Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Budaya Unggul dari Sasak Hingga Aceh

Budaya unggul (Sumber: shifindonesia.com)


Bangsa Indonesia mempunyai kurang lebih 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dan, kurang lebih 1340 suku yang ada menasbihkan Indonesia sebagai negara dengan suku terbanyak di dunia. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjelajah semua suku? Tak cukup 1 tahun untuk berkeliling seluruh suku tersebut. Benar-benar kekayaan budaya yang patut dibanggakan. Ini adalah modal besar untuk membangun persatauan dan kesatuan  bangsa dalam ranah “Bhinneka Tunggal Ika”.
Faktanya, setiap suku yang ada di Indonesia mempunyai budaya unggulan yang perlu kita kenal. Kata pepatah, tidak kenal maka tak sayang. Itulah sebabnya, tanpa mengenal adat dan budaya suku lain bisa menimbulkan salah paham. Saya hidup merantau dan bergaul dengan beberapa orang yang berasal dari beberapa suku di Indonesia. Banyak hal-hal unik dan mengagumkan yang bisa saya peroleh. Tentunya, perbincangan saya dan orang lain seputar budaya yang masih lestari hingga sekarang. Dan, yang menarik adalah mereka dengan senang hati akan menceritakan panjang lebar tentang kekayaan budayanya.
Setiap suku di Indonesia mempunyai budaya unggul yang bisa menjadi nilai jual di bidang pariwisata baik taraf nasional maupun internasional. Bahkan, budaya unggul tersebut telah menjadi ikon atau ciri khas yang positif bagi orang yang berada di suku lainnya. Bahkan, ada yang mengalami akulturasi budaya. Ini adalah kekayaan yang sangat saya banggakan. Bagaimana dengan budaya unggul suku-suku di Indonesia seperti: Jawa, Sunda, Melayu, Batak, Madura, Betawi, Minangkabau, Bugis, Banten, Banjar, Bali, Aceh, Dayak, Sasak, dan Tionghoa?
Untuk mempermudah menghafalkan suku-suku tersebut, saya jadi teringat dengan rumus “Jembatan Keledai” yang saya kenal hingga sekarang. Jadi, biar lebih asyik dan kekinian dengan dunia digital sekarang ini, saya biasa menyingkatnya dengan kalimat “Wanda Ayu Badawi Manisnya Tenar dari Bali-Aceh Disangka Hoax”. Mudah menghafalkannya bukan? Dengan kepanjangan sebagai berikut: Wanda (Jawa, Sunda), Ayu (Melayu), Badawi (Batak, Madura, Betawi), Manisnya (Minangkabau, Bugis), Tenar (Banten, Banjar), Bali-Aceh (Bali, Aceh), Disangka (Dayak, Sasak), dan Hoax (Tionghoa). Setiap suku tersebut tentunya mempunyai budaya unggul yang tanpa disadari saya dan anda pernah melihat atau mengalaminya langsung.
Budaya Unggul
Jujur, dari suku-suku di atas saya pernah bersentuhan dengan budaya atau orang yang berasal dari suku tersebut.  Bahkan, beberapa suku di atas saya pernah atau masih tinggal untuk jangka waktu lama, seperti: Jawa, Sunda, Betawi, Banten, Bali dan Sasak. Banyak hal yang membuat saya betah dan kangen untuk tetap tinggal di tanah tersebut. Bukan hanya itu, budaya yang ada seperti dialek atau logat yang khas membuat saya memahami orang yang bersangkutan berasal dari suku mana di Indonesia. Apalagi, menurut Melville J. Herskovits  dan Bronislaw Malinowski yang menyatakan bahwa semua yang ada dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Suku Jawa
Saya merasa asli orang Jawa tentu memahami budaya unggulan suku Jawa. Banyak orang bilang bahwa suku Jawa adalah sosok perantau, di manapun pulau di Indonesia pasti ada orang Jawa. Saya merasa beruntung dengan anggapan orang terhadap kondisi tersebut. Setidaknya setiap orang di Indonesia menjadi kenal dengan  budaya Jawa yang adiluhung.
