Bersama KPK, Cegah dan Selamatkan Uang Rakyat Dari Kejahatan Korupsi
Ayo, selamatkan uang rakyat dan
cegah korupsi (Sumber: dokumen pribadi)
Perawakannya tinggi
dan pembawaannya kalem. Kacamata dengan frame
hitam selalu menemaninya ke manapun. Saat berbicara di depan publik, benar-benar
tertata dan penuh hati-hati. Takut ada pernyataan yang membuat blunder. Sosok yang kerapkali muncul di
layar televisi dan selalu ditunggu awak media. Sebagai Jubir (Juru Bicara) lembaga
antirasuah KPK,
membuat dirinya sangat dekat dengan masyarakat.
Karena, selalu Bersama KPK, Cegah
dan Selamatkan Uang Rakyat Dari Kejahatan Korupsi.
Tanggal 17 Agustus
2019 lalu, saya menyempatkan diri untuk mengikuti diskusi dalam ajang “Tanya
Jubir” bersama Jubir KPK Febri Diansyah di Art
Center Denpasar Bali. Acara diskusi yang membahas tentang korupsi
berlangsung hangat. Dan, Jubir KPK tersebut menginginkan diskusi berlangsung
santai. Beberapa kali beliau merubah gaya bicaranya di depan publik. Dari gaya
berbicara sambil berdiri, duduk di atas kursi yang terbuat dari balok kayu.
Hingga, pasrah duduk lesehan layaknya
peserta diskusi. Dan, beliau duduk kurang lebih 2 meter di depan saya. Sungguh
dekat, karena sebagai jubir KPK, memang semestinya harus dekat dengan
masyarakat.
Jubir KPK Febri Diansyah
(Sumber: dokumen pribadi)
Awal diskusi,
beliau menyentil kasus “Bawang Putih” yang menyeret anggota DPR asal Bali yang
merupakan politisi dari partai penguasa saat ini. Menurut beliau, fee yang bisa diperoleh dari kasus
tersebut bisa mencapai angka ratusan miliar. Sungguh, angka yang membuat siapapun
berdecak kagum dan menggelengkan kepala. Saya jadi teringat penyataan dari Lord Action yang berbunyi, “Power Tends to Corrupt, and Absolute Power
Corrupts Absolutely”. Sebuah kekuasaan memberikan peluang untuk korupsi dan
kekuasaan absolut akan memberikan peluang untuk korupsi absolut.
Korupsi merupakan
perbuatan yang rusak dan busuk. Di mana, kata “korupsi” sendiri berasal dari kata
“Corrumpere” yang berarti sesuatu
yang busuk atau rusak. Apalagi, beberapa hari ini, publik dikagetkan dengan tertangkapnya
Menteri Pemuda dan Olahraga RI Imam Nahrawi menjadi tersangka dalam kasus
korupsi dana hibah KONI. Sepertinya, siapa lagi yang mengantri untuk ditangkap KPK?.
Publik terkaget-kaget,
di mana prestasi olahraga khususnya sepakbola ambruk setelah dikalahkan negeri
Jiran Malaysia. Kini, sang menteri yang menanganinya justru harus berurusan
dengan lembaga antirasuah KPK. Sungguh ironi, padahal sebagian kecil kedaulatan
publik diserahkan kepada Menteri agar prestasi sepakbola meningkat.
Namun, kepercayaan
yang dititipkan tersebut dikhianati. Bukan hanya prestasi sepakbola yang masih
jauh dari harapan, tetapi besaran korupsi puluhan miliar yang terjadi
benar-benar melukai hati rakyat. Benar
kata Chandra Muzaffar di New Straits Time tanggal 23 Mei 1998 halaman 8 yang dikutip oleh Fethi Ben Jomaa yang menyatakan:
“Korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri
sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang
dirinya sendiri semata-mata”.
Dengan kata lain, korupsi membuat para pejabat
lupa kepentingan publik, karena sejatinya mereka sedang merampok uang rakyat
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi adalah Merampok Uang Rakyat I FT. Febridiansya (Jubir KPK)
REVISI
UU KPK
Sesuai dengan UU
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK
hanya berwenang memberantas kasus: 1) Kerugian keuangan negara minimal 1 miliar;
dan 2) Kasus korupsi yang melibatkan pelaku penyelenggara negara, penegak hukum
atau pihak-pihak terkait. Jadi, jika korupsi di bawah 1 miliar, tetapi melibatkan pejabat
publik maka KPK akan bergerak cepat dalam senyap.
Bahkan, banyak Kepala
Daerah yang tertangkap KPK karena kebijakan Diskresinya.
Namun, tindakan Diskresi pejabat
publik (Kepala Daerah) tidak dijerat pasal korupsi, jika: 1) Tidak melakukan
perbuatan melawan hukum demi kepentingan pribadi; 2) Tidak ada niat jahat untuk
melakukan korupsi (aspek kesengajaan); dan 3) Alokasi anggaran disusun berdasarkan
kebutuhan.
Semakin banyaknya
pejabat publik atau penyelenggara negara yang menjadi tersangka kasus korupsi,
di sisi lain, KPK justru mendapatkan ujian baru. Jubir KPK Febri Diansyah pernah dilaporkan ke Polda Metro jaya bersama
dengan Koordinator Indonesia Corruption
Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, dan Direktur YLBHI Asfinawati dilaporkan tanggal
28 Agustus 2019. Adapun, pasal yang dikenakan adalah
Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 Ayat (2) Jo Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang RI
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Lagi, wacana Revisi
UU KPK yang dibahas oleh DPR pun menjadi heboh negeri ini. Bahkan, wacana
tersebut mengundang reaksi Presiden Jokowi. Setelah ketua KPK periode 2019-2023
Firli Bahuri terpilih oleh DPR RI. Meskipun, Ketua KPK terpilih menuai
penolakan atau demo besar-besaran dari kalangan internal KPK dan mahasiswa.
Karena, rekam jejak (track record) Ketua
KPK yang baru menuai pro dan kontra.
Banyak kalangan menganggap bahwa revisi UU KPK
tersebut berpeluang untuk melemahkan KPK. Berikut pernyataan tentang revisi UU
KPK menurut Ketua KPK Agus Raharjo kepada Bisnis.com).
"Sekarang ada upaya revisi UU KPK. DPR bersepakat untuk
mengusung Rancangan Undang-undang inisiatif DPR. Dalam waktu yang sama, seleksi
pimpinan KPK juga sedang dilakukan di DPR. Terkait RUU KPK itu, setelah kami
baca, setidaknya 9 pokok materi di sana rentan melumpuhkan KPK".
Sedangkan, menurut Direktur Indonesia
Political Review (IPR) yang juga Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia
Ujang Komarudin di laman Bisnis.com juga
memberikan penilaian bahwa menilai revisi UU KPK dipandang sebagai
produk DPR masa sekarang yang akan dilanjutkan oleh DPR periode yang akan
datang. Menurutnya lagi, merevisi UU KPK sama saja dengan upaya melemahkan KPK
sebagai aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi di tanah air. DPR RI selaku
perwakilan rakyat seharusnya memperkuat KPK, bukan sebaliknya.
Anggapan untuk melemahkan KPK juga muncul setelah lima (5) calon
pimpinan KPK 2019-2023 yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Lili
Pintauli Siregar dan NaWAWI Pomolago memberikan pandangan saat uji kelayakan
dan kepatutan. Ada kecenderungan kelak KPK lebih fokus pada pencegahan
Dibandingkan penindakan. Hal itulah yang menjadi pertanyaan tentang masa depan
KPK (Kompas, 14 September 2019).
PENDIDIKAN
ANTIKORUPSI
Begitu masifnya
tindakan korupsi yang dilakukan penyelenggara negara. Bahkan, tindakan korupsi
telah menyusup ke Pemerintah Desa. Seperti, kasus penyalahgunaan dana desa.
Serta, korupsi juga telah mengalir ke kawasan korporasi atau swasta. Oleh sebab
itu, perlu adanya tindakan cepat dan tepat tentang pemahaman masyarakat tentang
pendidikan antikorupsi sejak dini.
Yang membahayakan dari
tindakan korupsi adalah timbulnya gap sosial
di masyarakat. Dalam (Mahathir Mohamad, The
Challenge, Kuala Lumpur: Pelanduk Publication Sdn. Bhd., hlm. 144)
menyatakan bahwa korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara
kelompok sosial dan individu, baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain. Dengan kata lain, tindakan
korupsi bisa menimbulkan tingginya kecemburuan sosial.
Oleh sebab itu, memberikan
pendidikan antikorupsi sangat penting. Bisa menjadi mata pelajaran atau mata
kuliah di kalangan akademik. KPK sendiri tiada henti memberikan pendidikan antikorupsi
kepada masyarakat. Di pulau Bali, KPK pernah mengadakan acara diskusi santai yang
diadakan di warung sederhana “Kubu Kopi” yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk,
Denpasar. Diskusi tersebut diselenggarakan pada hari Jumat, 1 Agustus 2019
sejak pukul 18.30 hingga selesai.
