PERANAN PEMUDA DALAM DIALOG LINTAS AGAMA MENUJU TOLERANSI UMAT BERAGAMA YANG HAKIKI SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH
PERANAN PEMUDA DALAM DIALOG LINTAS AGAMA MENUJU TOLERANSI UMAT BERAGAMA YANG HAKIKI SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH
BAB I PENDAHULUAN
Sejak dahulu, agama diyakini sebagi hak yang sangat pribadi dan tidak boleh diintervensi oleh orang lain. Agama merupakan keyakinan seseorang kepada Tuhan yang dipercayainya serta mampu memberikan keamanan hidup baik lahir maupun batin bagi pemeluknya. Tetapi, kita juga harus memahami bahwa agama yang kita anut berada pada lingkup sosial yang mau tidak mau harus bisa berinteraksi dengan agama orang lain. Sekarang ini, agama yang diakui di Indonesia sebanyak 6 agama, yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghuchu. Setiap agama mempunyai ciri khas dan karakter yang berbeda-beda dalam pelaksanaan ibadah bagi pemeluknya. Kesalahpahaman dan ketidakharmonisan antar pemeluk agama bisa menyebabkan konflik toleransi umat beragama.
Solusi yang terbaik untuk mencegah atau menyelesaikan konflik umat beragama adalah dengan pembicaraan “face to face” atau dialog lintas agama yang rutin, jujur dan terbuka, agar setiap pemeluk agama bisa memahami substansi agama lain dan menjunjung tinggi toleransi umat beragama dalam melaksanakan keyakinan masing- masing. Dengan dikeluarkannya kebijakan Pemerintah, yaitu: Peraturan Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9
Tahun 2006 yang mengenai tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberda- yaan, Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah sampai sekarang belum mampu bekerja secara efektif, meskipun isinya sudah mewakili permasalahan dan penyelesaian dalam toleransi umat beragama di seluruh Indonesia. Perlu dipahami, bahwa tugas penting dalam mencegah atau menyelesaikan konflik umat beragama yang terjadi adalah menjadi tugas semua kalangan, khususnya pemuda. “Kedudukan generasi muda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral dan mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya generasi muda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma- norma, kepribadian, dan pandangan hidup yang dianut masyarakat” (David O. Searas, dkk, 1999).
BAB II PEMBAHASAN
Tri kerukunan umat beragama, yaitu: 1) kerukunan umat seagama, 2) kerukunan umat antar beragama, dan 3) kerukunan antar umat beragama dengan Pemerintah memberikan arti penting bagi semua pemeluk agama untuk saling menghormati agama yang dianut orang lain tanpa melanggar kebijakan Pemerintah yang ada. Tugas pemuda adalah melakukan tindakan pencegahan atau menyelesaikan segala konflik umat beragama. Anugrah Krisman Jaya Zebua (2012) mengatakan bahwa pemuda selalu menginginkan perubahan agar lahir sosok yang berjiwa optimis tentang hari depan yang lebih baik.
II.1 Evaluasi dan Revitalisasi Peraturan Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006
Sesuai UUD 1945 Pasal (29) menyebutkan bahwa, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. Hal ini sudah jelas, bahwa negara betul-betul melindungi semua rakyat Indonesia untuk memeluk agama yang diyakininya dan diberi kebebasan untuk menjalankan ibadah tanpa adanya gangguan dari orang lain. Untuk lebih memperkuat dan memperjelas hal tersebut, menurut Abdul Kadir Karding (2010) menegaskan bahwa Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang Peraturan Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Namun sampai sekarang kebijakan Pemerintah tersebut masih mengandung pro kontra. Perlu adanya evaluasi dan revitalisasi tentang transparansi sisi positif dari kebijakan Pemerintah tersebut.
Organisasi pemuda keagamaan hendaknya mensosialisasikan tentang kebijakan Pemerintah kepada pemeluk agama setiap event atau kegiatan keagamaan, agar pemeluk agama mampu memahami secara detil apa yang terkandung dalam Peraturan Bersama (Perber) dua menteri tersebut. Sebagai contoh, tata cara pendirian rumah ibadah yang terdapat dalam Peraturan Bersama Menteri disyaratkan adalah untuk membangun rumah ibadah di suatu tempat harus melampirkan 90 KTP pemeluk agama yang akan membangun dan mendapat dukungan dari 60 orang dewasa dilingkungan yang akan dibangun rumah ibadah dengan mengedepankan kejujuran dan tanpa paksaan atau rekayasa.
