Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akhirnya, Monetisasi YouTube Hadir Tak Diundang di Hari Ibu



Akun YouTube saya : Casmudi Vlog (Sumber; dokumen pribadi)



Youtuber kini bukan hanya sebagai hobi, tetapi telah menjadi profesi. Siapa yang tidak “ngiler” dengan penghasilan YouTube dari para YouTuber terkenal. Dari, puluhan juta hingga milyaran per bulan. Sebut saja Youtuber Atta Halilintar, Ria Ricis, Baim Paula (Bapau), Raditya Dika, Rafi Ahmad (Rans Entertinment), Agung Hapsah, Mael Lee, dan lain-lain. Mereka adalah sederetan para Youtuber yang mendulang pundi-pundinya (salah satunya) dari Monetisasi Youtube.  
Era Revolusi Industri 4.0 membuat para Content Creator seperti Youtuber menjadi eksis dan hits di ranah digital. Bahkan, tidak sedikit yang mempunyai nama atau fans fanatiknya. Sungguh, menjadi Youtuber menjadi mimpi banyaik orang, khsususnya para generasi milenial. Bergelimang harta dan menjadi public figure menjadi daya tarik siapapun.

Biar Gaul

Siapapun boleh menjadi Youtuber tanpa persyaratan khusus. Hanya bermodalkan gadget dan kuota internet. Namun, hal yang perlu dipahami adalah konten yang “menjual” atau menarik bagi penonton. Yang menarik adalah seorang Youtuber tidak bisa memprediksi, apakah kontennya bisa laku atau tidak bagi penonton.
Namun, beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi Youtuber adalah “niat atau tekad” untuk menghasilkan konten. Kelihaian dalam mendesain, edit video, modernisasi peralatan video dan lain-lain menjadi hal yang tidak terlalu mutlak. Hanya bermodalkan gadget yang bisa untuk merekam objek, maka video tersebut akan menjadi bahan video Youtube.
Saya sendiri bergabung dengan YouTube untuk membuat akun pada tanggal 24 September 2013. Per tanggal 22 Desember 2019, jumlah video yang tercatat di akun YouTube sebanyak 611 video. Motivasi saya dengan membuka akun Youtube pun sepele, hanya ingin “update” perkembangan jaman alias biar gaul. Jika ditanya orang, apakah punya akun YouTube, maka “tidak bikin malu”. Dengan kata lain, punya akun Youtube hanya mengikuti tren saja.
Lucunya, setelah membuka akun di Youtube, akun tersebut dibiarkan bak museum. Karena, tanpa pengurusan yang berarti. Saya pun belum ada kemauan untuk “upload” video di Youtube. Dengan alasan, belum percaya bahwa Youtube bisa menghasilkan uang, video apa yang akan di-upload, perlengkapan video yang belum memadai dan lain-lain.
Menjelang akhir tahun 2016, saya sempat mengikuti acara diskusi tentang Youtube, di sebuah hotel di kawasan jalan Sunset Road Badung Bali. Dengan pembicara salah satu Youtuber terkenal Bali Yudist Ardana. Sejak acara tersebut, keinginan saya untuk mendalami dunia Youtube menjadi terpacu. Begitu semangat di acara diskusi dengan mengajukan berbagai pertanyaan kepada narasumber.
Nyatanya, antusiasme untuk menggeluti Youtube baru dimulai sejak 4 Januari 2017. Dengan di-upload-nya video berjudul “Panjat    Pinang” yang direkam secara amatiran. Tanpa memperhatikan deskripsi, tag dan judul video yang bagus. Video tersebut hasil rekaman saat Agustusan tahun 2016. Namun, dari upload video tersebut menjadi awal saya serius menggeluti Youtube. Meskipun, pada perjalanannya, upload videonya mengikuti “mood”.