Budaya Jawa yang terkenal dengan orangnya yang santun dalam berbicara dan mempunyai tipe pekerja keras bisa hidup di mana saja. Budaya unggulan yang sering menjadi ikon pada tataran nasional dan internasional adalah seni batiknya, seperti; batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogya dan lain-lain. Bahkan, kesenian Reog yang berasal dari Ponorogo sering tampil pada acara atau festival internasional. Yang tidak kalah hebatnya adalah kesenian wayang kulit yang menjadikan dalang Ki Manteb Soedarsono melanglang buana.
Suku Sunda         
            Suku Sunda, di mana saya pernah tinggal lebih dari 5 tahun lamanya memang menarik untuk disimak. Apalagi, mojang (cewek) Priangan yang terkenal geulis (cantik) dan banyak yang menjadi artis untuk tampil di televisi membuat setiap pasang mata masyarakat Indonesia atau dunia penasaran untuk mengetahui lebih jauh suku tersebut. Salah satunya adalah dengan berkunjung langsung ke tanah Pasundan.
Budaya unggulan dari tanah Pasundan yang biasa tampil dalam tataran internasional adalah kesenian Angklung yang digawangi oleh Mang Ujo dari Saung Ujo Bandung. Bahkan, permainan angklung ini pernah mengukir rekor dengan pemain angklung terbanyak di dunia secara massal dan mencatatkan dirinya di Guiness Book of Record. Sebuah rekor yang fantastis dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan tanah Pasundan khususnya.
Suku Melayu
            Suku Melayu yang identik dengan Provinsi Riau memang jarang dikenal masyarakat Indonesia secara umum. Untungnya, saya pernah bergaul dengan orang dari daratan Melayu tersebut. Apa yang menarik dari suku Melayu? Perlu diketahui bahwa suku Melayu terkenal dengan keramahtamahan dan kaya akan adat istiadat.
Suku Melayu yang mayoritas beragama Islam tentu memberikan ciri khas budaya yang bernafaskan keislaman. Menjelang bulan Ramadhan, biasanya orang Melayu melakukan tradisi budaya Petang Balimau  merupakan tradisi yang digelar dengan mandi Balimau untuk menyambut bulan puasa di bulan Ramadhan. Kalau orang Jawa mengenal budaya ini sebagai acara “Padusan” alias mandi menjelang bulan Ramadhan.
            Budaya Melayu lainnya yang menjadi unggulan dan diadakan setiap tahun adalah Festival Lampu Colok. Festival tersebut merupakan agenda tahunan masyarakat Riau (Bumi Lancing Kuning) yang merupakan tradisi masyarakat dalam menyambut malam Lailatul Qadar. Lampu Colok (lampu berminyak tanah) dihidupkan secara bersama-sama oleh warga sehingga bisa menerangi seluruh kampung saat bulan puasa.
Suku Batak
Suku di Indonesia yang sangat familiar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah suku Batak. Ketika mendengar dialek orang yang berasal dari suku Batak akan merasa terpana karena kaget. Nada komunikasi yang selalu meninggi merupakan ciri dari orang Batak pada saat berbicara dengan orang lain. Banyak anggapan bahwa kesan keras dan kasar sepertinya melekat pada diri orang Batak. Kenyataannya tidak seperti itu. Saya beberapa tahun bergaul sama orang Batak yang asyik diajak ngobrol dan berbagi informasi.
Justru, pernahkan anda sadari bahwa orang Batak adalah sosok yang baik, ramah tamah dan solidaritas yang kuat saat kita mengenal dekat dengannya. Bahkan, menurut saya menggambarkan bahwa di balik keras dialeknya, orang Batak adalah sosok yang melankolis dan cengeng. Anda ingin tahu, dengarlah lagu-lagu orang Batak yang mayoritas memberi kesan “nangis manganung” (menangis dan merintih).  
