Mengenal Budaya Unggul dari Sasak Hingga Aceh
Budaya unggul (Sumber: shifindonesia.com)
Bangsa Indonesia
mempunyai kurang lebih 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Dan, kurang lebih 1340 suku yang ada menasbihkan Indonesia sebagai negara
dengan suku terbanyak di dunia. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menjelajah semua suku? Tak cukup 1 tahun untuk berkeliling seluruh suku
tersebut. Benar-benar kekayaan budaya yang patut dibanggakan. Ini adalah modal
besar untuk membangun persatauan dan kesatuan
bangsa dalam ranah “Bhinneka Tunggal Ika”.
Faktanya, setiap suku
yang ada di Indonesia mempunyai budaya unggulan yang perlu kita kenal. Kata
pepatah, tidak kenal maka tak sayang.
Itulah sebabnya, tanpa mengenal adat dan budaya suku lain bisa menimbulkan
salah paham. Saya hidup merantau dan bergaul dengan beberapa orang yang berasal
dari beberapa suku di Indonesia. Banyak hal-hal unik dan mengagumkan yang bisa
saya peroleh. Tentunya, perbincangan saya dan orang lain seputar budaya yang masih
lestari hingga sekarang. Dan, yang menarik adalah mereka dengan senang hati
akan menceritakan panjang lebar tentang kekayaan budayanya.
Setiap suku di
Indonesia mempunyai budaya unggul yang bisa menjadi nilai jual di bidang
pariwisata baik taraf nasional maupun internasional. Bahkan, budaya unggul
tersebut telah menjadi ikon atau ciri khas yang positif bagi orang yang berada
di suku lainnya. Bahkan, ada yang mengalami akulturasi budaya. Ini adalah
kekayaan yang sangat saya banggakan. Bagaimana dengan budaya unggul suku-suku
di Indonesia seperti: Jawa, Sunda, Melayu, Batak, Madura, Betawi, Minangkabau, Bugis,
Banten, Banjar, Bali, Aceh, Dayak, Sasak, dan Tionghoa?
Untuk mempermudah
menghafalkan suku-suku tersebut, saya jadi teringat dengan rumus “Jembatan
Keledai” yang saya kenal hingga sekarang. Jadi, biar lebih asyik dan kekinian
dengan dunia digital sekarang ini, saya biasa menyingkatnya dengan kalimat “Wanda
Ayu Badawi Manisnya Tenar dari Bali-Aceh Disangka Hoax”. Mudah menghafalkannya
bukan? Dengan kepanjangan sebagai berikut: Wanda (Jawa, Sunda), Ayu (Melayu),
Badawi (Batak, Madura, Betawi), Manisnya (Minangkabau, Bugis), Tenar (Banten,
Banjar), Bali-Aceh (Bali, Aceh), Disangka (Dayak, Sasak), dan Hoax (Tionghoa).
Setiap suku tersebut tentunya mempunyai budaya unggul yang tanpa disadari saya
dan anda pernah melihat atau mengalaminya langsung.
Budaya
Unggul
Jujur, dari suku-suku di
atas saya pernah bersentuhan dengan budaya atau orang yang berasal dari suku
tersebut. Bahkan, beberapa suku di atas
saya pernah atau masih tinggal untuk jangka waktu lama, seperti: Jawa, Sunda,
Betawi, Banten, Bali dan Sasak. Banyak hal yang membuat saya betah dan kangen
untuk tetap tinggal di tanah tersebut. Bukan hanya itu, budaya yang ada seperti
dialek atau logat yang khas membuat saya memahami orang yang bersangkutan
berasal dari suku mana di Indonesia. Apalagi, menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski yang menyatakan
bahwa semua yang ada dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri.
Suku
Jawa
Saya merasa asli orang
Jawa tentu memahami budaya unggulan suku Jawa. Banyak orang bilang bahwa suku
Jawa adalah sosok perantau, di manapun pulau di Indonesia pasti ada orang Jawa.
Saya merasa beruntung dengan anggapan orang terhadap kondisi tersebut.
Setidaknya setiap orang di Indonesia menjadi kenal dengan budaya Jawa yang adiluhung.