Subscriber Menurun Drastis

Setelah serius menggeluti Youtube, Youtube sendiri membuat kebijakan (policy) bagi Youtube Partner. Bahwa, monetisassi Youtube berubah menjadi 1.000 subscriber dan 4000 jam tayang. Sejak kebijakan tersebut, saya merasa seperti “jauh panggang dari api”, kayaknya gak mungkin mampu. Saya introspeksi diri bahwa saya bukanlah public figure, kemampuan gadget yang masih jadul untuk membuat video bagus. Sungguh, sangat berat!
Namun, pada perjalananya, saya merasa “sudah kepalang basah”. Saya berusaha agar bisa tercapai untuk monetisasi YouTube. Hal penting yang harus dijangkau saat itu adalah menjaring jumlah subscriber sebanyak-banyaknya. Caranya, saya rajin sharing video di berbagai sosial media. Hasilnya, akhir tahun 2018, subscriber saya bisa menembus kurang lebih 1.750.
Sebuah kebanggaan awal bagai Youtuber, jika Subscriber bisa menembus 1.000 subscriber. Namun, masalah kembali timbul, karena jam tayang yang belum memenuhi, maka monetisasi Youtube pun bagai penantian panjang. Syarat satu terpenuhi dengan cucuran “air mata”, kini harus berjuang lagi agar jam tayang memenuhi 4.000 jam. Sebuah hal yang berat untuk dilakukan. Bagi seorang public figure, hal tersebut bagai “membalikan telapak tangan”. Namun, bagi saya, bak berlari yang membuat napas saya ngos-ngosan.
Ketika perasaan berat untuk mendapatkan 4.000 jam tayang, hal yang tak terbayangkan pun terjadi. Dan, membuat “sport jantung” berdetak lebih keras. Di suatu pagi awal tahun 2019, subscriber akun Youtube hilang entah ke mana. Subscriber tinggal 200an. Hilang lebih dari 1.500 subscriber.
Saya mendapatkan info dari sosial media yang menyatakan bahwa Youtube sedang melakukan aksi “bersih-bersih”. Saya berpikir, “apakah saya ikut menjadi korbannya?”. Dan, saya sempat melakukan keberatan “hilangnya subscriber “ ke Youtube melalui email. Namun, tanpa balasan sama sekali. Saya pun menyadari bahwa mungkin “sudah menjadi takdirku”.
Kebanggaan seorang Youtuber dengan jumlah subscriber banyak pun bak daun yang mulai layu. Saya “hampir” putus asa dan hendak menutup akun Youtubenya. Namun, usaha tersebut saya gagalkan, karena saya pikir sudah menghabiskan banyak tenaga, pikiran dan waktu. Saya merasa terpacu kembali karena “Alhamdulillah” akun Youtube istri saya justru dalam kondisi selamat. Jumlah subcriber tidak mengalami perubahan. Tanpa kena imbas dari aksi bersih-bersih Youtube.

Aktif Membuat Video

Kali ini, saya tidak terlalu “ngegas”. Namun, hanya berusaha “konsisten” upload Youtube setiap dalam durasi 1-5 hari. Saya pun berusaha memutar otak untuk ikut-ikutan upload video yang sedang trending. Dari video “song lyrics” hingga “cover video”. Anda pasti paham, bahwa video yang saya upload tersebut mempunyai “copyright claim” Youtube. Dengan status, dari “sharing revenue” hingga “can not monetize”. Namun, yang menjadi kebanggaan adalah jumlah penonton yang mencapai puluhan ribu. Saya berpikir bahwa kondisi tersebut mampu mendongkrak jumlah 4.000 jam tayang.
Benar saja, di pertengahan 2019, jumlah jam tayang bisa melampaui 5.000 jam tayang. Dan, sebagai ganjarannya, Youtube melakukan “review” di akun Youtube saya. Saya baca di berbagai grup WA atau sosial media yang menyatakan bahwa durasi “review in progress” paling cepat 1 bulan. Bahkan ada yang lebih cepat seminggu. Namun, ada yang molor hingga bertahun-tahun. Saya benar-benar senyum dan merinding membaca setiap postingan para Youtuber pemula dan yang sudah monetisasi.
Saya sendiri tanpa mempedulikan berbagai macam komentar atau pengalaman para Youtuber di berbagai postingan. Pikiran saya cuma satu, “paling cepat satu bulan, akun Youtube saya harus bissa dimonetisasi”. Faktanya, sungguh menyedihkan. Lebih dari 3 bulan, saya seperti menunggu pelangi ketika langit  terang benderang. Bagai pungguk merindukan bulan. Saya hanya gigit jari.
Saya berpikir keras, “ada apa dengan akun Youtube saya?”. Dengan jumlah Subscriber 1.250 dan jam tayang hampir menyentuh 6.000 jam tayang, Youtube tak tersentuh hatinya untuk “monetisasi Youtube” saya. Apa salah saya, sungguh kejam! Kebanggaan pun bagai semu. Ibarat makan Rendang Nasi Padang, tetapi cuma mimpi. Benar-benar tidak akan terwujud.