Mereka benar-benar memahami arti sebuah cinta baik kepada tanah kelahiran, orang lain maupun orang tuanya. Saya terkesima dengan Umpasa (pepatah Batak) yang berbunyi “Manuk Ni Pea Langge Hotek-hotek Laho Marpira, Nasirang Marale Ale Lobian Matean Ina” yang mengambarkan manusia Batak suka bergaul dan mempunyai banyak teman, jika kehilangan seorang handai taulan sepertinya mereka merasa melebihi kehilangan seorang ibu yang dicintainya. Pepatah yang menunjukan bahwa pertemanan adalah perlu dijaga sebaik mungkin.
Budaya unggulan suku Batak yang dikenal dunia di antaranya Tari Tor-Tor  yang merupakan kesenian yang sangat menonjol dari masyarakat Batak Toba. Manortor (menari, Batak Toba) merupakan lambang bentuk syukur kepada Mulajadi Nabolon, dewa pencipta alam semesta dan rasa hormat kepada hula-hula dalam konsep kekeluargaan mereka. Lanjut, Tari Tor-Tor dalam dunia pariwisata sangat termasyhur dan sering menjadi daya tarik pengunjung. Tari Tor-Tor juga sering dipakai pada upacara ritual seperti acara pernikahan.
Selain Tari Tor-Tor, suku Batak juga mempunyai budaya unggulan yaitu Martonun yang merupakan ketrampilan dalam membuat kain Ulos khas Batak dengan alat tenun tradisional yang bisa ditemui di pedalaman pulau Samosir dan daerah-daerah lainnya di sekitar Danau Toba. Kain Ulos ini bisa menunjukan lambang persahabatan atau persaudaraan. Jadi, biasanya pertemanan yang karib dengan orang Batak, mereka memberikan cidera mata berupa kain Ulos. 
Suku Madura
Ingat suku Madura, saya selalu mengingatnya pada sosok pengusaha rongsokan  atau barang bekas. Usaha yang terkesan pinggiran, tetapi telah mencetak banyak jutawan bahkan miliarder orang Madura di tanah perantauan. Menurut saya, budaya ulet dan kerja keras dalam berusaha merupakan kunci keberhasilan mereka. Makanya, kita sering melihat pengusaha rongsokan yang mempunyai rumah dan mobil mewah.
Budaya unggulan suku Madura yang sering kita lihat di media atau menyaksikan langsung adalah Karapan Sapi (balapan sapi). Ya, acara balapan sapi yang menjadi agenda menarik bagi wisatawan telah menjadi ikon pariwisata pulau garam tersebut. Bahkan, tidak lengkap rasanya berkunjung ke tanah Madura jika tidak menyaksikan Karapan Sapi. Gengsi dan harga sapi akan melambung tinggi ketika memenangkan kompetisi Karapan Sapi tersebut.
Suku Minangkabau    
Ketika saya menyantap hidangan di Rumah Makan Minang dengan Gulai Rendang yang merupakan kuliner terlezat di dunia, saya teringat akan ranah Minangkabau dalam roman Siti Nurbaya. Saya berpendapat bahwa Gulai Rendang adalah salah satu produk unggulan di bidang kuliner dari suku Minangkabau. Budaya unggulan lainnya adalah Tari piring khas Minangkabau yang diiringi lagu Salempong. Ranah Minangkabau juga mempunyai seni Silek yang merupakan silat khas Minangkabau. Jenis silat ini sering ditampilkan di berbagai ajang atau festival daerah dan nasional.
            Apalagi, beberapa bulan yang lalu kompetisi silat dunia telah dihelat di Bali. Silek bisa menjadi budaya unggulan yang ditampilkan di acara-acara internasional. Ini merupakan strategi yang baik agar dunia mengetahui bahwa Silek merupakan budaya unggul ranah Minangkabau yang patut dipertahankan. Dan, saya beberapa kali menyaksikan Silek ini ketika tinggal di Jakarta. Saya senang berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk menyaksikan budaya unggul tersebut.  