Diskusi menghadirkan
tiga (3) narasumber dari KPK yang dihadiri oleh berbagai elemen, dari media,
praktisi hukum hingga komunitas. Kurang lebih 30 orang hadir dalam diskusi tersebut.
Paparan yang menarik adalah masalah Strategi Nasional (STRANAS) Pemberantasan
Korupsi (PK). Dalam Stranas tersebut memaparkan tentang strategi Pemerintah
dalam pencegahan korupsi. Di mana, kasus
korupsi dilakukan oleh Aparat Sipil Negara (ASN). Baik di tingkat pusat maupun
daerah.
Selanjutnya,
pendidikan antikorupsi yang menarik adalah adanya Roadshow Bus KPK di 28 Kabupaten/Kota di Indonesia. Roadshow Bus KPK 2019 yang mengusung
tema “Jelajah Negeri Bangun AntiKorupsi” merupakan program KPK yang diadakan di
28 Kabupaten/Kota dengan menyelenggarakan kegiatan pendidikan, sosialisasi dan
kampanye antikorupsi. Adapun, 28 Kabupaten/Kota di Indonesia yang didatangi Bus
KPK, sebagai berikut:
Roadshow
Bus KPK (Sumber: dokumen pribadi)
Dan, untuk
mendekatkan kinerja KPK kepada masayarakat, Jubir KPK menjadi narasumber dalam
acara diskusi santai, ketika Roadshow
Bus KPK mampir di Kota Denpasar Bali. Respon masyarakat begitu antusias. Banyak
pertanyaan dari peserta diskusi tentang kasus korupsi yang terjadi sekarang
ini. Dan, Jubir KPK menjawab dengan santai dan lugas.
Para peserta diskusi “Tanya
Jubir” bersama Jubir KPK Febri Diansyah di Art Center Denpasar tanggal 17
Agustus 2019 lalu (Sumber: dokumen pribadi)
Ada ungkapan yang
berbunyi “KPK Not Walk Alone”. Setiap
elemen masyarakat akan mendukung kinerja KPK. Penting, peran masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah dari tindakan
korupsi. Seperti, mengawasi anggaran saat dirancang oleh pihak eksekutif dan
legislatif. Masyarakat juga perlu mengawasi berbagai proyek pemerintah, di mana
keterlibatan konsultan menjadi modus operandi
untuk membagi proyek kepada rekanan atau koleganya.
KPK juga melibatkan
peran jurnalis profesional dan jurnalis warga sebagai pengawas untuk mencegah
tindakan korupsi. Agar, gerak langkah para pelaku korupsi bisa dicegah, dilacak
dan diketahui masyarakat lewat berbagai media. Namun, pejabat publik korup yang
masih mempunyai kekuasaan seringkali melakukan ancaman terhadap awak media. Atau,
masyarakat yang dengan gigih melaporkan
tindakan korupsi. Mereka tidak segan untuk melakukan tindakan ancaman atau
kekerasan.
Lantas, apa yang
bisa dilakukan jika mengalami atau menjadi korban tindak korupsi dari pejabat
publik? Menurut Jubir KPK Febri Dainsyah menyatakan bahwa memberikan kesadaran
kepada para korban tindak korupsi bahwa tindakan korupsi bisa berakibat luas kepada
semua lapisan masyarakat.
Hal terbaik yang
perlu dilakukan adalah menciptakan jaringan (network) antara korban, masyarakat dan media untuk membuat sebuah
gerakan masif untuk melawan korupsi. Mengapa?
Daya tekan publik akan membuat pejabat publik menjadi takut dan lebih
berharti-hati dalam membuat sebuah kebijakan. Juga, hal ini dilakukan agar masyarakat
tidak terkena kasus pencemaran nama baik.
Apalagi, gerakan masif
tersebut akan terbantu dengan adanya perkembangan teknologi di era digital. Gerakan
masif inilah yang dilakukan para pendemo internal KPK dan mahasiswa terhadap
wacana revisi UU KPK, yang dirancang
oleh DPR RI. Bahkan, Presiden Jokowi sendiri memberikan pernyataan atau jawaban
tentang polemik tersebut.
