Wednesday, September 25, 2013

CALON PEJABAT PUBLIK, BELAJARLAH DARI KETELADANAN UMAR BIN KHATTAB

   
CALON PEJABAT PUBLIK, BELAJARLAH DARI
KETELADANAN UMAR BIN KHATTAB  
Oleh: Casmudi

          Menjelang Pemilihan Umum (pemilu) 2014, para calon legislatif dan calon presiden dari berbagai partai politik berlomba-lomba mencari dukungan melalui berbagai media. Dari pasang baliho ukuran kecil sampai ukuran super jumbo.  Yang tidak pernah memasang iklan layanan masyarakat pun, ramai-ramai pasang iklan di berbagai media massa, seperti koran dan media elektrononik (televisi). Latahkah? Wajarkah? Pasti. Karena itu merupakan cara terampuh untuk diketahui khalayak umum tentang siapa dirinya dari sudut kepedulian kepada masyarakat, program-program yang ingin diraih, bahkan menonjolkan visi dan misi. Semuanya berbasis untuk kemaslahatan umat (baca: rakyat). Sebagai masyarakat awam yang mulai belajar bagaimana hukum politik dan bisnis berjalan, pasti ada pertanyaan yang menggelitik yang ingin kita sampaikan. Ah, paling-paling tebar pesona? Gila, bisa habis ratusan juta, bahkan milyaran? Kalo boleh kita jujur pada diri sendiri, pasti kita akan menjawab “ya”.  Kita memahami bahwa dalam dunia politik, untuk menjadi pejabat publik yang melalui partai politik tidak hanya dengan “modal dengkul”. Perlu biaya yang mencapai milyaran, bahkan untuk kelas menjadi presiden mencapai ratusan milyar. Berarti kalau kita cerna secara mendalam, hanya orang-orang golongan kaya yang berani mencalonkan jadi calon legislatif/presiden (baca: pejabat publik). Kita sebagai rakyat golongan bawah, cuma menjadi   penonton wajib dan siap-siap menjadi objek sang calon pejabat publik untuk memilihnya. Coblos saya ya!
          Banyak propaganda yang dikeluarkan oleh sang calon pejabat publik. Banyak juga jargon-jargon yang tergolong “nyeleneh” muncul ke permukaan. Dari “pilih no. x untuk kota x menjadi lebih baik”, ”pilih no. x menjadi masyarakat yang sederhana dan siap berkarya”, “pilih no. x dan siap berkorban untuk kesejahteraan kota x”, “Mari pakai produk dalam negeri untuk kesejahteraan para perajin Indonesia” dan lain sebagainya.  Semuanya sangat menarik dan meninabobokan kita. Kalau sang calon mengajak hidup sederhana, benarkah kenyataannya mereka hidup sederhana. Saya pribadi menjawab “tidak”. Mereka mempunyai rumah mewah, mobil mewah, deposito di mana-mana, dan lain sebagainya. Maukah mereka menyumbangkan kekayaannya untuk kesejahteraan rakyat, dan mereka sendiri hidup sederhana secara fakta seperti riwayat sahabat Rasulullah, “Umar Bin Khattab”?  Tipe pemimpin yang diidamkan selama ini untuk menuntaskan masalah bangsa. Pemimpin yang mau memanggul satu karung gandum sendirian buat rakyatnya yang kelaparan dengan diiringi pengawalnya di malam yang gelap gulita. Di saat pengawalnya ingin membantunya, Beliau hanya menjawab “saya tidak mau menanggung dosa di akhirat saat saya menjadi pemimpin ....”. Sebuah implementasi tindakan seorang pemimpin yang tidak hanya berbicara, tebar pesona, mencari popularitas. Tetapi semata-mata karena pertanggung jawabannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Pemimpin adalah sebuah patron (melayani), bukan client (wajib dilayani). Pemimpin bukan seorang raja, tapi pemimpin adalah rakyat.
