Cinta Rupiah Hingga Nominal Terkecil
Cinta
Rupiah Hingga Nominal Terkecil
Berbagai nominal uang rupiah emisi
tahun 2016 untuk berbagai transaksi
(Sumber: dokumen pribadi)
Perjalanan wisata ke
Tegalalng Ubud Gianyar terhenti sebentar karena rasa haus yang tidak tertahankan.
Salah satu tujuan untuk membeli minuman mineral adalah sebuah minimarket yang
sudah punya cabang di seluruh Indonesia. Saat pembayaran di kasir, saya
menyerahkan uang rupiah pecahan 5.000 emisi tahun 2016 dari Bank Indonesia.
Selanjutnya, saya mendapatkan struk belanja dan kembalian uang receh pecahan
500 dan 200. Kedua pecahan uang kecil tersebut juga emisi tahun 2016 yang
terlihat masih berkilau. Saya terima dengan senang hati pecahan tersebut,
bahkan saya menyimpannya baik-baik karena suatu saat bisa untuk berbelanja
kembali.
Uang rupiah pecahan 500 dan 200
sebagai kembalian transaksi di minimarket
(Sumber: dokumen pribadi)
Namun, saya miris
sekali ketika saya melihat beberapa pecahan uang kecil 200, 100 dan 50 berserakan
di teras minimarket tersebut. Rasa sayang dan peduli terhadap uang tersebut
membuat saya berusaha untuk memunguti satu persatu yang jumlahnya hanya 400
rupiah. Sungguh, pemandangan seperti itu sudah berkali-kali saya mengalaminya.
Bahkan, saya pernah melihat pecahan uang kecil tersebut dengan sengaja
ditinggal pemiliknya saat bersantai menikmati kopi di sebuah tenda yang ada di teras
sebuah minimarket. Saya memberikan kesimpulan bahwa uang kecil tersebut
sepertinya tidak memberikan nilai signifikan bagi yang bersangkutan. Mengapa? Uang
pecahan kecil memang sungguh naas nasibnya.
Saya sudah mencoba
puluhan bahkan ratusan kali menggunakan pecahan uang kecil 200, 100, 50 selalu ditolak
saat melakukan transaksi selain di minimarket. Kadangkala, saya dengan terus
terang mengatakan pada sang penjual,”mengapa ibu menolak uang pecahan kecil
ini?. Jawabannya pun sungguh menyayat hati saya, “mas, uang kecil itu tidak
laku untuk belanja. Hanya di minimarket yang mau terima”. Pantas saja, jika
pecahan uang 200, 100 dan 50 sepertinya tidak dihargai keberadaannya. Kadang timbul
pertanyaan konyol dalam benak saya, “Bank Indonesia, kalau pecahan 200, 100 dan
50 tidak bisa digunakan untuk transaksi selain minimarket, mengapa harus capai-capai
dibuat?”.
Kenyataannya, pecahan
uang 200, 100 dan 50 hanya mampu beredar bebas dalam transaksi di pasar retail.
Sedangkan, untuk transaksi jual beli di pasar tradisional sepertinya tidak berdaya.
Lantas, apakah Bank Indonesia salah
dalam mengedarkan uang pecahan kecil tersebut? Tidak! Saya pun memahami bahwa Bank
Indonesia tidaklah main-main tentang perlunya uang pecahan kecil tersebut agar
sirkulasi perekonomian dan bisnis khususnya pasar retail bisa berjalan dengan
baik. Masyarakat Indonesia harus bijak dan mencintai Rupiah hingga pecahan
terkecil apapun resikonya.
Oleh sebab itu, perlunya
pemahaman yang luas kepada masyarakat
bahwa berapapun nilai nominal uang Rupiah yang anda miliki tidak akan bernilai
jika berkurang 200, 100 dan 50 rupiah. Uang senilai 1 juta tidak akan disebut “1
juta” jika kurang 200, 100 atau 50 rupiah bukan? Lalu, mengapa kita harus
membuang uang pecahan 200, 100 atau 50 rupiah tersebut? Bank Indonesia sudah
membuat kebijakan dengan matang tentang peredaran uang rupiah berapapun nominalnya.
Bahkan, Peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 17/3/PBI/2015 BAB II Pasal 2 ayat
(1) mengatakan, “Setiap pihak wajib mengunakan Rupiah dalam transaksi yang
dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Ini menunjukan bahwa setiap transaksi yang
kita lakukan di wilayah NKRI tidak lepas dari peran rupiah, dari nominal 100
ribu hingga 50 rupiah.
Mencintai rupiah bukan hanya
nominal yang besar tetapi menggunakannya dengan baik hingga nominal kecil
(Sumber: dokumen pribadi)
Ajakan untuk mencintai
Rupiah sebagai alat transaksi apapun di tanah air perlu ditanamkan sejak dini.
Itulah sebabnya, cinta rupiah pernah dibuat dalam lagu anak-anak. Sepenggal
bait lagu “Aku Cinta Rupiah” yang dinyanyikan oleh penyanyi cilik Cindy Cenora
era tahun 90an di bawah ini memberikan gambaran tentang kebanggaan mengunakan
rupiah dalam berbagai transaksi.
Aku cinta rupiah, biar dolar di
mana-mana
Aku suka rupiah karena aku anak
Indonesia
Mau beli baju pakai rupiah
Jajannnya juga pakai rupiah
Mau beli buku buku sekolah
Karena ku sayang ya rupiah
Kini, saat harga barang
berkali-kali lipat dibandingkan 10 tahun yang lalu, maka aksi cinta rupiah
bukan hanya untuk uang rupiah pecahan yang besar saja. Tetapi, masyarakat
Indonesia hendaknya mencintai rupiah hingga nominal terkecil. Ung rupiah
pecahan kecil sangat membantu, saat
melakukan transaksi di minimarket. Bijak dan menyimpan dengan baik berapapun nominal
pecahan rupiah adalah wujud mencintai rupiah tanpa syarat. Jika, pecahan rupiah
yang kecil tidak bisa digunakan dalam transaksi di berbagai warung tradisional
maka hal yang wajib dilakukan adalah tetap menyimpannya dengan baik. Saya pun
telah mengumpulkan pecahan rupiah yang kecil hingga satu kaleng biskuit. Setiap
saya ingin melakukan transaksi ke minimarket atau toko retail maka saya
menggunakan secukupnya.
Rupiah adalah alat
tukar yang sah di Indonesia. Oleh sebab itu, menggunakan rupiah di wilayah NKRI
merupakan sebuah keharusan seperti yang telah tertera dalam Peraturan Bank
Indonesia. Kita perlu memahami bahwa Bank Indoensia sebagai bank sentral di
tanah air tidak sia-sia mencetak uang rupiah hingga pecahan yang terkecil.
Tugas kita adalah menggunakan uang rupiah tersebut dalam transaksi yang kita
lakukan baik di pasar modern maupun pasar tradisional. Ya, kita wajib mencintai
rupiah bukan hanya nominal yang besar tetapi mencintai rupiah hingga nominal
terkecil adalah wujud mencintai Indonesia. Sejatinya, berbagai pecahan uang
rupiah yang beredar dalam setiap transaksi adalah saling melengkapi satu sama
lain. Tiada transaksi yang dianggap besar jika tidak melibatkan yang kecil.
Karena, uang rupiah 100 ribu akan berkurang nilainya jika kurang 50.
4 comments for "Cinta Rupiah Hingga Nominal Terkecil"