Presiden Jokowi meninjau infrastruktur
jalan tol Singosari Malang Jawa Timur (Sumber: Sekretariat Negara RI)
“Pembangunan infrastruktur
akan terus kita lanjutkan. Infrastruktur yang besar sudah kita bangun, ke depan
akan kita bangun lebih cepat. Infrastruktur seperti jalan tol, kereta api, kita
sambungkan dengan kawasan industri rakyat, ekonomi khusus, pariwisata,
persawahan, perkebunan, perikanan. Arahnya harus ke sana, fokusnya harus ke
sana,” (Pidato Presiden Jokowi, Sentul, 14 Juli 2019.)
Kemajuan sebuah negara
terlihat bagaimana mereka membangun infrastruktur negerinya. Sama halnya dengan
bangsa Indonesia. Pemerintahan Jokowi tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur
di periode kedua. Apalagi, sesuai Visi Indonesia 2045 yang dikembangkan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Di mana, Visi Indonesia
2045 berupaya untuk menekan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi disertai
pembangunan inklusif yang akan mendorong terjadinya urbanisasi dan pertumbuhan
kota-kota kecil dan menengah.
Pembangunan infrastruktur
bangsa Indonesia menjadi bukti utama keseriusan pemerintahan Jokowi. Seperti
pembangunan infrastruktur jalan tol di berbagai pulau. Berikut, infografis yang
menyatakan pembangunan infrastruktur pada periode 2014-2019.

Dari infografis tersebut
menunjukan terbangunnya infrastruktur jalan baru sepanjang 2.650 km dan jalan
tol sepanjang 1.000 km. Sebanyak 15 bandara baru telah dibangun dengan
pengadaan 20 pesawat perintis. Untuk Pelabuhan laut, telah dibangun sebanyak 24
pelabuhan laut baru dengan pengadaan 26 kapal barang perintis. Juga, telah
membangun pelabuhan penyeberangan di 60 lokasi.
Untuk transportasi darat
dengan kereta api, pemerintah telah membangun jalur kereta api sepanjang 3.258
km yang tersebar di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Sedangkan,
untuk trasnportasi darat dengan bus, pemerintah telah membangun BRT di 29 kota.
Harus diakui, pembangunan infrastruktur tersebut merupakan prestasi dari
pemerintahan Jokowi.
Sebagai informasi bahwa tahun
2019, Indonesia menduduki peringkat ke-16 dunia dengan Produk
Domestik Bruto (PDB) sebesar US$1.12 triliun. Ini merupakan besaran tertinggi
di Asia Tenggara. Menarik, World Economic Forum (WEF) memprediksi ekonomi
Indonesia akan menduduki peringkat ke-5 dunia dengan PDB sebesar US$5.3 triliun
di tahun 2024.
Creative Financing
Pembangunan infrastruktur
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Apalagi, dalam situasi Pandemi Virus
Corona. Di mana, semua negara di dunia, khususnya bangsa Indonesia mengalami
gejolak ekonomi. Anggaran dari APBN tersedot untuk percepatan penanganan
Covid-19. Maka, pemerintah perlu pintar mengatur keuangan untuk pos-pos
anggaran strategis.
Dalam laman Kementrian
Keuangan RI melansir berita tentang konferensi pers APBN KiTa
tanggal
25 Agustus 2020. Di mana, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan
posisi utang Pemerintah per akhir Juli 2020 terjaga dengan rasio utang
pemerintah terhadap PDB sebesar 33,63 persen.
Rasio tersebut sedikit meningkat
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah
kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19. Bahkan, lembaga
pemeringkat Fitch mencatat bahwa rasio utang Indonesia masih terbilang
lebih kecil daripada median rasio utang terhadap PDB negara-negara dengan
peringkat utang PDB lainnya yang mencapai 51,7%.
Untuk menjaga kondisi APBN,
maka pemerintah merancang skema pembiayaan pembangunan
infrastruktur yang membangkitkan semangat kebersamaan. Dengan skema pembayaran
kreatif (Creative Financing). Jika, kita mencermati RAPBN
2018, maka disusun dengan berpedoman pada 3 (tiga) kebijakan utama. Salah satu
kebijakannya adalah kebijakan berkelanjutan dan efisiensi pembiayaan yang
dilakukan melalui pengendalian defisit dan rasio utang, defisit keseimbangan
primer yang semakin menurun, dan pengembangan Creative Financing.