          Banyak juga calon pejabat publik, yang mengklaim dirinya adalah orang terbaik dalam segala segi. Sementara publik sudah mengetahui  tentang track recordnya di masa lalu. Pembohongan publik? Masyarakat pasti akan menjawab “ya”. Berkaca pada kondisi perekonomian saat ini. Sang calon dengan entengnya bicara masalah penegakkan hukum, semnetara dirinya telah terlibat/berurusan dengan hukum. Sang calon bicara masalah ekonomi yang telah membaik, sementara harga kedelai, daging dan lain-lain tidak beranjak turun. Bahkan mencekik masyarakat Indonesia. Sang calon bicara tentang anti korupsi dan liberalisasi, tetapi pernah terlibat persengkongkolan mafia korupsi dan membiarkan  kartel berjalan dengan santainya. Dan masih banyak contoh-contoh iklan calon pejabat publik yang sungguh menggiurkan, tetapi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan publik. Untungnya publik sudah pintar. Dalam pepatah Jawa, kita mengharapkan calon pemimpin yang tidak “jarkoni” (gelem ngajari, gak gelem nglakoni - mau ngajarin tapi dia sendiri tidak melakukannya). Kita butuh pemimpin yang mengajari masyarakat, tapi dia sendiri telah melakukannya. Ingat, kita hidup pada ranah sosial dan masyarakat akan tahu tentang siapa kita? Masyarakat tidak buta, masyarakat sudah pintar apalgi dengan adanya kemajuan tekhnologi. Pernahkah kita ingat, bahwa akun sang Presiden pun mampu dibobol oleh seorang penjaga warnet yang lulusan bukan dari perguruan tinggi. Hal ini menandakan bahwa masyarakat sekarang ini sudah hebat.
           Calon pejabat publik yang diharapkan adalah sosok yang sejak awal telah memberikan pesona kejujuran apa adanya terhadap masyarakat. Tidak perlu merayu-rayu, tidak perlu memberi uang 50 ribu perorang, tidak perlu  memberi 5 kg beras 10 mie instan pada saat serangan fajar, tidak perlu black campaign, tidak perlu charracter assasination calon lain dan lain sebagainya. Masyarakatlah yang  akan mengetahui sejatinya kita. Ingatlah, jika calon pejabat publik sejak awal telah membohongi masyarakat dan jika mereka menjabat yang dilakukan adalah mereka pun akan membohongi jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Lantas siapa yang rugi? Tentu kita sebagai masyarakat. Memilih calon pejabat publik yang mau membaur bersama masyarakat kapan pun dalam suka dan duka demi kesejahteraan  masyarakat. Jika kita ingin menjadi pejabat publik yang baik, kita bisa mengimplementasikan inspirasi yang diambil dari riwayat Sahabat Rasulullah, Umar Bin Khattabn tersebut. Jadilah pejabat publik yang jujur, yang mempunyai kemauan melayani tanpa ada embel-embel apapun. Yang tidak mau mengambil harta yang bukan haknya. Mereka berpikir, sekali mengkorup harta publik sama halnya membunuh masyarakat satu per satu. Dan mereka berpikir: “jabatan adalah amanah, amanah harus dilakukan sebaik-baiknya sesuai dengan sumpah jabatan, yaitu mengedepankan kesejahteraan masyarakat, bukan keluarga, kolega dan lain-lain”.
     

Pemuda sebagai Garda Terdepan Pembangunan Nasional

Pemuda sebagai Garda Terdepan Pembangunan Nasional
Oleh: Casmudi

           Pembangunan nasional yang baik merupakan pembangunan yang melibatkan partisipasi dari semua kalangan masyarakat. Hal ini dimaksudkan, agar pembangunan tersebut berjalan secara demokratis dan menjunjung harkat dan martabat bangsa secara berkelanjutan. Partisipasi masyarakat yang terpenting adalah peran pemuda sebagai peran regenerasi yang berorientasi ke masa depan. Peran pemuda merupakan garda terdepan dalam pembangunan nasional yang mengedepankan aspek partisipatif, kolektif, nasionalis, dan kontinuitas. Secara fakta, keberadaan peran pemuda akan memberikan kekuatan baru yang menyokong peran generasi tua dalam melanjutkan jalannya pembangunan nasional yang lebih baik. Oleh sebab itu, peran pemuda yang diimplementasikan dalam tindakan nyata menjadi angin segar dalam pembangunan nasional yang berintegritas dan berkelanjutan.
           Sejarah bangsa menunjukan, bahwa peran pemuda sangat berpengaruh  gaungnya sejak dibacakannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 sebagai hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda  mampu memberikan momentum yang signifikan terhadap bangkitnya gerakan pemuda di Indonesia untuk memberikan sumbangsihnya terhadap perubahan dan kemajuan bangsa. Makna yang terkandung dari Sumpah Pemuda memberikan keyakinan, bahwa pemuda Indonesia memahami tentang artinya persatuan bangsa yang berdaulat, mencintai tanah air Indonesia dan mempersatukan bahasa untuk persatuan bangsa. Kita memahami, bahwa baik buruknya suatu bangsa adalah tergantung dari seberapa besar kualitas peran pemuda yang terlibat dalam pembangunan nasional. Kita masih ingat perkataan The Founding Father Presiden Pertama Ir. Soekarno yang mengatakan, ”Beri aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”  memberikan refleksi besar dan pandangan terkuat bahwa betapa pentingnya peran pemuda dalam kemajuan bangsa.  Peran pemuda bagai penerus dan pewaris bangsa. 
           Di bawah naungan Kementrian Pemuda dan Olahraga dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), peran pemuda Indonesia akan ditampung, dikontrol dan disalurkan menjadi sebuah peranan yang positif demi kemajuan pembangunan nasional. Peran pemuda dalam pembangunan nasional sejatinya harus berfungsi sebagai Agent of change, moral force dan social control sehingga fungsi tersebut dapat berguna bagi dirinya dan masyarakat. Tak pelak lagi, pemuda berperan besar untuk mengadakan perubahan besar dalam tatanan pembangunan nasional. Bangsa Indonesia sudah berkali-kali mengalami tentang kehebatan pemikiran pemuda dalam perubahan dan pergantian kepemimpinan bangsa. Tindakan ini terekam sejak tahun 1908 hingga sekarang, yang dikenal dengan 6 periodesasi kepemimpinan bangsa yaitu: 1). Periode Kebangkitan Nasional tahun 1908, 2). Periode Sumpah Pemuda tahun 1928, 3). Periode Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, 4). Periode aksi Tritura 1966, 5). Periode Orde Baru tahun 1967-1998, dan 6). Periode Reformasi tahun 1998 hingga sekarang. 
           Peran pemuda sebagai moral force memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan karakter bangsa untuk membangun bangsa dan negaranya, memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing dan mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global. Pemuda memberikan contoh nyata, bahwa untuk membuat pembangunan nasional yang berintegritas dan berkelanjutan perlu adanya moral yang baik. Sudah banyak pemuda Indonesia yang memberikan harumnya nama bangsa dalam berbagai event internasional. Hal ini merupakan bukti, bahwa peran pemuda telah mendobrak paradigma negatif yang memberikan kesan pemuda adalah sebagai pengikut barisan tua, menunggu komando pimpinan, berjiwa malas-malasan, apatis terhadap perubahan, melunturnya nasionalisme dan pesimis terhadap perkembangan ilmu dan teknologi demi pembangunan nasional yang berintegritas.