Diadakannya dialog lintas agama secara rutin, jujur dan terbuka membahas berbagai persoalan yang difasilitasi Pemerintah setempat sangat efektif untuk meredam ketegangan intern umat beragama dan antar umat beragama yang menurut Ayang Utriza (2012) disebabkan oleh: 1) Sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau misi, 2) Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama lain, 3) Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain,
4) Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, 5) Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama maupun antar umat beragama, 6) Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
“Ada 3 hal penting yang dituntut untuk memelihara kerukunan dan harmonitas sosial tersebut, yakni, para tokoh pemuda seyogianya: 1) harus mengembangkan pluralisme agama dalam konstruksi pemahaman pembangunan kerukunan dan harmonitas sosial yang mencerahkan bagi Indonesia hari ini dan masa depan, 2) tidak mudah terperangkap menggunakan simbol agama sebagai alat politik untuk menyerang umat yang beragama lain, 3) harus menyadari adanya perbedaan latar belakang (agama) dan meletakkan perbedaan itu sebagai ranah untuk saling menghormati ajaran (agama) lain, untuk selanjutnya menumbuhkan keimanan yang kokoh pada masing-masing umat, dan sekaligus membangun kerja sama yang lestari antarumat beragama” (Lucius Sinurat, 2009).
Abdul Kadir Karding (2010) mengatakan bahwa berbagai kasus kerukunan umat beragama yang terjadi, mengakibatkan Peraturan Bersama Menteri banyak mendapat kritik. Berbagai pihak yang mengusulkan agar peraturan tersebut dipertahankan, direvisi, bahkan dicabut, karena dianggap sebagai pemicu terjadinya kasus-kasus yang memecah toleransi umat beragama. Sebagai pemuda hendaknya mencari dan mendudukan masalahnya secara benar. Kesalahan bukan pada kebijakan tersebut, tapi kemungkinan besar pemeluk agama belum mengetahui secara detil substansi dari kebijakan Pemerintah. Abdul Kadir Karding (2010) menegaskan kembali tentang kesadaran toleransi kehidupan beragama harus digalakkan oleh aparat penegak hukum, kepala daerah, tokoh-tokoh agama, kepala desa/perangkat desa, dan tokoh masyarakat, agar kita sebagai bangsa terbiasa hidup dalam kemajemukan. Sosialisasi tentang kerukunan umat beragama di daerah-daerah yang tingkat pluralitasnya tinggi, harus lebih digalakkan melalui dialog-dialog yang intensif. Sebab, daerah yang tingkat pluralitasnya tinggi, biasanya memiliki sumbu pendek yang mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, yang akan diuntungkan dengan terjadinya konflik atas nama agama. Peranan pemuda dalam wadah Forum Kerukunan Antar Umat (FKUB) yang dibentuk oleh Kepala Daerah di seluruh Indonesia perlu adanya penataan kembali.
“FKUB harus terus didorong untuk menjalankan tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam Perber dua menteri, yaitu melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur/bupati/walikota, melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan...“ (Abdul Kadir Karding,
2010).
II.2 Kesadaran Pemuda tentang Toleransi Umat Beragama
“Secara hukum, generasi muda diartikan sebagai manusia yang berusia di antara
15 sampai 30 tahun. Generasi muda adalah suatu generasi yang di pundaknya terbebani berbagai macam harapan dari generasi lainnya” (Amri Marzali, 2007). Pemuda harus menyadari, bahwa toleransi umat beragama sangat penting dan perlu dipupuk secara berkesinambungan (hakiki). Menurut Lucius Sinurat (2009), mengatakan bahwa persoalan-persoalan yang dibahas dalam dialog agama tersebut adalah 1) tujuan, prasyarat, dan modalitas-modalitas yang dipergunakan untuk melakukan komunikasi antar umat beragama, 2) harapan-harapan dari terjadinya komunikasi antar umat beragama, dan 3) konsekuensi-konsekuensi dari komunikasi ini terhadap pemaknaan dan pemahaman agama masing-masing. Sedangkan menurut editor Sudarwan dalam Sriwijaya Post (2013) menegaskan bahwa pemuda masing- masing pemeluk agama harus yakin dan percaya bahwa prasangka, stereotip dan kesalahpahaman yang selama ini menjadi akar permasalahan konflik antar suku, ras, budaya maupun agama sesungguhnya bisa diatasi selama masing-masing pihak mau berdialog dengan hati yang jujur, tulus, dan terbuka.
Peran pemuda dalam memantapkan kehidupan toleransi umat beragama harus mempunyai strategi yang mendasar, agar arah toleransi umat beragama tersebut tidak melenceng dari apa yang diharapkan.
“...memantapkan kerukunan hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni: a. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama. b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus ke sikap primordial. c. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama. d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama” (Agus Saputera, 2012)
II.3 Peranan Pemuda dalam Dialog Lintas Agama
Peranan pemuda yang terpenting adalah mencegah terjadinya konflik antar umat beragama melalui dialog lintas agama. Lucius Sinurat (2009) memberikan analisanya bahwa dialog lintas agama melalui: 1) dialog yang mencakup: antar-personal, antar- profesional, dan inter-disipliner, 2) dialog yang melibatkan ilmu-ilmu manusiawi lainnya,
3) dialog yang di kemudian hari akan menghasilkan buah (condition for fruitful dialogue), 4) dialog yang fokus pada masalah-masalah bersama dari sifat-sifat manusia dan menuju suatu transformasi. Pemuda harus mengedepankan kepentingan umum/negara daripada kepentingan kelompok/agamanya, tanpa mengorbankan kepentingan agama yang dianutnya sesuai dengan akidahnya. Pemuda harus meyakini bahwa dengan dialog lintas agama bisa memperkecil/menghilangkan rasa sentimen/fanatik agama secara berlebihan. Gloria Suter (2011) memberikan solusinya, bahwa dialog antar agama dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dialog kehidupan,dialog kerja sosial,dialog teologis, dan dialog spiritual.