Menghabisi “Copyright Claim”

Saya kembali berpikir keras. Saya buka akun Youtube saya. Saya cek video satu persatu. Ingat, satu persatu. Dan, saya memberikan kesimpulan bahwa banyaknya video Youtube dengan jumlah penonton “lumayan” memberikan batu sandungan. Karena, adanya predikat “copyright claim”, meskipun tidak termasuk “Youtube Strike”. Dengan kata lain, video tidak perlu hapus dan tidak berpengaruh terhadap akun Youtube. Namun, tidak mendapatkan penghaasilan sama sekali jika dimonetisasi.
Saya membutuhkan waktu untuk berpikir kurang lebih 2 hari untuk “take down” hampir 50 video yang terkena klaim hak cipta. Meskipun, agak berat karena video-video tersebut yang menyumbang banyak jam tayang. Dengan membaca “Bismillah”, saya pun “nekad” menghapus video-video tersebut di awal Oktober 2019. Dampaknya luar biasa. Jam tayang akun Youtube saya menurun drastis menjadi 2.000an. Kondisi yang membuat kenyamanan saya kembali “drop”.
Sebagai manusia biasa, saya sungguh putus asa tak terhingga. Kini, bayangan saya sungguh menakutkan. Menjelang akhir tahun 2019, jika jam tayang tak terpenuhi, maka saya harus kembali “bekerja keras” untuk mendulang jam tayang. Saya benar-benar pasrah, kalau gagal dan kembali mengulang untuk mendapatkan jam tayang yang disyaratkan Youtube.
Menjelang “injury time” akhir tahun 2019, saya hanya melakukan ‘upload” video secara kontinyu. Dan, menghindari klaim hak cipta. Saya hanya berpikir, upload video, sebar di sosial media dan berharap keajaiban. Masalah video ditonton atau tidak menjadi hal yang saya singkirkan jauh-jauh. Meskipun, detak jantung selalu bergerak lebih kencang, ketika target jam tayang masih jauh dari jangkauan.

Berkah di Hari Ibu

Ada peribahasa, “usaha tidak akan mengkhianati hasil”. Sehari yang lalu, target jam tayang mampu terpenuhi. Bangga? Tentu. Namun, saya tidak berharap banyak bahwa “Review in Progress” Youtube akan memberikan harapan baik. Saya hanya berharap, jika “ini takdir saya”, maka tanggal 20 Januari 2020 mendatang akan datang kabar baik dari Youtube. Kalau tidak ada, “ya sudah”, pasrah pada keadaan.
Di saat harapan baik begitu jauh, justru Allah memberikan kabar indah  yang tidak pernah disangka-sangka. Monetisasi Youtube justru datang (hari ini) melalui email. Sehari setelah status Monetisasi Youtube saya dalam kondisi “Review in Progress”. Sungguh, sebuah kegembiraan yang tidak pernah terbayangkan datang di Hari Ibu 22 Desember 2019. Dan, hari ini saya benar-benar merasa bersyukur bahwa “dibalik kesengsaraan yang datang bertubi-tubi, ada kenikmatan yang berkali-kali”.


Email monetisasi akun Youtube Casmudi Vlog (Sumber: dokumen pribadi/screenshot)


Perlu diketahui bahwa Monetisasi Youtube saya dicapai bukan dalam waktu satu bulan macam Public Figure. Percayalah Ferguso! Saya membutuhkan hampir 6,5 tahun untuk mendapatkan Monetisasi Youtube, agar bisa disetujui menjadi partner Youtube. Sungguh, bukan pekerjaan yang gampang dengan ongkang-ongkang kaki. Namun, akan menjadi mudah dengan memegang prinsip “tekad yang tak terkalahkan” seperti “quote”nya Calvin Collidge.

Semoga menginspirasi ..

1 comment for "Akhirnya, Monetisasi YouTube Hadir Tak Diundang di Hari Ibu"

Diana nababan December 28, 2019 at 7:25 AM Delete Comment
Wah, selamat ya Pak.
Terinspirasi dari 6.5 tahun Bapak, sy yakin saya pun bisa.
Sy pny peluabg untuk itu. 1500 siswa sy di sklh, bs jd peluang subscriber.
Belajar bahasa Indonesia yg mnyenangkan sy pikir bs jd content yg baik pula.
Mohon dibantu bimbingannya ya Pak