           Dalam social control, peran pemuda sebagai filter dalam perubahan era globalisasi yang beredar di masyarakat. Perkembangan era globalisasi memberikan efek dramatis seperti menjamurnya budaya luar yang tidak sesuai dengan kearifan lokal bangsa Indonesia. Apa yang terjadi jika pemuda mengikutinya? Perubahan yang sulit dikontrol akan membawa pemuda ke arus negatif dan akibatnya menghambat pergerakan pembangunan nasional. Sebagai contoh, perkembangan kebudayaan nasional yang adiluhung akan dikebiri. Padahal budaya nasional yang beraneka ragam di seluruh pelosok nusantara merupakan identitas, jati diri dan aset pembangunan nasional untuk dikenal, dipelajari, dikembangkan pemuda.  Bahkan bangsa lain mau mengenalnya. Oleh sebab itu, masalah yang menjurus ke arah decline increasing pembangunan nasional merupakan tugas pemuda untuk mengontrolnya, agar pengaruh dari luar yang diserap bangsa Indonesia bersifat positif. Peran pemuda juga sangat berarti dalam mengontrol kebijakan pemerintahan yang sedang berkuasa sekarang ini. Derasnya arus korupsi yang tidak terkendali, penegakkan hukum yang berpihak kepada kaum berduit dan jalannya politic practise yang tidak mengedepankan kepentingan umum akan dikontrol oleh berbagai elemen pemuda, seperti BEM (Badan Eksekutif  Mahasiswa) dan organisasi kepemudaan di seluruh Indonesia.  Kita masih ingat betapa kuatnya cengkeraman kekuasaan Orde Baru yang membelenggu kebebasan rakyat selama 32 tahun dalam segala hal akhirnya tumbang pada tahun 1998 karena peran demonstrasi pemuda/mahasiswa
           Mobilisasi pemuda/mahasiswa yang menduduki gedung DPR RI memaksa kekuasaan Orde Baru menyerahkan tampuk kekuasaannya ke pemerintahan selanjutnya (reformasi), meskipun harus dibayar dengan pengorbanan nyawa pemuda/mahasiswa, yang kita kenal dengan peristiwa Mei 1998. Itulah sebabnya, banyak kalangan mengatakan bahwa peran pemuda sebagai People make history (orang yang membuat sejarah) di setiap waktunya. Peran pemuda tidak lagi disepelekan. Betapa pentingnya masa depan bangsa kita ada di tangan pemuda. Pemuda sebagai  the leader of tomorrow merupakan harapan nyata bagi pembangunan nasional. Kondisi ini memberikan isyarat karena pemuda mempunyai posisi yang sangat strategis dan istimewa. Oleh karena itu, secara kualitatif, pemuda lebih kreatif, inovatif, memiliki idealisme yang murni dan energi besar dalam perubahan. Di tangan pemudalah harapan masa depan bangsa dipertaruhkan.
           Dari analisa di atas dapat disimpulkan, bahwa pemuda  harus memiliki semangat dan kemampuan untuk membangun bangsa. Peran pemuda untuk pembangunan nasional dalam segala aspek sebenarnya adalah pembangunan yang berguna untuk kepentingan dirinya dan masyarakatnya. Menengok sejarah, peran pemuda telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai perubahan kepemimpinan bangsa di setiap periode. Oleh sebab itu, pemuda hendaknya mempunyai karakter kuat dan menjadikan dirinya garda terdepan yang mempunyai kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi agar mampu bersaing secara global. Implementasi peran pemuda sebagai Agent of change, moral force dan social control akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dalam pembangunan nasional. Peran pemuda dalam merubah kondisi bangsa menjadi lebih baik, memberikan contoh generasi yang bermoral dan mengontrol perubahan agar tetap pada kearifan lokal  merupakan bukti nyata, bahwa peran pemuda memberikan harapan besar tentang masa depan bangsa yang lebih baik. Pemuda adalah tokoh pembuat sejarah bangsa. Kita pun berharap pemuda mampu membuat sejarah pembangunan nasional yang mempunyai integritas kuat dan berkelanjutan. Pemuda, ditangannya harapan bangsa berada dan dipertaruhkan.  