“Dialog antar agama adalah satu bentuk aktivitas yang menyerap ide keterbukaan itu. Sebab, dialog tidak mungkin dilakukan tanpa adanya sikap terbuka antara masing-masing pihak yang berdialog. Dialog agama dinilai penting justru untuk menyingkap ketertutupan yang selama ini menyelimuti hubungan antar agama “ (Gloria Suter, 2011)
Peranan pemuda sangat berarti dalam mempelopori dialog lintas agama. Organisasi pemuda keagamaan merekomendasikan kepada Pemerintah setempat agar jalannya dialog lintas agama bisa berjalan sesuai apa yang diharapkan. Dialog lintas agama tersebut dihadiri para pemuka agama, perwakilan dari Pemerintah, organisasi kepemudaan, aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang berkompeten. Editor Sudarwan dalam Sriwijaya Post (2013) mengatakan kembali, “masing-masing pemuka agama secara bergilir memaparkan toleransi menurut perspektif dan konsep agamanya dan meluruskan streotip maupun stigma negatif yang berkembang di kaca mata masyarakat saat ini, sehingga ditemukanlah titik temu bahwa setiap agama sesungguhnya mengajarkan nilai kebaikan, kebenaran, keharmonisan, kedamaian dan kerukunan”.
BAB III PENUTUP
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Peranan pemuda sangat penting untuk evaluasi dan revitalisasi dengan mensosialisasikan Peraturan Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah sebagai langkah untuk evaluasi dan revitalisasi.
2. Kesadaran pemuda tentang keberagaman agama/pluaralitas dijunjung tinggi untuk meningkatkan toleransi umat beragama.
3. Dialog lintas agama secara rutin, jujur dan terbuka yang diprakarsai pemuda melalui Forum Kerukunan Antar Umat (FKUB) yang ada di daerah dengan difasilitasi Pemerintah dan pihak-pihak yang berkompeten mampu meredam konflik toleransi umat beragama.
III.2 Saran
Saran-saran yang bisa penulis berikan dalam karya tulis ini adalah :
1. Pemerintah dengan segera merubah Peraturan Bersama Menteri (PBM) menjadi
UU, agar kebijakan Pemerintah tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pemuda hendaknya tidak menunjukan fanatisme agama yang berlebihan terhadap pemeluk agama lain secara terang-terangan, karena bisa menyulut adanya konflik antar umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Hukum dan HAM. (2010). Peraturan Kerukunan Beragama Perlu Jadi UU.
Diambil dari http://www.djpp.depkumham.go.id/berita-hukum-dan-perundang-un- dangan/754-peraturan-kerukunan-beragama-perlu-jadi-uu.html
Karding, Abdul Kadir. (2010). Relevansi UU Kerukunan Umat Beragama. Diambil dari http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/relevansi-uu-kerukunan-umat- beragama/5
68&Itemid=10 http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=499
Marzali, Amri. (2007). Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Kencana
O. Seares, David, dkk. (1999). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga, Jilid 1.
Republik Indonesia. Peraturan Bersama (Perber) dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.
Republik Indonesia. UUD 1945.
Sinurat, Lucius. (2009). Dialog Tokoh Pemuda dalam Memelihara Kerukunan dan Harmonitas Sosial. Disampaikan dalam Seminar “Dialog Tokoh Pemuda dalam Memelihara Kerukunan dan Harmonitas Sosial” di FKUB Kota Medan, Nopember
2009). Artikel ini juga dimuat di http://luciusinurat.blogspot.com/2009/12/dialog- lintas-agama-di-fkub-191209.html
Sudarwan (ed.). (2013). Peran Pemuda sebagai Duta Perdamaian Antar Agama.
2013/02/02/peran-pemuda-sebagai-duta-perdamaian-antar-agama
Suter, Gloria. (2011). Dialog antar Agama Membangun Harmoni dalam Pluralisme. Utriza, Ayang. (2012). Kerukunan antar Umat Beragama. Jakarta: Universitas Parama-
dina.
Zebua, Anugrah Krisman Jaya. (2012). Peran Generasi Muda dalam Meningkatkan
Solidaritas pada Masyarakat Multietnik. Diambil dari http://metinur.blogspot.com/
2012/10/peran-generasi-muda-dalam-meningkatkan.html
3 comments for "PERANAN PEMUDA DALAM DIALOG LINTAS AGAMA MENUJU TOLERANSI UMAT BERAGAMA YANG HAKIKI SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH"