Bokong Sang Monyet
Monyet asik memamerkan
bokongnya (Sumber: dokumen pribadi)
Pulau Bali
mempunyai beberapa Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang mengandalkan kegemasan
tingkah laku para simpanse atau monyet seperti Pulaki, Pancasari, Alas Kedaton dan Sangeh dan lain-lain. Tingkah
laku para monyet yang bisa bersahabat dengan manusia membuat gemas siapapun ingin
mengabadikan tingkah lakunya.
Tapi, kadangkala
tingkalh laku para monyet tersebut justru membuat lucu atau konyol bagi
manusia. Kemarin saya menyempatkan
untuk jalan-jalan ke Jembatan Tukad Bangkung yang berada di kawasan Petang
Plaga Badung. Akses dari Kota Denpasar ke Jembatan Tukad Bangkung tersebut
pastilah melewati DTW Sangeh yang terkenal dengan penghuninya para monyet.
Tingkah laku yang menggemaskan
para monyet membuat setiap orang untuk mengabadikan dalam jepretan kamera. Menarik,
mulai siang hingga sore para monyet tersebut memamerkan kegemasannya di hadapan
orang-orang atau pengendara yang lewat di jalur jalan raya Denpasar-Plaga. Kebetulan,
kawasan hutan Sangeh berbatasan langsung dengan jalan raya utama.
Seperti kawasan
monyet di tempat lainnya, yang memamerkan kegemasannya bukan hanya untuk adu
pose tetapi bermaksud untuk mendapatkan berkah makanan dari orang yang lewat.
Sayangnya, ketika sumber makanan dianggap kurang stok maka sekawanan monyet
tersebut menyeberang jalan raya. Di seberang hutan Sangeh tersebut banyak rumah
penduduk dan warung makan yang menawarkan kuliner khas Bali.
Lucunya, sekawanan
monyet yang sering menyeberang jalan raya tersebut adalah para monyet yang
berbadan gempal atau yang sudah dewasa. Mereka tidak segan-segan untuk mencuri
makanan di rumah atau warung makan penduduk sekitarnya. Tentu, kondisi ini
sangat menggangu para pelanggan dan bisa merugikan usaha kuliner.
Para pemilik warung
makan yang berdiri di sepanjang jalan raya terbiasa dengan keadaan di mana para
monyet sering mencuri makanan. Untuk menghalau para monyet, penduduk atau
pemilik warung menggunakan alat sederhana atau ketapel. Dan, alat tersebut sangat berhasil. Saya sering berpikir
bahwa monyet begitu takut sama ketapel.
Kemarin, saya
menyempatkan mampir di tempat tersebut. Kebetulan sekawanan monyet besar
menyeberang jalan. Mereka menjahili rumah penduduk. Tidak ketinggalan, warung
makan pun menjadi sasaran kerakusan para monyet. Ada yang hendak mencuri atau
habis menggasak makanan yang dijual di warung makan.
Saya menyakasikan bagaimana tingkah
laku para monyet lari tunggang langgang setelah ditembak pakai ketapel
berkali-kali oleh sang pemilik warung makan.
Semua orang tahu
bahwa tingkah laku monyet hampir mirip seperti manusia. Maka, mereka pun lari terbirit-birit
setelah dihalau ketapel sang pemilik warung makan. Tetapi, banyak juga yang
memamerkan gigi putihnya (menyeringai) sebagai tanda marah alias tidak terima.
Ada juga yang lari tunggang langgang dan bersembungi di tempat yang aman,
kemudian mencuri lagi saat sang pemilik warung makan lengah.
Tapi, ada yang lucu
saat sang monyet ditembak ketapel pemilik warung. Tingkah laku sang monyet justru nyebelin, bahkan tergolong mengejek
sang pemilik warung makan. Sang monyet justru berhenti dan memamerkan
sambil menepuk-nepuk bokong ke pemilik warung makan. Sepertinya sang monyet
berkata bak jagoan terminal, “hai, baru punya warung makan aja udah belagu
banget lu. Lagian muka lu kayak pantat gue, mony**t!”.
Eladalah
…
berani banget monyet itu. Bahkan, merasa tersinggung, sang pemilik warung
makan berusaha melepaskan isi ketapel
lagi. Kini, gantian sekawanan monyet berusaha mencuri harta pemilik warung
makan secara bergantian. Dan, tingkah
laku sekawanan monyet tersebut rame-rame pamer bokongnya yang seksi. Kini, sang
pemilik warung tidaklah marah tetapi sambil tertawa nyeletuk sendiri, “naskeleng, bojog cicing!”. Artinya apa,
silahkan tanya sama orang Bali, pasti bikin ketawa dan mengerutkan dahi.
Sambil melihat tingkah laku
para monyet yang dihalau ketapel sang pemilik warung makan, saya bergumam sendiri, “dasar lu emang m**yet!” Artikel ini juga tayang di Kompasiana
Post a Comment for "Bokong Sang Monyet"