DEMOKRATISASI OTONOMI DAERAH MENUJU NKRI YANG BEBAS KKN
DEMOKRATISASI
OTONOMI DAERAH
MENUJU
NKRI YANG BEBAS KKN
ABSTRAK
Penulis menggunakan ide atau gagasan
melalui sistem kajian pustaka dan internet untuk memperoleh sumber bacaan.
Karya Tulis ini dibuat untuk mengetahui pengaruh demokratisasi otonomi daerah
terhadap KKN dalam kerangka penguatan NKRI. Fakta menunjukan bahwa otonomi
daerah diberlakukan untuk meningkatkan sistem demokrasi, bukan pemerataan KKN di daerah.
Banyaknya kasus korupsi pejabat daerah dikarenakan perlu adanya penataan ulang
sistem otonomi daerah dan tindakan diskresi
kepala daerah dalam mengeluarkan
kebijakan publik yang dianggap melanggar hukum. Oleh karena itu, perlu adanya
pengawasan dan kontrol yang kuat dari Pemerintah pusat. Apalagi adanya lembaga KPK
seharusnya mampu bekerja maksimal untuk mencegah tindakan korupsi yang ada di
daerah, bukan mencari kesalahan Kepala Daerah. Penulis menyimpulkan bahwa
proses otonomi daerah berjalan dengan baik jika Pemerintah daerah mengedepankan
sistem demokrasi. Demokrasi mampu menekan tindakan KKN dan berpengaruh terhadap
perwujudan pemerintah yang Good
Governance dalam penguatan NKRI, karena aparat birokrasi bekerja secara
akuntabel, transparan dan bertanggung jawab.
Kata kunci:
demokratisasi, otonomi daerah, NKRI, bebas KKN, Good Governance
BAB I
PENDAHULUAN
Kebijakan otonomi daerah sejak masa reformasi memberikan angin segar
bagi semua Pemerintah daerah di Indonesia untuk mengembangkan sumber daya
daerahnya sebaik mungkin. Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan
dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 diperbarui dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan
terbaru UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, di mana penekanan adanya konsolidasi demokrasi dalam
otonomi daerah diutamakan. Wilayah Indonesia yang sangat luas perlu adanya
pengelolaan sumber daya alam di daerah secara maksimal. Hal itulah yang
menyebabkan Pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh Pemerintah daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri. Pengawasan dan kontrol Pemerintah terhadap jalannya
otonomi daerah mampu menyebabkan integrasi yang kuat antar daerah dalam memperkuat
persatuan dan kesatuan NKRI. Pemerintah daerah bekerja sebaik mungkin, yang
akhirnya akan menyebabkan terwujudnya pemerintahan yang baik dan berwibawa (Good Governance) yang bebas KKN. Bahkan pengawasan dan kontrol
yang ketat menyebabkan Pemerintah daerah
tidak akan mampu menggunakan celah-celah untuk menyalahgunakan kekuasaan (abuse the power). Otonomi daerah memberikan
ruang yang baik kepada Kepala Daerah untuk menciptakan pemerintahan yang baik
dalam sistem ketatanegaraan secara utuh. Isran Noor sebagai Bupati Kutai Timur
sekaligus sebagai ketua APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
Indonesia) menegaskan, bahwa tujuan otonomi daerah sebenarnya untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik,
transparan dan bertanggung jawab (Indopos, 2012 dalam Isran Noor, 2012:73).
Rumusan masalah dalam Karya Tulis ini adalah “Bagaimana demokratisasi otonomi
daerah bisa berpengaruh terhadap KKN dalam kerangka penguatan NKRI?”.
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat isi UU No. 32 Tahun 2004 pasal
1(7,8,9), Pemerintah Indonesia menerapkan sistem pemerintahan yang desentralisasi, di mana Pemerintah
daerah sebagai daerah otonom mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan RI. Di samping itu juga diterapkan
sistem dekosentrasi dan medebewind.
“Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengarus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan RI. Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintahahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah dan/ atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Medebewind/Tugas pembantuan adalah
penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/ atau desa dari pemerintah provinsi
kepada kabupaten/ kota dan/ atau desa serta dari pemerintah kabupaten/ kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Kebijakan menerapkan otonomi
daerah secara tidak langsung diterapkannya sistem demokrasi kepada Pemerintah
daerah dalam upaya mensejahterakan rakyat dalam segala aspek” (Tri Lestari
Hadiati, 2010).
Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah
daerah mempunyai kekuasaan yang sangat luas untuk mengurus rumah tangganya
sendiri, meskipun tidak terlepas dari pengawasan dan kontrol Pemerintah pusat. Setidaknya hal inilah yang
sangat diharapkan, berbeda seperti apa yang dialami pemerintahan Orde lama dan Orde
baru. Pemerintah daerah merasa terkekang dalam mengeluarkan segala kebijakan,
karena sistem sentralisasi menuntut apapun yang akan dibuat oleh Pemerintah
daerah harus sesuai dengan wewenang dari Pemerintah pusat. Perubahan sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, mengakibatkan Pemerintah
daerah diberi kebebasan untuk berkarya secara mandiri meskipun perubahan
tersebut mengalami masa transisi yang membuat Pemerintah daerah agak kaku dalam melaksanakannya. Menurut Tri
Lestari Hadiati (2010) mengatakan, “desentralisasi sebagai salah satu manifesto demokrasi telah mengarahkan
kedaulatan menjadi lebih dekat dengan publik, visi inilah sebenarnya yang
hendak diemban dalam undang-undang yang sebelumnya No. 22/1999 yang diperbarui dengan
UU No. 32/2004 tentang Pemerintah daerah. Dengan undang-undang tersebut
seharusnya peluang publik didaerah untuk mengakses, berpartisipasi dan
mengontrol sebuah kebijakan menjadi terbuka lebar”. Jadi, dengan sistem desentralisasi bermaksud untuk mendekatkan pelayanan publik
langsung terakses dengan baik oleh rakyat.
Banyak urusan/kewenangan yang menjadi
hak pengelolalaan antara Pemerintah pusat berbeda dengan Pemerintah
daerah. Aris Toening Winarni (2010)
dalam analisanya menegaskan, bahwa sesuai pasal 10, 13 dan 14 UU No 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memuat pembagian urusan/ kewenangan Pemerintah
pusat, Pemerintah provinsi dan Pemerintah kota/ kabupaten. Sedangkan urusan Pemerintah
pusat sesuai pasal 10 ayat (3) meliputi: 1. Politik luar negeri, 2. Pertahanan,
3. Keamanan, 4. Yustisi, dan 5. Moneter, fiskal nasional dan agama. Di luar
urusan/kewenangan Pemerintah pusat menjadi kewenangan Pemerintah daerah.
II.1
DEMOKRATISASI OTONOMI DAERAH
Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah pusat memberikan kewenangan Pemerintah
daerah untuk melaksanakan misi demokrasi, di mana kesejahteraan rakyat adalah
tujuan utama. Pemerintah daerah berhak mengelola sumber daya alamnya untuk
kesejahteraan rakyat yang ada dalam kekuasaannya. Karena, demokratisasi
menuntut adanya kemakmuran masyarakat baik dalam kehidupan berpolitik maupun
dalam perekonomian. Pelaksanaan Pilkada
(Pemilihan Kepala Daerah) langsung merupakan wujud dari demokratisasi otonomi
daerah dalam bidang politik. Pemanfaatan sumber-sumber ekonomi secara maksimal
yang ada oleh Pemerintah daerah mampu
menaikan daya beli masyarakat. Menaikan iklim investasi yang baik dengan
membuka lapangan kerja atau proyek padat karya baru akan menaikan pendapatan
per kapita dan mengurangi prosentase
pengangguran. Dalam pelaksanaan Pilkada, masyarakat yang ada di daerah berhak
memilih kepala daerahnya secara langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) yang
mempunyai kapabilitas dan profesional serta mampu mengemban amanat rakyat dan membangun
daerahnya ke arah yang lebih baik. Otonomi daerah juga menuntut terlayaninya kepentingan
publik secara menyeluruh dan berkualitas dalam jajaran birokrasi di daerah.
Memberdayakan masyarakat daerah secara maksimal dalam berbagai aspek yang
dinilai strategis mampu mendongkrak nilai demokratisasi otonomi daerah. Ndraha
(2003:78) dalam Obsatar Sinaga (2010) mengemukakan ada tiga makna otonomi daerah, yang akan menentukan
efektifitas pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu: 1. Otonomi sebagai hak (reward, diakui, dilindungi); 2. Otonomi
sebagai kewenangan (birokratisasi);
dan 3. Otonomi sebagai kesanggupan (pemberdayaan dan demokratisasi).
Berjalannya otonomi daerah secara maksimal seluruh daerah di Indonesia secara
langsung akan menyatukan sistem pemerintahan daerah yang ada dalam sistem
ketatanegaraan secara utuh dan membutuhkan adanya partisipasi semua pihak (stakeholders). Hal ini sangat berperan
untuk menaikan tingkat penguatan NKRI.
Tri Lestari Hadiati (2010) menegaskan bahwa ada beberapa
permasalahan yang perlu kita pahami secara mendalam agar otonomi daerah benar-benar terwujud dan tidak menjadi
lips service belaka. Pertama,
memahami bahwa otonomi daerah adalah
suatu sistem pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan secara utuh, yang berarti
bahwa otonomi daerah merupakan subsistem dalam sistem ketatanegaraan, Kedua, untuk dapat melaksanakan otonomi
daerah secara baik dan benar diperlukan adanya political will dari semua pihak (pemerintah, masyarakat, pemerintah
daerah), Ketiga, diperlukan komitmen
bersama untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan aturan yang berlaku,
guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan.