Suku Bugis
Suku Bugis yang mempunyai jiwa pelaut, pedagang dan pengusaha merupakan sosok perantau ulung. Sompe (bahasa Bugis: merantau) adalah hal yang biasa bagi masyarakat Bugis untuk mendapatkan kebahagiaan. Jangan kaget jika di daratan Afrika Selatan, suku Bugis merupakan suku yang telah berdiam lama. Hal ini ditunjukan dengan keberadaan masjid yang ada di sana. Bahkan, jika mendalami sejarah suku Bugis di negeri Malaysia, maka kita akan tercengang ketika Sultan dan pembesar Malaysia adalah keturunan Bugis-Makasar, seperti Sultan Johor, Selangor, Trengganu dan Pahang. Hebat bukan?
            Budaya unggulan masyarakat Bugis yang menarik buat saya hingga sekarang adalah Uang Panai (uang yang harus ditebus) sang mempelai pria  pada wanita saat acara pernikahan. Bahkan, uang Panai pernah menjadi viral di sosial media (sosmed). Jika, sang pria tidak bisa membayar uang Panai yang diminta sang wanita, maka  jangan harap kedua mempelai bisa melangsungkan pernikahan. Adat yang sakral itu menjadi budaya unggulan yang langgeng hingga sekarang di tanah Bugis.  
Suku Banten
Saya pernah tinggal di tanah Banten hampir satu tahun lamanya. Nuansa agamis sangat kental sekali. Terpesona setiap berkunjung ke Masjid Agung Banten dan menyempatkan diri untuk mencoba memeluk Meriam “Ki Amuk Banten” yang berada di Museum Banten Lama. Kuatnya ajaran agama Islam yang ada di tanah Banten dibuktikan dengan adanya peninggalan jaman Belanda yang berupa benteng Surosowan dan Keraton Kaibon yang telah runtuh dan terjaga hingga sekarang. 
 Mengunjungi tanah Banten, maka kita tak sulit untuk mengenal budaya unggulan yang ada di sana. Seni pencak silat khas Banten sering ditampilkan di berbagai ajang festival baik lokal maupun nasional. Dan, biasanya kesenian silat tersebut berpadu dengan budaya unggulan Banten yang sudah melegenda yaitu: Debus. Debus yang merupakan uji kekuatan tubuh merupakan atraksi yang selalu menarik bagi wisatawan. Pantas, jika Seni Debus merupakan ikon Banten yang sering dikenal baik nasional maupun internasional.  
            Budaya unggulan lainnya adalah kearifan lokal orang Banten yang masih terjaga. Hal ini terbukti dengan adanya orang Badui di kawasan Leuwidamar Lebak yang bertahan dengan kesederhanaan. Mereka tidak terpengaruh dengan kemajuan jaman, khususnya Badui  Dalam. Segala sesuatunya dilakukan tergantung dengan alam. Sangat unik dan tradisional sekali. 
Suku Banjar
Suku Banjar yang merupakan suku yang mendiami Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan memang jarang terekspos media. Namun, saya pernah berinteraksi dengan orang dari suku tersebut. Oarangnya yang ramah dan mudah bergaul membuat komunikasi menjadi lancar. Apalagi, beberapa tahun yang lalu saya berkunjung ke tanah Borneo. Rasa penasaran pun tinggi untuk mencicipi budaya unggulan suku Banjar di bidang kuliner yaitu: Soto Banjar. Kata pak Bondan Winarno, rasanya benar-benar maknyus! Kuliner yang merupakan produk unggulan merupakan warisan budaya nenek moyang yang harus dilestarikan. 
Budaya unggulan lainnya adalah Pasar terapung. Pasar sebagai tempat untuk  melakukan transaksi jual beli di atas air tersebut sudah ada lebih dari 400 tahun lalu. Bahkan, budaya unggulan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Dan, fenomena yang tetap lestari hingga sekarang.   
Suku Bali
            Saat ini saya tinggal dan bergaul dengan masyarakat Bali. Suku Bali yang mayoritas penganut agama Hindu memang menjadi daya tarik wisatawan baik lokal maupun internasional. Masyarakat suku Bali yang mempunyai jiwa seni memang menghasilkan berbagai budaya unggulan. Bagi saya, budaya unggulan yang menjadi daya tarik wisatawan adalah seni tari dan seni pertunjukan.
