Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keteguhan, Kegigihan, Kesabaran dan Kegotong-royangan Masyarakat Bali



Uniknya Pulau Bali, Antara Ngaben, Ogoh-ogoh
dan Demo Reklamasi Teluk Benoa


 Para pemuda mengangkat mayat untuk di masukkan 
ke Bade pada prosesi Ngaben keluarga Puri 
Ubud Gianyar (Sumber: dokumen pribadi)


Pesona Pulau Bali memang sungguh luar biasa. Pulau yang disebut sebagai Pulau Dewata, Seribu Pura atau Paradise of Island mampu menghipnotis para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Lantas, apa yang menarik dari pulau Bali tersebut? Kita sudah memahami bahwa yang dijual pulau Bali bukanlah kandungan sumber alam yang melimpah namun pesona keindahan alam dan seni yang indah mampu membuat setiap wisatawan ingin mengunjunginya.
Menurut saya, setiap jengkal pulau Bali memang bisa dieksplorasi demi pariwisata. Kita tidak akan kekurangan tempat wisata ketika kita datang berkunjung ke pulau Bali. Bukan hanya itu, masyarakat Bali yang terkenal dengan sifat gigih, teguh, sabar dan gotong royong itulah yang menarik wisatawan. Tidak mantap rasanya kalau kita berkunjung ke Bali tidak menyempatkan diri untuk melihat prosesi pembakaran mayat atau kremasi yang biasa disebut sebagai Ngaben.
Jika kita menelisik lebih jauh tentang prosesi ngaben, kita akan melihat kearifan lokal yang dipegang masyarakat Bali. Sifat sabar dan gotong royong akan selalu kita lihat dalam berbagai upacara keagamaan, khususnya Ngaben. Kita perlu tahu bahwa bade (tempat menaruh mayat) yang berbentuk menyerupai sapi dibuat bukan hanya satu atau dua hari. Melainkan, untuk membuat bade bisa memakan waktu hingga satu bulan. Jiwa kesabaran yang dipegang seniman atau pengrajin untuk mendapatkan hasil bade terbaik terbayar sudah. Bukan hanya itu, fasilitas ngaben lain yang berbentuk pura yang dibawa bersama mayat pun memakan waktu hingga satu bulan.
Jangan kaget, jika acara ngaben terjadi pada keluarga keturunan raja seperti Puri Ubud Gianyar, bade dan pura akan dibuat fantastis. Puranya yang mempunyai tumpang atau susun hingga sembilan dengan ketinggian lebih dari 20 meter. Untuk mengaraknya saja perlu ratusan pemuda secara bergantian. Sungguh, jiwa gotong-royong yang luar biasa untuk mensukseskan acara ngaben tersebut. Saya pernah menyaksikan sendiri acara ngaben dari salah satu keluarga Puri Ubud Gianyar, yang selalu menjadi tujuan wisata yang menarik. Bade dan Puranya di buat dengan penuh kesabaran hampir 3 bulan lamanya. Pekerjaan itu melibatkan seluruh banjar yang ada di Ubud.

 

Acara Ngaben di Kabupaten Karangasem (Sumber: dokumen pribadi)


Kesabaran dan Gotong-royong masyarakat di Bali juga terlihat pada saat menjelang Hari Raya Nyepi. Para pemuda dan orang tua bergotong-royong dengan sabar dan telaten membuat ogoh-ogoh (boneka raksasa) yang akan diarak pada malam pengerupukan (malam menjelang Hari Raya Nyepi). Untuk membuat ogoh-ogoh pun  tidak gampang. Perlu kesabaran untuk membuat setiap lekukan atau detil dari tokoh yang akan dibuat. Bila perlu, dibuat sebaik mungkin alias horor. Karena, wujud ogoh-ogoh biasanya menganut tokoh-tokoh butha kala yang terkesan menakutkan.
Pada saat malam pengerupukan, ogoh-ogoh akan diarak oleh puluhan bahkan ratusan pemuda. Beban berat ogoh-ogoh tidak menyurutkan niatnya untuk diarak keliling banjar. Para pemuda bersatu padu saling bergantian mengarak ogoh-ogoh. Cucuran keringat yang menetes pun tidak dipedulikan lagi. Musik yang berdentum keras mengiringi arak-arakan ogoh-ogoh tersebut. Semuanya bergembira ria menghadapi malam Tahun Baru Saka (Hari Raya Nyepi).       


 Ogoh-ogoh (Sumber: dokumen pribadi)

Jika wisatawan sedang berkunjung ke Pulau Bali, maka kita akan melihat baliho atau reklame di sudut-sudut jalan Pulau Bali yang bertuliskan tentang penolakan tentang reklamasi Teluk Benoa berkedok Revitalisasi. Beberapa tahun belakangan, Teluk  Benoa yang terletak kawasan Tanjung Benoa memang menjadi incaran para investor untuk dijadikan kawasan wisata prestigious. Tetapi, maksud investor tersebut justru tidak disetujui masyarakat Bali. Hal tersebut dengan alasan bisa menyebabkan abrasi, hilangnya kesucian kawasan Teluk Benoa atau melanggar konsep Tri Hita Karana (terwujudnya harmoniasasi antara Tuhan, Alam dan Manusia).
Perlu diketahui bahwa penolakan masyarakat Bali atas reklamasi Teluk Benoa menjadi isu penting yang merebak hingga ke seluruh dunia. Jiwa “puputan” masyarakat Bali untuk selalu teguh dan gigih dalam mempertahankan keaslian dan kesucian Teluk Benoa. Sudah berkali-kali masyarakat Bali melakukan demo massal dan besar-besaran untuk menolak Reklamasi Teluk Benoa tersebut. Tuntutannya adalah dicabutnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2014 yang dampaknya tentang pemanfaatan kawasan Teluk Benoa untuk umum.
Saya merasa salut bahwa masyarakat Bali tetap sabar untuk tetap melakukan demo sampai tuntutannya dikabulkan. Mereka memegang teguh untuk melakukan penolakan tentang reklamasi karena berdampak buruk  terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, masyarakat Bali tetap gigih berjuang melawan ketidakadilan tentang rencana perubahan fungsi Teluk Benoa. Sampai kapan? Sampah tuntutannya terlaksana!  

 

Demo di Denpasar tolak reklamasi Teluk Benoa berkedok 
revitalsasi (Sumber: dokumen pribadi)





3 comments for "Keteguhan, Kegigihan, Kesabaran dan Kegotong-royangan Masyarakat Bali"

Donna August 2, 2016 at 2:23 PM Delete Comment
Dalam budaya Bali, banyak sekali yang bisa kita pelajari ya ternyata
CASMUDI August 2, 2016 at 7:09 PM Delete Comment
Betul mbak, masih banyak lagi yang belum kita jelajahi. Terima kasih telah mampir. Salam hangat.
Wanda hamidah November 29, 2016 at 12:59 AM Delete Comment
This comment has been removed by a blog administrator.