Mandhara Brasika, Sang Pendiri Griya Luhu Apps Yang Duduk Di Antara Tumpukan Sampah Di Ujung Desa
Saya yakin, bahwa tidak ada satu pun anak muda Indonesia
yang bermimpi untuk bekerja di antara tumpukan sampah yang kotor dan bau.
Apalagi, ketika gelar sarjana telah disandang di belakang namanya. Maka, bayangan
bekerja dengan duduk dikelilingi ratusan kuintal sampah akan dibuang jauh-jauh.
Karena, setiap anak muda bermimpi ingin bekerja di sebuah ruangan yang
menghembuskan AC dan terasa sejuk.
Tetapi, anggapan banyak anak muda tersebut tidak berlaku
bagi seorang Ida Bagus Mandhara Brasika yang asli orang Bali. Salah satu
pendiri dari bank sampah www.griyaluhu.org
tersebut justru melabrak rambu-rambu banyak impian anak muda. Kini, ia justru
mengembangkan Griya Luhu dan duduk di antara tumpukan ratusan kuintal sampah di
sebuah ujung desa Beng, Kabupaten Gianyar - Bali.
Kita semua tahu bahwa Bali menjadi destinasi wisata
dunia. Tetapi, di balik gemerlap dunia wisata, Bali selalu menyisakan cerita
horor tentang sampah. Menurut katadata.co.id,
berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), provinsi
Bali menghasilkan 915,5 ribu ton timbulan sampah sepanjang tahun 2021. Dengan
kata lain, provinsi Bali menghasilkan sekitar 76,3 ribu ton sampah setiap
bulannya. Kondisi tersebut menjadikan Bali sebagai provinsi penghasil sampah
terbesar ke-8 di Indonesia.
Lantas, bagaimana dengan kondisi
timbulan sampah di Kabupaten Gianyar. Sesuai data katadata.co.id tahun 2021 tersebut, Kabupaten Gianyar menduduki
posisi terbanyak kedua setelah Kota Denpasar dengan menghasilkan 141.337,13 ton
sampah. Atau, Kabupaten Gianyar menghasilkan sampah sebanyak 11.778,09 ton
setiap bulannya. Jumlah tersebut bagai sampah seluas hampir 30 lapangan sepak
bola.
Percaya atau tidak, jika ratusan ribu ton sampah
tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan timbul berbagai macam dampak
negatif. Seperti, penumpukan sampah yang luar biasa, sumber penyakit,
pencemaran lingkungan dan bencana alam yang tidak terduga.
Bank
Sampah Digital
Seiring berkembangnya Revolusi Industri 4.0, maka
perkembangan teknologi digital semakin tidak terkendali. Apalagi, demi
menyesuaikan perkembangan jaman, maka pengelolaan sampah pun dilaksanakan
dengan teknologi digital melalui perusahaan rintisan (start-up).
Oleh sebab itu, Mandhara Brasika mendirikan Griya Luhu
yang merupakan start-up di bidang eko-preneur yang bertujuan untuk
mengubah perilaku dan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah
berkelanjutan, dengan menggunakan teknologi digital. Griya Luhu Apps menjadi aplikasi yang sederhana, ramah pengguna dan
lugas.
Tampilan sederhana dari Griya Luhu Apps (Sumber: griyaluhu.org)
Perlu diketahui, Griya Luhu berdiri sekitar tahun 2017.
Pertama kali, Griya Luhu berbentuk sebuah komunitas yang tiada henti memberikan
sosialisasi kepada masyarakat luas tentang perilaku pemilahan sampah.
Selanjutnya, tahun 2020, bank sampah dan aplikasi
digital Griya Luhu secara resmi berdiri, untuk memberikan manfaat luas bagi
masyarakat. Tentu, dengan menggunakan aplikasi, maka akan memberikan banyak
keuntungan dan kemudahan. Paperless
atau tidak menggunakan kertas selama proses transaksi, akses data lebih mudah,
dan menghemat waktu adalah beberapa kemudahan dengan menggunakan teknologi
digital.
Mandhara Brasika, mendirikan Griya Luhu Apps untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pemilahan sampah (Sumber: Griya Luhu)
Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan tahun 2022 oleh
Pemerintah Kabupaten Gianyar makin menguatkan kepercayaan masyarakat tentang
operasional bank sampah induk Griya Luhu. Maka, menurut data Griya Luhu, lebih
dari 17.000 pengguna yang telah memanfaatkan kemudahan dan manfaat dari Griya Luhu Apps.
Sebagai informasi, Griya
Luhu Apps telah diadopsi oleh hampir seluruh pemerintah daerah di Bali.
Hanya pemerintah kabupaten Klungkung dan Jembrana yang tidak mengadopsi
aplikasi tersebut. Uniknya, banyak masyarakat atau pemerintah di luar Bali yang
telah mengadopsi Griya Luhu Apps, seperti
Kalimantan Timur, Sidoarjo dan lain-lain.
Sinergi
Berkelanjutan
Ibarat pepatah, bersatu
kita teguh, bercerai kita runtuh. Maka, untuk memperkuat jaringan pemilahan
sampah, bank sampah induk Griya Luhu menjalin sinergi dengan 23 desa di
Kabupaten Gianyar - Bali. Dampaknya, Griya Luhu mampu menampung sampah
anorganik dari masyarakat sekitar 13-20 ton setiap bulannya.
Menurut Business
Analyst Griya Luhu Viona Damayanti menyatakan, pada rentang waktu bulan Januari
- November 2022, Griya Luhu telah mengumpulkan sampah anorganik kurang lebih
150 ton. Jumlah sampah tersebut dikoleksi secara sistem dari 23 desa yang
dikelola oleh Griya Luhu. Di mana, terdapat kurang lebih 113 bank sampah unit,
yang bersentuhan langsung dengan masyarakat banjar.
Menarik, setiap desa terdapat 3-10 orang kader yang
bertugas dalam pengelolaan sampah. Para kader tersebut bermanfaat dalam
memberikan informasi langsung kepada masyarakat tentang jadwal pengumpulan
sampah.
Griya Luhu mengusung motto, “Sampahku Adalah Tanggung Jawabku”.
Motto tersebut memberikan pemahaman bahwa setiap sampah yang kita timbulkan
menjadi tanggung jawab kita sendiri. Tentu, berpedoman pada konsep pengelolaan
sampah 3R, yaitu:
1. Reduce (mengurangi sampah sekali pakai
seperti kantong kresek, botol plastik, dan sedotan plastik);
2. Reuse (menggunakan kembali barang yang
dapat digunakan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya seperti penggunaan
botol minum dan tas belanja dari kain);
3. Recycle (mengolah kembali atau daur ulang
sampah menjadi barang atau produk yang bernilai ekonomi).
Pemilahan
Di Griya Luhu terdapat mesin pres besar dengan warna
dominan biru. Mesin pres yang digerakan dengan tenaga mesin diesel tersebut, sementara
waktu hanya digunakan untuk pres sampah kertas. Selanjutnya, jenis sampah yang
lainnya di kemas dalam berbagai kantong dengan tenaga tangan.
Mesin pres di bank sampah induk Griya Luhu (Sumber: dokumen pribadi)
Ada 5 kelompok besar sampah menurut Griya Luhu, yaitu: 1) Plastik; 2) Kertas; 3) Botol dan kaca; 4) Besi dan logam; dan 5) lainnya (minyak jelantah, kampil, dan lain-lain). Sedangkan, dari kelompok besar tersebut, ada 26 macam sampah anorganik yang akan dikelompokan sesuai jenis dan bentuknya. Seperti, plastik pembungkus makanan, tutup botol air mineral, kertas, botol air mineral, botol minuman kecil, kaleng minuman, kaleng makanan, plastik mika, botol kaca, besi dan logam, dan lain-lain.