Referensi:
http://knpikersamanah.blogspot.com/2012/12/peranan-pemuda-dalam-pembangunan-ne
geri.html
http://muda.kompasiana.com/2013/04/17/peran-pemuda-dalam-kemajuan-bangsa-54735
3.html
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=115

Friday, September 6, 2013

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Sinergitas Kelembagaan dalam Pengentasan Kemiskinan

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Sinergitas Kelembagaan
 dalam Pengentasan Kemiskinan
Oleh: Casmudi

            Sejak masa reformasi bergulir, sistem perekonomian Indonesia tidak kunjung membaik. Akibatnya, daya beli masyarakat pun tetap rendah untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Tingkat pengangguran menjadi tinggi karena imbas dari krisis ekonomi. Jika masalah ini didiamkan, angka kemiskinan akan terus bergerak  ke atas pada grafik perkembangan ekonomi. Sementara, perkembangan ekonomi yang bergerak menurun juga akan menyebabkan masalah kemiskinan masyarakat tidak akan pernah terselesaikan. Kita tahu bahwa kemiskinan merupakan hal yang paling mendesak untuk diatasi. Oleh karena itu, masalah kemiskinan perlu penanganan yang serius dan komprehensif dari semua pemangku kepentingan (stakeholders). Namun, sebagai pelopor utama adalah Pemerintah yang mempunyai kebijakan.
            Untuk mengatasi kemiskinan tersebut, Pemerintah  membuat berbagai program seperti Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pelaksanaan program tersebut  yang paling mendesak adalah mengentaskan kemiskinan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara layak, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin, penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat. Tindakan paling mendasar adalah strategi memberdayakan masyarakat untuk hidup mandiri atau membuka usaha yang mampu menyerap tenaga kerja. Salah satu peran Pemerintah dalam percepatan pengentasan kemiskinan, yaitu: membantu masyarakat dalam pengadaan modal usaha (pinjaman lunak) dengan suku bunga kecil dan jangka waktu pengembalian pinjaman bersifat tidak memberatkan.  Program tersebut adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang akan diberlakukan seluruh Indonesia.         
            Dengan dikeluarkannya Inpres No. 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007, maka pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mempunyai landasan hukum yang  kuat. Akhirnya, Pemerintah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tanggal 5 November 2007 secara resmi. Program ini merupakan keinginan Pemerintah untuk mendukung upaya pemberdayaan sektor riil dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) serta sekaligus mengurangi jumlah masyarakat miskin,  penciptaan lapangan kerja melalui dukungan permodalan guna menunjang kegiatan ekonomi produktif masyarakat.  
            Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan skema kredit (pembiayaan) modal kerja  atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) tetapi adanya keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan perbankan (belum bankable). Bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), seperti pemberian kredit (pembiayaan) dengan nilai di bawah 5 (lima) juta rupiah dengan pola penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya nilai penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit yang diminta. Debitur (peminjam) Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat menikmati fasilitas KUR maksimal selama 3 tahun untuk modal kerja dan maksimal lima (5) tahun untuk investasi. Suku bunga pinjaman untuk usaha mikro maksimal sebesar atau setara 22% efektif per tahun dan suku bunga pinjaman ritel maksimal sebesar atau setara 14% efektif per tahun. Suku bunga yang ringan bagi masyarakat yang memulai usaha.
            Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) akan melibatkan tiga (3) lembaga penting yang bersinegi dan akan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam pelaksanaanya. Pertama, Pemerintah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Departemen Teknis (Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian Koperasi dan UKM). Pemerintah berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian berikut penjaminan kredit. Kedua, lembaga penjaminan yang berfungsi sebagai penjamin atas kredit dan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan. Ketiga, perbankan sebagai penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM dan Koperasi. Sedangkan Kementerian Teknis mempunyai peranan penting dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai berikut: 1. Mempersiapkan UMKMK yang melakukan usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, atau kemitraan yang dapat dibiayai dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 2. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 3. Melakukan pembinaan dan pendampingan UMKMK selama masa kredit (pembiayaan) atau ketika usulan kredit (pembiayaan) UMKMK ditolak oleh Bank Pelaksana; 4. Memfasilitasi hubungan antara UMKMK dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti (offtaker) yang memberikan kontribusi dan dukungan untuk kelancaran usaha.
            Dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pemerintah menggandeng Bank Umum dan Bank Pemerintah Daerah (BPD) yang berada di seluruh Indonesia. Bank umum yang  bertindak sebagai penyalur yaitu: Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin. Sedangkan BPD penyalur antara lain: Bank Nagari, Bank DKI, Bank Jatim, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jabar Banten, Bank NTB, Bank Kalbar, Bank Kalteng, Bank Kalsel, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua.
            Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) mendapat respon yang luar biasa dari masyarakat. Hal ini berakibat baik pada peran maksimal Bank Pelaksana. Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 4,1%. Bank BNI merupakan Bank Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR yaitu sebesar 10,1% dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,8%. Total keseluruhan Realisasi dan NPL Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Nasional (31 Mei 2013) sebesar  104,8 triliun dan debitur   berjumlah 8.542.142. Sedangkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Pemerintah Daerah (BPD) sampai bulan Mei 2013 ini telah mencapai Rp. 10,9 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar 139.524. Rata-rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 78,2 juta. Bank Jatim dan Bank Jabar Banten merupakan BPD yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terbesar sekitar Rp. 3,5 triliun dan Rp. 2,5 triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank Nagari dan Bank Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) masing-masing sebesar Rp. 1,1 triliun dan Rp. 295,450 miliar. Sampai bulan Mei 2013 NPL yang terbentuk dari penyalur ke debitur oleh BPD adalah sebesar 7,5%, sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang masih tinggi.
            Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Pelaksana masih dikuasai oleh sektor perdagangan. Penyaluran di sektor ini mencapai Rp. 65,691 triliun dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 5,79 juta debitur. Sektor pertanian menjadi sektor kedua terbesar menyerap Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Pelaksana yaitu sebesar Rp. 18,9 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,26 juta. Total realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sektor ekonomi (31 Mei 2013) berjumlah Rp. 115,7 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 8.681.666. Sedangkan menurut sebaran wilayahnya, penyerapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing sebesar Rp. 17,7 triliun dan Rp. 17,453 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi terbesar yang menyerap Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Pelaksana. Adanya BPD dapat mendongkrak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di luar pulau Jawa.
            Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu memberikan perkembangan pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), Usaha Besar (UB) dan jumlah tenaga kerja yang diserap untuk mengurangi pengangguran dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Sebagai bukti, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55.206.444, tahun 2012 sebanyak 56.534.592. Jadi perkembangan tahun 2011-2012 sebanyak 1.328.147  (naik 2,41%). Sedangkan jumlah Usaha Besar (UB)  pada tahun 2011  sebanyak 4.952,  tahun 2012  sebanyak 4.968. Perkembangan tahun  2011-2012  sebanyak 16 (naik 0,32%). Dalam bidang tenaga kerja yang mampu diserap oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2011 sebanyak 101.722.458 orang, tahun 2012 sebanyak 107.657.509 orang. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap dari tahun 2011-2012  sebanyak 5.935.051 orang (naik 5,83%). Sedangkan tenaga kerja yang diserap oleh Usaha Besar (UB) pada tahun 2011 sebanyak 2.891.224 orang, tahun 2012 sebanyak 3.150.645 orang. Perkembangan daya serap tenaga kerja di UB tahun  2011-2012   sebanyak 259.422 orang (naik 8,97%). Jadi, total jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM dan UB pada tahun  2012 sebanyak 6.194.473 orang (melepaskan atribut pengangguran). Melihat fakta di atas, dapat memberikan gambaran bahwa  UMKM mampu berkembang baik dan menyerap tenaga kerja yang dominan dari seluruh usaha yang ada di Indonesia. UMKM mampu memberikan kontribusi dalam Produk Domestik Bruto sebesar 34,73 %. Kontribusi ini sepertinya akan segera menyusul kontribusi UB yang saat ini telah berada pada angka 42,06 %.
            Kebijakan Pemerintah dengan dikeluarkannya UU Nomor 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan menengah dan yang paling baru UU Nomor 01/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro semakin nyata peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam mengentaskan kemiskinan. Pada tahun 2006 sekitar 39,3 juta atau 17,75% masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dan pada tahun 2008 setelah program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dikeluarkan turun menjadi 34,96 juta atau 15,42%. Pengentasan kemiskinan lambat laun akan dirasakan seluruh Indonesia.

Referensi:
http://komite-kur.com/article-84-sebaran-penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periode-nove mber-2007-mei-2013.asp
http://www.bappenas.go.id/print/2437/pengembangan-program-pengentasan-kemiskin an-/

ARUNIKA HOTEL & SPA ANNOUNCE THE OPENING ON FEBRUARY 14th, 2023

Arunika Hotel & SPA Tuban Bali (Source: Arunika Hotel & SPA)     Tuban, Bali, February 2023 - Good news about hospitality in B...