KPK memperkuat gerakan antikorupsi dan
keterlibatan pejuang antikorupsi, melatih
puluhan kader pengurus NU (Nahdhotul Ulama) di berbagai wilayah yang berperan
sebagai pengasuh dan pengajar di pesantren. KPK juga membekali pengetahuan 50
dai muda yang berdomisili dakwah di Jakarta, Bogor, Tangerang Depok, Bekasi
yang merupakan dai terpilih dari 219 pendaftar.
Selain itu, melalui
Perpres No. 87 tentang Satuan Tugas Sapu BERSIH Pungutan Liar memberikan
pemahaman kepada kita untuk menghindari pungli dalam layanan publik. Oleh sebab
itu, publik perlu memahami beberapa hal, seperti : 1) Pelajari aturan resminya;
2) Pelajari tahapan prosedurnya; dan 3) Laporkan oknumnya ke : https://saberpungli.id
KPK juga menjamin keselamatan
dan kerahasiaan masyarakat yang bisa melaporkan waktu dan tempat kejadian tindakan
korupsi. Inilah yang menjadikan pelaku korupsi mengalami OTT (Operasi Tangkap
Tangan) KPK.
SELAMATKAN
UANG RAKYAT
Tindakan yang patut
diacungi jempol adalah kinerja KPK untuk menyelamatkan uang rakyat dari
tindakan korupsi. Perlu dipahami bahwa tidak ada satupun kejahatan sempurna (perfect crime) di dunia ini, kecuali
kejahatan korupsi. Megapa? Tindakan korupsi sudah dirancang sedemikian hebat. Para
pelaku korupsi selalu mencari celah agar tindakan korupsi yang mereka lakukan
tidak bisa dilacak lembaga antirasuah KPK.
Yang menarik adalah
pernyataan narasumber saat diskusi di Warung “Kubu Kopi” Denpasar tanggal 1
Agustus 2019 lalu. Yaitu, pelaku tindakan korupsi sudah menghitung “profit and
lose” sebelum melakukan tindakan korupsi. Di mana, jika jumlah korupsi tetap “lebih
besar” dari jumlah kerugian saat tertangkap, maka mereka tidak segan-segan
untuk tetap melakukan korupsi. Namun, jika jumlah korupsi “lebih kecil“ dari
jumlah kerugian, maka mereka akan urung melakukan korupsi.
Fantastis,
jumlah uang negara yang dilarikan para koruptor. Bahkan, banyak cara licik para
koruptor menghilangkan jejak korupsi dengan mengalihkan ke dalam berbagai
bentuk, seperti: mobil, rumah, tanah, hewan ternak, tindak pidana pencucian
uang. Dari artikel yang berjudul “Cuci
Tangan Hilangkan Jejak” (Integrito, Edisi II 2019) melansir bahwa hasil Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari kasus korupsi Ojang Sohandi, Muhammad
Nazaruddin, Ade Swara, Fuad amin, dan Bambang Trianto. Harta yang berhasil
dicium dan dirampas oleh KPK sebagai hak
negara berupa: 1) 318,5 juta lembar saham; 2) Senilau Uang Rupiah
Rp266,4 miliar; 3) 747,7 ribu M2 tanah ddan bangunan; 4) 26 unit elektronik; 5)
30 ekor sapi; 6) 14 unit kendaraan; 7) SR3 Ribu; 8) SGD79 Ribu; dan 9) USD1,2
Juta.
Menurut laman Bisnis.com melansir berita tentang
Ketua KPK Agus raharjo dalam keterangan pers
tanggal 6 September 2019 yang menyatakan bahwa pelaku korupsi dari 255 perkara yang
sudah ditangani, berasal dari anggota DPR dan DPRD. Kemudian, kepala daerah 110
perkara, 27 menteri dan kepala lembaga yang sudah diproses.
Ada
208 perkara yang menjerat pejabat tinggi setingkat Eselon I, II dan
III. Bahkan, Ketua DPR RI dan Ketua DPD aktif, dan sejumlah menteri aktif
yang melakukan korupsi juga sebelumnya telah diproses KPK. Berikut, video Jubir
KPK yang memaparkan tentang kasus korupsi.
Jubir KPK
Febri Diansyah Menjawab Seputar Kasus Korupsi (Sumber: dokumen pribadi/Youtube)
Ayo,
cegah dan selamatkan uang rakyat!
3 comments for "Bersama KPK, Cegah dan Selamatkan Uang Rakyat Dari Kejahatan Korupsi "
Semoga kpk kedepannya semakin jaya dan bersinar