Budaya Jawa yang
terkenal dengan orangnya yang santun dalam berbicara dan mempunyai tipe pekerja
keras bisa hidup di mana saja. Budaya unggulan yang sering menjadi ikon pada
tataran nasional dan internasional adalah seni batiknya, seperti; batik
Pekalongan, batik Solo, batik Yogya dan lain-lain. Bahkan, kesenian Reog yang
berasal dari Ponorogo sering tampil pada acara atau festival internasional.
Yang tidak kalah hebatnya adalah kesenian wayang kulit yang menjadikan dalang
Ki Manteb Soedarsono melanglang buana.
Suku
Sunda
Suku
Sunda, di mana saya pernah tinggal lebih dari 5 tahun lamanya memang menarik
untuk disimak. Apalagi, mojang (cewek) Priangan yang terkenal geulis (cantik) dan banyak yang menjadi
artis untuk tampil di televisi membuat setiap pasang mata masyarakat Indonesia
atau dunia penasaran untuk mengetahui lebih jauh suku tersebut. Salah satunya
adalah dengan berkunjung langsung ke tanah Pasundan.
Budaya unggulan dari
tanah Pasundan yang biasa tampil dalam tataran internasional adalah kesenian
Angklung yang digawangi oleh Mang Ujo dari Saung Ujo Bandung. Bahkan, permainan
angklung ini pernah mengukir rekor dengan pemain angklung terbanyak di dunia
secara massal dan mencatatkan dirinya di Guiness
Book of Record. Sebuah rekor yang fantastis dan menjadi kebanggaan bangsa
Indonesia dan tanah Pasundan khususnya.
Suku
Melayu
Suku
Melayu yang identik dengan Provinsi Riau memang jarang dikenal masyarakat
Indonesia secara umum. Untungnya, saya pernah bergaul dengan orang dari daratan
Melayu tersebut. Apa yang menarik dari suku Melayu? Perlu diketahui bahwa suku
Melayu terkenal dengan keramahtamahan dan kaya akan adat istiadat.
Suku Melayu yang
mayoritas beragama Islam tentu memberikan ciri khas budaya yang bernafaskan
keislaman. Menjelang bulan Ramadhan, biasanya orang Melayu melakukan tradisi
budaya Petang Balimau merupakan tradisi yang digelar dengan mandi Balimau
untuk menyambut bulan puasa di bulan Ramadhan. Kalau orang Jawa mengenal budaya
ini sebagai acara “Padusan” alias mandi menjelang bulan Ramadhan.
Budaya
Melayu lainnya yang menjadi unggulan dan diadakan setiap tahun adalah Festival Lampu Colok. Festival tersebut
merupakan agenda tahunan masyarakat Riau (Bumi Lancing Kuning) yang merupakan
tradisi masyarakat dalam menyambut malam Lailatul Qadar. Lampu Colok (lampu
berminyak tanah) dihidupkan secara bersama-sama oleh warga sehingga bisa
menerangi seluruh kampung saat bulan puasa.
Suku
Batak
Suku di Indonesia yang
sangat familiar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah suku Batak. Ketika
mendengar dialek orang yang berasal dari suku Batak akan merasa terpana karena
kaget. Nada komunikasi yang selalu meninggi merupakan ciri dari orang Batak
pada saat berbicara dengan orang lain. Banyak anggapan bahwa kesan keras dan
kasar sepertinya melekat pada diri orang Batak. Kenyataannya tidak seperti itu.
Saya beberapa tahun bergaul sama orang Batak yang asyik diajak ngobrol dan
berbagi informasi.
Justru, pernahkan anda sadari
bahwa orang Batak adalah sosok yang baik, ramah tamah dan solidaritas yang kuat
saat kita mengenal dekat dengannya. Bahkan, menurut saya menggambarkan bahwa di
balik keras dialeknya, orang Batak adalah sosok yang melankolis dan cengeng.
Anda ingin tahu, dengarlah lagu-lagu orang Batak yang mayoritas memberi kesan “nangis
manganung” (menangis dan merintih).