Jenis sampah anorganik yang dikelola oleh Griya Luhu (Sumber: dokumen pribadi)
Di bank sampah induk Griya Luhu, sampah anorganik yang
belum dipilah menjadi 26 jenis akan ditempatkan pada 2 tumpukan besar, sisi
barat dan sisi utara. Ada 9 karyawan Griya Luhu yang setia melayani masyarakat
dalam pemilahan sampah.
Tumpukan sampah anorganik yang belum dipilah (Sumber: dokumen pribadi)
Ke manakah akhir perjalanan sampah
anorganik yang dikelola oleh Griya Luhu? Mungkin, pertanyaan tersebut
terlintas dalam pikiran anda. Saat ini, alur akhir pengelolaan sampah anorganik
yang ada di Griya Luhu adalah melibatkan pihak ketiga atau kirim sendiri langsung
ke pabrik. Sebagai contoh, untuk sampah kardus dan kantong plastik atau kresek
melibatkan pihak ketiga yang terpercaya. Di mana, pihak ketiga tersebut akan
mengirim langsung ke pabrik untuk diolah atau daur ulang. Sedangkan, untuk
sampah kertas, Griya Luhu langsung mengirimnya sendiri ke pabrik untuk diolah
atau daur ulang.
Pengiriman sampah yang sudah dipilah ke pihak ketiga atau pabrik (Sumber: dokumen pribadi)
Tahukah anda, dibalik tumpukan sampah terpilah yang
dikirim hingga 48 kali mobil pick up
setiap hari Sabtu dan Minggu, banyak memberikan pelajaran berharga. Setiap 250
kg sampah terpilah yang dimuat satu mobil pick
up merupakan hasil kerja tangan-tangan terampil yang tidak takut bau dan
kotornya sampah.
Ada cerita menarik dari 2 (dua) karyawan pemilah sampah
di Griya Luhu yang bernama Ibu Kadek Sariasih dan Bapak Dewa Gede Putu.
Masing-masing karyawan tersebut telah bekerja selama 2 tahun dan 3 tahun.
Mereka bekerja dengan senang hati, meskipun bau sampah yang seringkali
menyengat hidung. Sungguh, tidak ada guratan rasa lelah di wajahnya. Senyumnya
tetap sumringah, ketika berada di antara puluhan karung sampah botol, plastik
dan kertas.
Ibu Kadek Sariasih dan Bapak Dewa Gede Putu yang bekerja di bagian pemilahan sampah di Griya Luhu (Sumber: dokumen pribadi)
“Saya senang kerja di sini, agar sampah bisa berkurang.
Perusahaan juga memberikan perhatian dan tunjangan yang baik pak. Kami sering
mendapat sembako” kata pak Dewa Gede Putu, sambil tangannya yang terampil
memilah sampah kertas.
Griya Luhu juga memberikan jaminan kesehatan karyawannya
berupa BPJS Kesehatan. Karena, kesehatan karyawan sangatlah penting, ketika
mereka berurusan dengan sampah, yang memberikan dampak kesehatan bagi manusia.
Apresiasi
Tanpa Batas
Tentu, kehadiran Griya Luhu yang didirikan oleh Mandhara Brasika tersebut mendapatkan apresiasi dan penghargaan tanpa batas. Sebagai pendiri Griya Luhu, Mandhara Brasika sendiri mendapatkan berbagai undangan menjadi pembicara atau narasumber dalam berbagai even penting. Saya meyakini bahwa apresiasi tersebut tidaklah tujuan utama. Tetapi, menjadi bonus dari sebuah terobosan brilian anak muda, agar Bangkit Bersama untuk Indonesia. Setelah, kurang lebih 3 tahun bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.
