saat mampu nembak ongkos bus jalur Denpasar-Jakarta. Saya sudah 3 kali melakukan aksi nembak ongkos tersebut. Namun, nembak ongkos yang ketiga kalinya sebelum pandemi Covid-19 terjadi, justru memberikan pengalaman buruk.

Perlu diketahui, ongkos resmi Denpasar- Jakarta waktu itu kekira Rp500 ribu. Saya berniat mengambil hadiah berupa e-money atas hadiah menang lomba menulis. Sayang, e-money sebesar Rp1juta akan lenyap, kalau tidak diambil langsung di media online User Generated Content (UGC) Kompasiana Jakarta.

Dengan dalih untuk menghemat pengeluaran, maka saya nembak ongkos bus L***NA. Saya mencegat bus untuk perjalanan pagi hari, kekira pukul 8 pagi. Saya mencegat bus tersebut di kawasan jalur by pass Tabanan Bali. Padahal, waktu itu terminal Ubung Denpasar masih menjadi pool bus-bus jarak jauh, sebelum Terminal Mengwi beroperasi.

Saya tinggal di Denpasar, maka saya harus naik angkutan umum dahulu ke Tabanan yang jaraknya kekira 25 km dari tempat tinggal saya. Dengan ongkos Rp10 ribu naik angkutan umum, saya berangkat pagi-pagi dan berharap dapat salah satu dari 2 bus jurusan Jakarta - Denpasar yang lewat pagi hari.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Bus L***NA pun lewat. Saya mencoba menyetopnya. Alhamdulillah, bus tersebut mau berhenti. Saya pun mencoba melakukan aksi nembak harga. Akhirnya, dengan ongkos Rp250 ribu, bus tersebut mau membawa saya menuju Jakarta.

Sayang, kegembiraan saya belum berakhir. Saya justru menghadapi pengalaman buruk. Ternyata, bus tersebut telah terisi penuh. Kondektur tidak jujur kepada saya. Alhasil, saya harus mendapatkan tempat duduk di area merokok (smoking area). Kawasan yang berada paling belakang, tersekat oleh pintu kaca. Sebagai tempat bagi penumpang yang ingin merokok.

Bayangkan, saya adalah tipe alergi merokok. Tetapi, saya harus menghirup asap rokok para penumpang lelaki selama perjalanan Denpasar - Jakarta. Pengalaman mengerikan bukan sampai di situ. Saya harus 2 kali diumpetin kondektur, untuk menghindari pengecekan (kontrol). Itulah sebabnya, saya tidak bisa turun dari bus, saat waktu makan di Situbondo dan Tuban Jawa Timur. Dengan kata lain, saya dianggap seperti penumpang gelap.

Ketiga, menjadi penumpang tanpa asuransi. Saya memahami betul bahwa dengan nembak ongkos. Maka, saya tidak mendapatkan tiket resmi yang telah diakui keberadaannya oleh pihak perusahaan otobus. Jadi, maaf, seandainya bus yang saya tumpangi mengalami kecelakaan (amit-amit sih jangan sampai terjadi). Maka, pihak PO tidak akan menanggung kerugian asuransi selayaknya penumpang lain yang bertiket resmi.

Keempat, kehadiran calo. Uniknya calo-calo bus ini tahu penumpang yang akan naik bus. Sebelnya, mereka pasti bertanya tujuan kita. Kalau tidak dijawab nanti dikira sombong atau cari masalah. Tetapi, ketika kita mengatakan tujuannya. Mereka langsung mematok harga layaknya harga tiket resmi.

Dari sinilah, sering terjadi biang keributan jika kita tidak terima dengan harga tiket yang ditawarkan calo. Di mana, harganya sebelas duabelas dengan harga tiket resmi. Lha wong, saya nembak ongkos untuk menghemat pengeluaran atau kondisi keuangan sedang kering. Maka, ketika ditawarin calo dengan harga resmi, hati ini sungguh berontak. Terlalu!

 

Bersambung ke Bagian II…


Post a Comment for "Jalur Darat Denpasar - Cilegon Ditempuh 4 Hari. Kok Bisa? "