Seni tari yang menjadi budaya unggulan adalah Tari Pendet yang beberapa tahun lalu diklaim sebagai budaya negara lain. Oleh sebab itu, tarian tersebut perlu ditampilkan secara intens di pentas internasional. Sedangkan, dari seni pertunjukan, budaya unggulan yang banyak menyedot perhatian dunia adalah Tari Barong dan Kris yang menampilkan kesenian Barong khas Bali dan adegan melukai diri pada tubuh pemainnya dengan senjata berupa keris.
Seni pertunjukan lainnya yang tidak kalah unggul adalah Drama Gong dan pentas Calonarang. Khusus, Calonarang merupakan kesenian mengandung unsur magis yang menceritakan tentang Barong (kebaikan) dan Rangda (kejahatan). Pementasan kesenian tersebut sering diadakan di tingkat lokal dalam berbagai upacara keagamaan.     
Suku Aceh
Suku yang berada di ujung pulau Sumatera ini sungguh menarik perhatian. Kebetulan saya bergaul lama dengan orang yang berasal dari suku tersebut. Banyak hal yang dibicarakan dengan adat dan budaya daerahnya. Gayo, suku tertua di Aceh menurut sejarah telah menunjukan nama baiknya di tataran internasional dengan hasil alam yang luar biasa yaitu: Kopi Gayo yang rasanya telah melegenda. Hasil alam tersebut yang menarik banyak orang untuk berkunjung ke Aceh. Hingga bangsa Belanda berusaha untuk menaklukkan Aceh dengan strategi penyamarannya yang dilakukan oleh Dr. Snouck Hurgronye.
Budaya unggulan Aceh yang tetap bertahan hingga kini bahkan telah diakui oleh UNESCO adalah Tari Saman. Tari yang menggunakan tepukan tangan dan tanpa alat musik apapun sangat memukau setiap orang yang melihatnya. Gerakan para penari yang harus bergerak serasi menunjukan sebuah kekompakan. Tari Saman sering tampil di acara-acara internasional. Ini adalah budaya unggulan bangsa kita.
Suku Dayak
Beberapa bulan ini, suku dayak sering menjadi sorotan berita baik media televisi maupun online. Suku dayak memang fenomenal dan setiap orang penasaran ingin berkunjung dan mengetahui budayanya. Saya pernah berinteraksi dengan orang Dayak dalam jangka waktu yang lama. Orangnya yang cuek dengan masalah orang lain. Dan yang penting, orang Dayak adalah sosok yang tidak mau diganggu. Karena, bagi mereka harga diri adalah hal yang paling penting. Maka, kalau kita sudah berteman baik dengannya akan menjadi sahabat sejati.
Budaya unggulan suku Dayak yang saya ketahui adalah Rumah khas Dayak yang sering disebut dengan Rumah Betang atau rumah panjang. Rumah khas Dayak tersebut ada yang panjangnya hingga 190 meter dan diisi oleh 35 Kepala Keluarga. Dan, rumah yang  dibangun berbentuk panggung dengan rentang ketinggian 3-5 meter dari tanah berfungsi untuk mencegah banjir di musim penghujan. Yang menarik adalah di Rumah Betang menunjukan bahwa setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis yang diatur melalui kesepakatan bersama dan dituangkan dalam hukum adat suku Dayak. Dengan kata lain, peran hukum adat sangatlah penting.
Suku Sasak
Saya hidup di tanah Sasak Lombok lebih dari satu tahun. Banyak hal yang menarik untuk disimak. Budaya unggulan yang kadang ”nyeleneh” justru menjadi daya tarik wisata dan hidup hingga sekarang. Seperti budaya Kawin Culik, merupakan budaya seorang pria untuk menikahi wanita lain dengan jalan diculik terlebih dahulu. Oleh sebab itu, bagi yang mau menikahi wanita Lombok, anda hendaknya pintar menculik wanita.
Masih berhubungan dengan masalah perkawinan, budaya unggulan yang berjalan di tanah Sasak hingga sekarang adalah adat Nyongkolan. Adat ini merupakan  arak-arakan rombongan pengantin dari rumah mempelai pria menuju rumah pengantin wanita yang diiringi dengan tabuhan musik tradisional Sasak, yaitu: Gendang Beleq. Gendang Beleq sendiri merupakan alat musik unggulan yang merupakan ikon pariwisata pulau Lombok.