Mereka benar-benar
memahami arti sebuah cinta baik kepada tanah kelahiran, orang lain maupun orang
tuanya. Saya terkesima dengan Umpasa
(pepatah Batak) yang berbunyi “Manuk Ni Pea Langge Hotek-hotek Laho Marpira, Nasirang
Marale Ale Lobian Matean Ina” yang mengambarkan manusia Batak suka bergaul dan
mempunyai banyak teman, jika kehilangan seorang handai taulan sepertinya mereka
merasa melebihi kehilangan seorang ibu yang dicintainya. Pepatah yang
menunjukan bahwa pertemanan adalah perlu dijaga sebaik mungkin.
Budaya unggulan suku
Batak yang dikenal dunia di antaranya Tari
Tor-Tor yang merupakan kesenian yang
sangat menonjol dari masyarakat Batak Toba. Manortor
(menari, Batak Toba) merupakan lambang bentuk syukur kepada Mulajadi Nabolon, dewa pencipta alam
semesta dan rasa hormat kepada hula-hula
dalam konsep kekeluargaan mereka. Lanjut, Tari
Tor-Tor dalam dunia pariwisata sangat termasyhur dan sering menjadi daya
tarik pengunjung. Tari Tor-Tor juga sering
dipakai pada upacara ritual seperti acara pernikahan.
Selain Tari Tor-Tor, suku Batak juga mempunyai
budaya unggulan yaitu Martonun yang
merupakan ketrampilan dalam membuat kain Ulos
khas Batak dengan alat tenun tradisional yang bisa ditemui di pedalaman pulau
Samosir dan daerah-daerah lainnya di sekitar Danau Toba. Kain Ulos ini bisa
menunjukan lambang persahabatan atau persaudaraan. Jadi, biasanya pertemanan
yang karib dengan orang Batak, mereka memberikan cidera mata berupa kain
Ulos.
Suku
Madura
Ingat suku Madura, saya
selalu mengingatnya pada sosok pengusaha rongsokan atau barang bekas. Usaha yang terkesan
pinggiran, tetapi telah mencetak banyak jutawan bahkan miliarder orang Madura
di tanah perantauan. Menurut saya, budaya ulet dan kerja keras dalam berusaha
merupakan kunci keberhasilan mereka. Makanya, kita sering melihat pengusaha
rongsokan yang mempunyai rumah dan mobil mewah.
Budaya unggulan suku
Madura yang sering kita lihat di media atau menyaksikan langsung adalah Karapan Sapi (balapan sapi). Ya, acara
balapan sapi yang menjadi agenda menarik bagi wisatawan telah menjadi ikon
pariwisata pulau garam tersebut. Bahkan, tidak lengkap rasanya berkunjung ke
tanah Madura jika tidak menyaksikan Karapan Sapi. Gengsi dan harga sapi akan
melambung tinggi ketika memenangkan kompetisi Karapan Sapi tersebut.
Suku
Minangkabau
Ketika saya menyantap
hidangan di Rumah Makan Minang dengan Gulai Rendang yang merupakan kuliner
terlezat di dunia, saya teringat akan ranah Minangkabau dalam roman Siti
Nurbaya. Saya berpendapat bahwa Gulai Rendang adalah salah satu produk unggulan
di bidang kuliner dari suku Minangkabau. Budaya unggulan lainnya adalah Tari piring khas Minangkabau yang
diiringi lagu Salempong. Ranah Minangkabau juga mempunyai seni Silek yang merupakan silat khas Minangkabau.
Jenis silat ini sering ditampilkan di berbagai ajang atau festival daerah dan
nasional.
Apalagi,
beberapa bulan yang lalu kompetisi silat dunia telah dihelat di Bali. Silek
bisa menjadi budaya unggulan yang ditampilkan di acara-acara internasional. Ini
merupakan strategi yang baik agar dunia mengetahui bahwa Silek merupakan budaya
unggul ranah Minangkabau yang patut dipertahankan. Dan, saya beberapa kali
menyaksikan Silek ini ketika tinggal di Jakarta. Saya senang berkunjung ke
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk menyaksikan budaya unggul tersebut.
Suku
Bugis
Suku Bugis yang
mempunyai jiwa pelaut, pedagang dan pengusaha merupakan sosok perantau ulung. Sompe (bahasa Bugis: merantau) adalah
hal yang biasa bagi masyarakat Bugis untuk mendapatkan kebahagiaan. Jangan
kaget jika di daratan Afrika Selatan, suku Bugis merupakan suku yang telah
berdiam lama. Hal ini ditunjukan dengan keberadaan masjid yang ada di sana.