Sesuai dengan perkembangan jalannya otonomi daerah, maka UU yang mengandung
otonomi daerah mengalami adanya perubahan, di mana penekanan masalah
demokratisasi otonomi daerah dalam
peningkatan kesejahteraan rakyat ditonjolkan. Isran Noor (2012:6) mengatakan,
“...UU No. 32/2004 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 12/2008 tentang
Pemerintahan Daerah adalah paradigma pelaksanaan demokrasi serta
peningkatan kesejahteraan rakyat. Proses politik demokrasi dalam konteks
otonomi daerah kini sudah bergerak ke arah
konsolidasi demokrasi, baik dalam konteks pelembagaan demokrasi maupun
penumbuhan budaya demokrasi”. Otonomi daerah tidak akan berhasil secara
signifikan, jika jalannya demokrasi tidak bisa menjadi hal yang utama.
Demokrasi memberikan pengaruh yang positif dalam mempersatukan rakyat Indonesia
melalui kemakmuran rakyat.
“Arti penting konsolidasi demokrasi
dalam kerangka realisasi otonomi daerah digarisbawahi oleh hasil
penelitian Lembaga Survei Indonesia (20
Maret 2007), yang menyimpulkan: 1. kesenjangan antara otonomi daerah dengan
NKRI ternyata dijembatani oleh demokrasi,
2. tanpa diperantarai oleh demokrasi yang kuat maka otonomi daerah tidak bisa
membantu memperkuat keIndonesiaan, dan demikian juga sebaliknya. Otonomi daerah
seluas-luasnya terlaksana dengan pemanfaatan sumberdaya ekonomi untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Isran Noor, 2012:132)
II.2 OTONOMI DAERAH BUKAN PEMERATAAN KKN DI DAERAH
Maraknya kasus korupsi yang menjerat para pejabat publik di daerah, membuat
banyak kalangan berpendapat bahwa pelaksanaan otonomi daerah memberikan dampak
negatif. Apalagi merujuk data yang diperoleh dari Kemendagri per 31 mei 2012 bahwa sejak tahun
2004-2012 tercatat 173 Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) terjerat
kasus pidana korupsi. Bahkan informasi terakhir 19 juni 2012 Mendagri telah
menandatangani 200 Kepala Daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Hal ini sangat memprihatinkan APKASI, karena fakta di lapangan tidak sedikit Bupati
dan mantan Bupati tersandung kasus korupsi karena kesalahan dalam mengambil
kebijakan (Jurnal Nasional, 2012 dalam Isran Noor, 2012:85). Hal tersebut menunjukan
bahwa otonomi daerah bukan berarti pemerataan KKN di daerah, karena pejabat
publik yang tersangkut korupsi dikarenakan tindakan diskresi dalam mengeluarkan kebijakan yang dianggap salah oleh
hukum.
Indriyanto Seno Adji (guru besar hukum pidana UI) dalam Lokakarya
Nasional “Mitigasi Risiko Terkait Diskresi
Kepala Daerah agar Terhindar Pidana Korupsi” yang diselenggarakan APKASI di
Jakarta, 9 juli 2012 menegaskan bahwa diskresi
termasuk kewenangan aktif. Namun ada batasan diskresi. Penyimpangan diskresi
terjadi apabila ada penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum (Kompas,
2012 dalam Isran Noor, 2012:62). Apalagi dengan adanya lembaga penindak anti korupsi
(KPK), pejabat publik harus bertindak super hati-hati dalam mengeluarkan
kebijakan. Suara Karya (2012) dalam
Isran Noor (2012:77) menegaskan, “kami
ingin ada upaya pencegahan supaya kami
jangan terjebak dan berbuat salah. KPK
jangan Cuma intip mencari kesalahan. Tugas KPK jangan hanya menindak, tapi yang
terpenting adalah lakukan pencegahan.
Sebab, selama ini dirasakan seolah ada jebakan-jebakan yang dihadapi pemimpin
di daerah”
II.3
OTONOMI DAERAH MENUJU GOOD
GOVERNANCE YANG BEBAS KKN
Keberhasilan otonomi daerah dengan memaksimalkan sistem demokrasi,
berarti aparat birokrasi bekerja secara akuntabel, transparan dan bertanggung
jawab berpengaruh akan mengikis pelan-pelan pengaruh KKN dalam lingkaran birokrasi. Pada akhirnya
perwujudan pemerintah yang bersih dan berwibawa (Good Governance) akan mudah diwujudkan. Kepala daerah hendaknya
memahami apa artinya pengelolaan sistem pemerintahan yang baik sesuai cita-cita
luhur Pancasila dan UUD 1945. Isran Noor
(2012:65) mengemukakan, “pelaksanaan tugas dan kewenangan Kepala Daerah yang
berjalan dalam kerangka otonomi daerah kian menuntut pelaksanaan prinsip-prinsip utama tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dengan landasan 4 (empat) pilar, (1)
akuntabilitas, (2) transparansi, (3) kebijakan dapat diprediksi, (4) partisipasi
masyarakat”. Perlu adanya UU yang melindungi kinerja Kepala Daerah, agar
berjalannya otonomi daerah bisa maksimal. “Lemahnya perundang-undangan yang
melindungi Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan diskresi membuat banyak daerah menjadi takut dalam mengembangkan
program-program inovasi guna mensejahterakan rakyatnya” (Skalanews, 2012 dalam
Isran Noor, 2012:87).
“Penguatan dan Penataan ulang sistem otda sudah seharusnya menjadi
tanggung jawab bersama” (Jawa Pos, 2012 dalam Isran Noor, 2012:74). Perlu
adanya peran dan campur tangan Pemerintah pusat sebatas mengawasi dan
mengontrol ketat jalannya otonomi daerah akan memberikan nilai lebih dalam
menekan adanya tindakan KKN yang ada di daerah, apalagi sistem otonomi
daerah yang sudah berjalan perlu adanya
kajian ulang, mungkin ada hal-hal yang bisa memberikan hambatan kelancaran jalannya
otonomi daerah. “Pemerintah pusat harus memenuhi komitmen reformasi dalam
mengawal, membimbing, mensupervisi pemerintah daerah, jangan seperti sekarang
yang terkesan dilepaskan begitu saja. Otda bukan sumber kejahatan dan korupsi,
jangan mengkambing hitamkan sistem otda dan kepala daerah karena persoalan
korupsi” (Indopos, 2012 dalam Isran Noor, 2012:73)
BAB III
PENUTUP
Melihat pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
otonomi daerah pada dasarnya memberikan manfaat yang besar dan keleluasaan Pemerintah
daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri demi meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Otonomi daerah yang berjalan secara demokratis akan berpengaruh kuat
dan mampu menekan tindakan KKN di daerah. Perlu partisipasi semua stakeholders yang ada dalam mengawasi
dan mengontrol ketat jalannya otonomi daerah, khususnya dari Pemerintah
Pusat. Hal ini dimaksudkan agar celah-celah
tindakan KKN bisa dihilangkan. Jika tindakan KKN di daerah tidak terjadi,
perwujudan pemerintah yang bersih dan berwibawa (Good Governance) mudah sekali diciptakan. Penguatan NKRI pun akan
mudah dilakukan, karena aparat birokrasi bekerja maksimal dalam sistem
ketatanegaraan yang utuh untuk melayani masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiati,
Tri Lestari. (2010). Kebijakan
Publik (Dalam Bayang-bayang Oknum Policy Maker Pelaku Korupsi). Dambil dari
http://fisip.untagsmg.ac.id/mimbar-administrasi/100-kebija-
kan-publik.
Indopos. (2012). Isran Noor dalam Perspektif Media.
Jakarta: Apkasi, hal. 73.
Jawa Pos. (2012). Isran Noor dalam
Perspektif Media. Jakarta: Apkasi, hal. 74.
Jurnal Nasional. (2012). Isran Noor
dalam Perspektif Media. Jakarta: Apkasi, hal. 85.
Kompas. (2012). Isran Noor dalam
Perspektif Media. Jakarta: Apkasi, hal. 62.
Ndraha, Taliziduhu. (2003). Metodologi
Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Noor, Isran. (2012). Isran Noor dalam
Perspektif Media. Jakarta: Apkasi.
Noor, Isran. (2012). Politik Otonomi
Daerah untuk Penguatan NKRI. Jakarta: Apkasi.
Republik Indonesia (RI). (2004). UU No.
32 Tahun tentang Pemerintah Daerah.
Sinaga, Obsatar.
(2010). Otonomi daerah dan Kebijakan Publik (Implementasi Kerja Sama Internasional).
Bandung: Lepsindo, Cet. I. Diambil dari http://pustaka.unpad.ac.id/archives
/100851/#
Skalanews. (2012). Isran Noor dalam
Perspektif Media. Jakarta: Apkasi, hal. 87.
Winarni,
Aris Toening. (2010). Kebijakan Publik dalam
Arah Otonomi Daerah. Diambil dari
http://fisip.untagsmg.ac.id/mimbar-administrasi/99?task=view
2 comments for "DEMOKRATISASI OTONOMI DAERAH MENUJU NKRI YANG BEBAS KKN"