Beberapa penghargaan yang diterima oleh Griya Luhu (Sumber: dokumen pribadi)
Banyak pihak atau stakeholder
yang telah memberikan apresiasi kepada Griya Luhu. Dari pemerintah Provinsi
Bali, sesuai dengan Memorandum of
Understanding (MoU) memberikan lahan seluas 5 are (500m2) sebagai tempat
pemilahan dan bank sampah induk di kawasan Beng, Gianyar - Bali. Sedangkan, perusahaan
plat merah yang telah memberikan apresiasi kepada Griya Luhu, seperti Bank BNI
berupa pemberian mesin press dan sepeda motor, serta Pertamina berupa mobil pick up.
Selain apresiasi dan penghargaan tanpa batas, keberadaan
Griya Luhu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Masyarakat diberi
kesadaran secara berkelanjutan tentang perilaku memilah sampah dari lingkungan
rumah. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu datang ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). Juga, mengurangi kuantitas sampah yang ada di TPA.
Bahkan, keberadaan Griya Luhu benar-benar memberikan
dampak yang baik bagi lingkungan. Kurang lebih 40% sampah anorganik yang bisa
ditampung oleh Griya Luhu berupa plastik lembaran. Padahal, sampah plastik
tidak bisa terurai puluhan hingga ratusan tahun, jika telah terkubur dalam
tanah. Dampaknya, sangat merusak ekosistem yang akan bermuara kepada manusia.
Oleh sebab itu, dengan memilah sampah dan membawanya ke
bank sampah induk Griya Luhu. Maka, masyarakat berperan besar dalam mengurangi
timbulan sampah. Melalui Griya Luhu Apps,
masyarakat juga bisa menabung dari hasil setoran sampah tersebut. Laporan
penghasilan bisa dilihat langsung melalui buku tabungan.
Bahkan, saat transaksi berlangsung, pihak Griya Luhu
memberikan rating di aplikasi
pengguna Griya Luhu Apps tersebut.
Semakin baik rating yang diberikan,
maka cuan (keuntungan) yang diperoleh
masyarakat semakin besar. Menurut Business Analyst Griya Luhu Viona Damayanti,
ada siswa SMP yang mampu mengumpulkan tabungan tertinggi.
Hasil penjualan sampah di Griya Luhu bisa diambil
langsung oleh masyarakat saat transaksi selesai dilakukan. Kenyataannya,
masyarakat mengumpulkan hasil penjualan tersebut, agar terkumpul lebih banyak.
Apalagi, Griya Luhu membagikan keuntungan penjualan sampah masyarakat melalui
pihak banjar setiap bulannya.
Tetapi, demi mengumpulkan penghasilan yang besar, maka
kebijakan pihak banjar membagikan keuntungan kepada masyarakat langsung tersebut
bervariasi. Dari setiap bulan sampai setiap 6 bulan (semester).
Kalau dicermati secara baik, keberadaan Griya Luhu bukan
hanya mengurangi adanya timbulan sampah di masyarakat. Tetapi, Griya Luhu telah
menciptakan circular economy (ekonomi
sirkular). Hal ini dibuktikan dengan adanya ribuan pengguna Griya Luhu Apps. Di mana, pengguna
aplikasi tersebut berperan dalam pemilahan sampah dan menghasilkan keuntungan
melalui buku tabungan. Masyarakat sekitar juga diberdayakan sebagai tenaga
pemilah sampah.
Oleh sebab itu, pihak Griya Luhu sendiri berharap besar, agar masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan. Tentu, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah kesadaran memilah sampah dari lingkungan terkecil (keluarga). Kini, masyarakat tidak menjadi objek, tetapi menjadi subjek atau pelaku yang mampu memberikan semangat kesadaran pemilahan sampah kepada orang lain.
2 comments for "Mandhara Brasika, Sang Pendiri Griya Luhu Apps Yang Duduk Di Antara Tumpukan Sampah Di Ujung Desa "