Bahkan, jika mendalami sejarah suku Bugis di negeri Malaysia, maka kita akan
tercengang ketika Sultan dan pembesar Malaysia adalah keturunan Bugis-Makasar,
seperti Sultan Johor, Selangor, Trengganu dan Pahang. Hebat bukan?
Budaya
unggulan masyarakat Bugis yang menarik buat saya hingga sekarang adalah Uang Panai (uang yang harus ditebus)
sang mempelai pria pada wanita saat
acara pernikahan. Bahkan, uang Panai pernah menjadi viral di sosial media
(sosmed). Jika, sang pria tidak bisa membayar uang Panai yang diminta sang
wanita, maka jangan harap kedua mempelai
bisa melangsungkan pernikahan. Adat yang sakral itu menjadi budaya unggulan
yang langgeng hingga sekarang di tanah Bugis.
Suku
Banten
Saya pernah tinggal di
tanah Banten hampir satu tahun lamanya. Nuansa agamis sangat kental sekali.
Terpesona setiap berkunjung ke Masjid Agung Banten dan menyempatkan diri untuk
mencoba memeluk Meriam “Ki Amuk Banten” yang berada di Museum Banten Lama.
Kuatnya ajaran agama Islam yang ada di tanah Banten dibuktikan dengan adanya
peninggalan jaman Belanda yang berupa benteng Surosowan dan Keraton Kaibon yang
telah runtuh dan terjaga hingga sekarang.
Mengunjungi tanah Banten, maka kita tak sulit
untuk mengenal budaya unggulan yang ada di sana. Seni pencak silat khas Banten
sering ditampilkan di berbagai ajang festival baik lokal maupun nasional. Dan,
biasanya kesenian silat tersebut berpadu dengan budaya unggulan Banten yang
sudah melegenda yaitu: Debus. Debus
yang merupakan uji kekuatan tubuh merupakan atraksi yang selalu menarik bagi
wisatawan. Pantas, jika Seni Debus merupakan ikon Banten yang sering dikenal
baik nasional maupun internasional.
Budaya
unggulan lainnya adalah kearifan lokal orang Banten yang masih terjaga. Hal ini
terbukti dengan adanya orang Badui di kawasan Leuwidamar Lebak yang bertahan
dengan kesederhanaan. Mereka tidak terpengaruh dengan kemajuan jaman, khususnya
Badui Dalam. Segala sesuatunya dilakukan
tergantung dengan alam. Sangat unik dan tradisional sekali.
Suku
Banjar
Suku Banjar yang
merupakan suku yang mendiami Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan memang jarang
terekspos media. Namun, saya pernah berinteraksi dengan orang dari suku
tersebut. Oarangnya yang ramah dan mudah bergaul membuat komunikasi menjadi
lancar. Apalagi, beberapa tahun yang lalu saya berkunjung ke tanah Borneo. Rasa
penasaran pun tinggi untuk mencicipi budaya unggulan suku Banjar di bidang
kuliner yaitu: Soto Banjar. Kata pak Bondan Winarno, rasanya benar-benar
maknyus! Kuliner yang merupakan produk unggulan merupakan warisan budaya nenek
moyang yang harus dilestarikan.
Budaya unggulan lainnya
adalah Pasar terapung. Pasar sebagai tempat untuk melakukan transaksi jual beli di atas air
tersebut sudah ada lebih dari 400 tahun lalu. Bahkan, budaya unggulan tersebut
menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Dan, fenomena yang tetap
lestari hingga sekarang.
Suku
Bali
Saat ini saya
tinggal dan bergaul dengan masyarakat Bali. Suku Bali yang mayoritas penganut
agama Hindu memang menjadi daya tarik wisatawan baik lokal maupun
internasional. Masyarakat suku Bali yang mempunyai jiwa seni memang
menghasilkan berbagai budaya unggulan. Bagi saya, budaya unggulan yang menjadi
daya tarik wisatawan adalah seni tari dan seni pertunjukan.
