PEMULUNG YANG JUJUR
PEMULUNG
YANG JUJUR
Oleh Casmudi, S.AP
Warto (nama samaran) hanyalah orang biasa, berpendidikan rendah yang
mengadu nasib di Pulau Bali. Ia bekerja sebagai pemulung. Karena hanya
pekerjaan itulah yang bisa Ia kerjakan. Dengan harapan bisa membawa pulang uang
ke rumah di saat pulang kampung ke Kota Jember,
Jawa Timur. Ia tinggal di rumah bedeng bersama dengan teman pemulung lainnya milik majikannya. Dengan harapan tidak terlalu
menjadi beban, karena gratis membayar biaya kontrakan. Setiap pagi ia harus berkeliling
Kota Denpasar mencari barang rongsokan dan pulang menjelang petang. Tujuannya cuma
satu, mengumpulkan rupiah demi rupiah dari barang rongsokan yang Ia jual untuk
keluarga tercinta.
Peluh dan keringat harus Ia rasakan setiap hari. Sengatan matahari dan
cuaca yang tidak bersahabat menjadi teman sehari-hari. “Semoga, hari ini dapat
rejeki buat anak istri di kampung” pikirnya setiap ia mau berangkat kerja. Pak Warto
rajin berkunjung dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain.
Dengan harapan bisa mendapatkan barang-barang bekas yang layak dijual.
Ketika Warto mendatangi tempat sampah langganan yang ada daerah Poh
Gading, Denpasar dan mencari barang-barang yang layak dijual. Ia menemukan
kotak perhiasan berada di antara tumpukan sampah.
“Ah, paling-paling cuma bungkusnya saja”.
Dalam hatinya tidak ada niat untuk mengambil dan membuka isinya. “Buat apa
kotak perhiasan” pikirnya lagi. Karena baginya, kotak perhiasan tidak ada
gunanya dan tidak bisa dijual. Tetapi,
hati kecilnya mengatakan lain. Ia tergerak untuk mengambil kotak perhiasan dan ingin
membukanya,agar tahu apa isinya.
“Astaghfirullah ….” Pak Warto kaget dan
takjub. Pemandangan yang ada di depannya bagaikan mimpi. Dalam kotak perhiasan
itu terdapat berbagai jenis perhiasan wanita, seperti kalung, cincin, dan anting-anting
. Beratnya kira-kira 100 gram dan kalau diuangkan kira-kira 400 jutaan. Warto
bukanlah orang yang tamak. Meskipun
hidupnya serba kurang dan himpitan ekonomi selalu di depan mata dalam mencukupi
kebutuhan keluarga, Ia tidak berniat menjual perhiasan tersebut untuk kebutuhan
pribadi.
”Saya rasa, pasti yang merasa kehilangan
sedang berduka. Seandainya saya menjadi Dia,
pastilah saya stress dan kehilangan. Saya harus melaporkan penemuan ini”
gumamnya.
Pak Warto langsung melaporkan penemuan perhiasan
emas ke pengepul rongsokan majikannya dan melanjutkan laporannya ke Banjar setempat.
Gayung bersambut, kebetulan satu hari yang lalu saat perayaan Galungan dan
Kuningan, pihak Banjar menerima pengaduan warga seorang Ibu tentang kehilangan
perhiasan emas. Pihak Banjar bergegas cepat memanggil warganya yang merasa kehilangan
perhiasan emas untuk datang ke kantor Banjar. Ibu yang merasa kehilangan senang
bukan kepalang. Ia merasa berterima kasih dan seperti mimpi atas kejadian yang
dialami.
“Kotak perhiasan itu saya taruh di atas
meja. Tanpa sadar dibuang ke tempat sampah oleh suamiku, karena dikira kosong
isinya. Dan saya berterima kasih, karena di jaman maju seperti ini masih ada
orang jujur seperti Pak Warto. Meskipun hidupnya serba kurang sebagai pemulung”
kata Ibu Ni Luh (nama samaran).
Berita penemuan perhiasan emas menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Apalagi kejadian tersebut masuk berita di koran lokal, Bali Post. Sebagai rasa
terima kasih, Ibu Ni Luh memberikan uang sebagai rasa syukur kepada Pak Warto yang
besarnya lumayan untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan istri di kampung.
Potret kejujuran yang luar biasa. Pak Warto mendapatkan hasil dari kejujurannya
yang memang menjadi haknya. Perhiasan emas yang menggiurkan itu bukanlah
miliknya, yang Ia punya adalah kejujuran dalam mengarungi hidup. Selamat Pak
Warto!
1 comment for "PEMULUNG YANG JUJUR"