Suku Tionghoa
Suku ini sebenarnya adalah suku migran yang berasal dari daratan Tiongkok atau dulu disebut China.  Namun, karena telah mendiami bumi Indonesia beberapa ratus tahun lamanya, maka suku ini telah menjadi ciri khas suku yang diakui oleh bangsa Indonesia. Orang dari suku Tionghoa telah tersebar di seluruh Indonesia. Dan, mayoritas berprofesi sebagai pedagang atau pengusaha. Jiwa bisnis yang kuat dan mengakar dari nenek moyangnya membuat orang Tionghoa menjadi pebisnis handal.
Jika kita berkunjung ke Singkawang Pontianak Kalimantan Barat, maka orang dari suku Tionghoa sangat dominan. Bahkan, Wali kota Singkawang yang terpilih dalam Pilkada 15 Pebruari 2017 lalu adalah wanita pertama yang merupakan migran dari Tiongkok bernama Tjhai Chui Mie. Ini merupakan sejarah Wali kota wanita pertama di Indonesia yang berasal dari suku Tionghoa.
Suku Tionghoa yang mayoritas beragama Buddha atau Kong Hu Chu mempunyai budaya unggulan yang mulai bisa kita saksikan degan mudah sejak Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Budaya unggul seperti Tarian Barongsai tidak pernah luput saat perayaan Tahun Baru China atau Imlek. Kue Keranjang yang merupakan kuliner unggulan untuk menyambut Imlek juga menjadi santapan bukan hanya suku Tionghoa saja. Tetapi, kuliner tersebut telah menjadi kuliner lintas suku di Indonesia.
Budaya unggulan lainnya dari suku Tionghoa adalah perayaan Cap Go Meh. Perayaan 15 hari setelah tahun baru Imlek kini merupakan agenda wisata yang menarik wisatawan. Di setiap wihara atau kelenteng semarak dengan pernak-pernik perayaan tersebut. Bisa menyaksikan langsung acara tersebut di kota Singkawang yang tersohor merupakan pengalaman yang luar biasa.
Melestarikan Budaya 
            Kekayaan budaya unggulan yang telah dibahas di atas perlu dipertahankan. Menjadi produk wisata yang mempunyai nilai jual adalah sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu, butuh partisipasi semua kalangan. Bukan hanya pemerintah tetapi masyarakat juga berperan aktif dalam menjaga budaya unggul tersebut. Menyuarakan budaya unggul bukan hanya di tataran lokal, namun perlunya menampilkan di ajang nasional hingga internasional merangsang masyarakat Indonesia memahami suku-suku yang ada.
            Keragaman suku yang ada di Indonesia merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai harganya. Memahami setiap suku yang ada di Indonesia merupakan modal untuk berinteraksi satu sama lainnya. Dan, ini merupakan awal dari setiap orang memberikan label yang positif antar suku. Oleh sebab itu, pertikaian antar suku tidak akan terjadi lagi di bumi Indonesia.
            Setiap suku di Indonesia mempunyai budaya adiluhung yang memberikan ciri khas. Dan, budaya tersebut perlu diperkenalkan ke masyarakat dunia. Budaya unggul yang tetap berpegang pada kearifan lokal dan mempunyai nilai wisata hendaknya dikembangkan. Jika 15 suku saja telah memberikan budaya unggulan yang luar biasa, maka saya tidak bisa membayangkan budaya unggul dari 1340 suku di Indonesia tampil di pentas lokal hingga internasional. Sungguh, maha karya budaya Indonesia.

Referensi:   
http://www.kompasiana.com/astrodoni/resensi-film-demi-ucok-yang-haha_551a233e813311917e9de0c7        
http://borneotrip.net/destinasi-wisata/rumah-betang-rumah-panjang-tradisional-suku-dayak-kanayatn/

Post a Comment for "Mengenal Budaya Unggul dari Sasak Hingga Aceh"