Bappenas sendiri mendorong
program Pembiayaan Investasi Non Anggaran (PINA) untuk pembiayaan ekuitas pembangunan
infrastruktur yang bersifat strategis dan prioritas, Di mana, pembiayaan
infrastruktur tidak melibatkan APBN lagi. Tetapi, pembiayaan yang melibatkan kerjasama
BUMN dan pihak swasta (dalam dan luar negeri). Pemerintah pusat tetap mendukung
pembangunan infrastruktur dari segi kelayakan proyek.
Forum investasi terbuka di Bali bulan Oktober 2018, BUMN
berupaya menjaring minat investor swasta dalam dan luar negeri. Untuk ikut
berkolaborasi dalam membangun proyek-proyek infrastruktur. Tentu, proyek infrastruktur diawasi oleh
pemerintah melalui kementerian terkait. Sedangkan, masalah penggunaan dana
proyek harus melalui regulasi kementerian atau lembaga yang menjadi regulator.

Serta, pembiayaan infrastruktur harus
berjalan dengan manajemen risiko yang terukur. Seperti, melalui pola LCS (Limited
Concession Scheme). Maksudnya, pembiayaan infrastruktur bersumber dari dana
swasta atas pemberian konsesi. Pemberian konsesi ini berasal dari aset
infrastruktur milik Pemerintah/BUMN yang sudah beroperasi kepada pihak swasta
terkait.
Menuju Indonesia Maju
Bagi bangsa Indonesia dengan lebih dari
17.000 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Maka, percepatan
pembangunan infrastruktur menjadi modal besar lompatan bangsa Indonesia menuju
Indonesia Maju. Dan, keinginan besar bangsa Indonesia bisa lepas dari perangkap sebagai Negara Berkembang (Middle
Income Trap).
Menurut World Bank (1994), peningkatan stok
infrastruktur secara rata-rata sebesar 1 persen, akan berdampak pada
peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 1 persen. Dengan demikian,
untuk peningkatan PDB, maka perlu adanya peningkatan pembangunan infrastruktur.
Apalagi, pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu pilar dalam Visi Indonesia Maju. Di mana, keberlanjutan pembangunan
infrastruktur yang difokuskan pada upaya memastikan terjalinnya konektivitas
dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi rakyat, seperti pertanian, perkebunan,
perikanan, pariwisata dan lain-lain.
Pemerintahan Jokowi tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur di periode kedua (Sumber: Sekretariat Negara RI)
Dengan pembangunan infrastruktur secara merata, dapat
menimbulkan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. Karena, dengan membangun
infrastruktur, pemerintah kita sedang membangun masa depan peradaban bangsa.
Di mana, denyut berbagai aktifitas ekonomi bisa berjalan dengan baik.
Manfaat penting lainnya adalah terciptanya konektivitas
antar wilayah. Mampu meningkatkan kualitas
hidup masyarakat baik sektor perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, maupun teknologi.
Konektivitas juga memperkecil segala ketimpangan dan kesenjangan ekonomi. Karena,
wilayah yang terisolir tanpa infrastruktur, cenderung mengalami pertumbuhan
ekonomi yang stagnan.
Keberadaan infrastruktur mampu menurunkan biaya
logistik. Karena, lancarnya konektivitas antar wilayah. Laju distribusi barang tanpa
mengalami hambatan. Dan, biaya produksi bisa diperkecil. Dampaknya, harga
produk bisa berkompetisi dan terjangkau. Hal inilah yang akan menimbulkan pertumbuhan
sentra-sentra UMKM baru.
Produk lokal mampu bersaing dengan produk luar
negeri. Harga produk yang kompetitif dan berkualitas bisa meningkatkan daya
saing di kancah global. Kita belajar banyak dari produk Tiongkok yang menguasai
perdagangan dunia. Dikarenakan, biaya produksi yang sangat kecil. Infrastruktur
mereka sudah dikategorikan negara maju.
Kita optimis, tidak menutup kemungkinan akan timbul
pusat bisnis yang lebih besar di berbagai daerah. Kondisi ini akan menimbulkan multiplier
effect. Di mana, mampu mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Karena, pembangunan infrastruktur adalah #IniUntukKita.