Seni tari yang menjadi
budaya unggulan adalah Tari Pendet yang beberapa tahun lalu diklaim sebagai
budaya negara lain. Oleh sebab itu, tarian tersebut perlu ditampilkan secara
intens di pentas internasional. Sedangkan, dari seni pertunjukan, budaya
unggulan yang banyak menyedot perhatian dunia adalah Tari Barong dan Kris yang
menampilkan kesenian Barong khas Bali dan adegan melukai diri pada tubuh
pemainnya dengan senjata berupa keris.
Seni pertunjukan
lainnya yang tidak kalah unggul adalah Drama Gong dan pentas Calonarang.
Khusus, Calonarang merupakan kesenian mengandung unsur magis yang menceritakan
tentang Barong (kebaikan) dan Rangda (kejahatan). Pementasan kesenian tersebut
sering diadakan di tingkat lokal dalam berbagai upacara keagamaan.
Suku
Aceh
Suku yang berada di
ujung pulau Sumatera ini sungguh menarik perhatian. Kebetulan saya bergaul lama
dengan orang yang berasal dari suku tersebut. Banyak hal yang dibicarakan
dengan adat dan budaya daerahnya. Gayo, suku tertua di Aceh menurut sejarah
telah menunjukan nama baiknya di tataran internasional dengan hasil alam yang
luar biasa yaitu: Kopi Gayo yang rasanya telah melegenda. Hasil alam tersebut
yang menarik banyak orang untuk berkunjung ke Aceh. Hingga bangsa Belanda
berusaha untuk menaklukkan Aceh dengan strategi penyamarannya yang dilakukan
oleh Dr. Snouck Hurgronye.
Budaya unggulan Aceh
yang tetap bertahan hingga kini bahkan telah diakui oleh UNESCO adalah Tari
Saman. Tari yang menggunakan tepukan tangan dan tanpa alat musik apapun sangat
memukau setiap orang yang melihatnya. Gerakan para penari yang harus bergerak
serasi menunjukan sebuah kekompakan. Tari Saman sering tampil di acara-acara
internasional. Ini adalah budaya unggulan bangsa kita.
Suku
Dayak
Beberapa bulan ini,
suku dayak sering menjadi sorotan berita baik media televisi maupun online.
Suku dayak memang fenomenal dan setiap orang penasaran ingin berkunjung dan
mengetahui budayanya. Saya pernah berinteraksi dengan orang Dayak dalam jangka
waktu yang lama. Orangnya yang cuek dengan masalah orang lain. Dan yang
penting, orang Dayak adalah sosok yang tidak mau diganggu. Karena, bagi mereka
harga diri adalah hal yang paling penting. Maka, kalau kita sudah berteman baik
dengannya akan menjadi sahabat sejati.
Budaya unggulan suku
Dayak yang saya ketahui adalah Rumah khas Dayak yang sering disebut dengan Rumah Betang atau rumah panjang. Rumah
khas Dayak tersebut ada yang panjangnya hingga 190 meter dan diisi oleh 35
Kepala Keluarga. Dan, rumah yang dibangun berbentuk panggung dengan rentang
ketinggian 3-5 meter dari tanah berfungsi untuk mencegah banjir di musim
penghujan. Yang menarik adalah di Rumah Betang menunjukan bahwa setiap
kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis yang diatur
melalui kesepakatan bersama dan dituangkan dalam hukum adat suku Dayak. Dengan
kata lain, peran hukum adat sangatlah penting.
Suku
Sasak
Saya hidup di tanah
Sasak Lombok lebih dari satu tahun. Banyak hal yang menarik untuk disimak. Budaya
unggulan yang kadang ”nyeleneh” justru menjadi daya tarik wisata dan hidup
hingga sekarang. Seperti budaya Kawin
Culik, merupakan budaya seorang pria untuk menikahi wanita lain dengan
jalan diculik terlebih dahulu. Oleh sebab itu, bagi yang mau menikahi wanita
Lombok, anda hendaknya pintar menculik wanita.
Masih berhubungan
dengan masalah perkawinan, budaya unggulan yang berjalan di tanah Sasak hingga
sekarang adalah adat Nyongkolan. Adat
ini merupakan arak-arakan rombongan
pengantin dari rumah mempelai pria menuju rumah pengantin wanita yang diiringi
dengan tabuhan musik tradisional Sasak, yaitu: Gendang Beleq. Gendang Beleq sendiri merupakan alat musik unggulan
yang merupakan ikon pariwisata pulau Lombok.
Suku
Tionghoa
Suku ini sebenarnya
adalah suku migran yang berasal dari daratan Tiongkok atau dulu disebut China. Namun, karena telah mendiami bumi Indonesia
beberapa ratus tahun lamanya, maka suku ini telah menjadi ciri khas suku yang
diakui oleh bangsa Indonesia. Orang dari suku Tionghoa telah tersebar di
seluruh Indonesia. Dan, mayoritas berprofesi sebagai pedagang atau pengusaha.
Jiwa bisnis yang kuat dan mengakar dari nenek moyangnya membuat orang Tionghoa
menjadi pebisnis handal.
Jika kita berkunjung ke
Singkawang Pontianak Kalimantan Barat, maka orang dari suku Tionghoa sangat
dominan. Bahkan, Wali kota Singkawang yang terpilih dalam Pilkada 15 Pebruari
2017 lalu adalah wanita pertama yang merupakan migran dari Tiongkok bernama Tjhai
Chui Mie. Ini merupakan sejarah Wali kota wanita pertama di Indonesia yang
berasal dari suku Tionghoa.
Suku Tionghoa yang
mayoritas beragama Buddha atau Kong Hu Chu mempunyai budaya unggulan yang mulai
bisa kita saksikan degan mudah sejak Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Budaya unggul seperti Tarian Barongsai
tidak pernah luput saat perayaan Tahun Baru China atau Imlek. Kue Keranjang yang merupakan kuliner
unggulan untuk menyambut Imlek juga menjadi santapan bukan hanya suku Tionghoa
saja. Tetapi, kuliner tersebut telah menjadi kuliner lintas suku di Indonesia.
Budaya unggulan lainnya
dari suku Tionghoa adalah perayaan Cap Go Meh. Perayaan 15 hari setelah tahun
baru Imlek kini merupakan agenda wisata yang menarik wisatawan. Di setiap
wihara atau kelenteng semarak dengan pernak-pernik perayaan tersebut. Bisa
menyaksikan langsung acara tersebut di kota Singkawang yang tersohor merupakan
pengalaman yang luar biasa.
Melestarikan
Budaya
Kekayaan
budaya unggulan yang telah dibahas di atas perlu dipertahankan. Menjadi produk
wisata yang mempunyai nilai jual adalah sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu,
butuh partisipasi semua kalangan. Bukan hanya pemerintah tetapi masyarakat juga
berperan aktif dalam menjaga budaya unggul tersebut. Menyuarakan budaya unggul
bukan hanya di tataran lokal, namun perlunya menampilkan di ajang nasional
hingga internasional merangsang masyarakat Indonesia memahami suku-suku yang ada.
Keragaman
suku yang ada di Indonesia merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai
harganya. Memahami setiap suku yang ada di Indonesia merupakan modal untuk
berinteraksi satu sama lainnya. Dan, ini merupakan awal dari setiap orang
memberikan label yang positif antar suku. Oleh sebab itu, pertikaian antar suku
tidak akan terjadi lagi di bumi Indonesia.
Setiap
suku di Indonesia mempunyai budaya adiluhung yang memberikan ciri khas. Dan,
budaya tersebut perlu diperkenalkan ke masyarakat dunia. Budaya unggul yang
tetap berpegang pada kearifan lokal dan mempunyai nilai wisata hendaknya
dikembangkan. Jika 15 suku saja telah memberikan budaya unggulan yang luar
biasa, maka saya tidak bisa membayangkan budaya unggul dari 1340 suku di
Indonesia tampil di pentas lokal hingga internasional. Sungguh, maha karya
budaya Indonesia.
Referensi:
http://www.kompasiana.com/astrodoni/resensi-film-demi-ucok-yang-haha_551a233e813311917e9de0c7
http://borneotrip.net/destinasi-wisata/rumah-betang-rumah-panjang-tradisional-suku-dayak-kanayatn/
Post a Comment for "Mengenal Budaya Unggul dari Sasak Hingga Aceh"