Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menggagas Ketahanan Energi dari Limbah Kotoran Babi

 

Menggagas ketahanan energi dari limbah kotoran ternak babi (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Kehadiran energi sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk menjalankan mesin. Bahkan, tanpa kehadiran energi, manusia era digital seperti kembali ke era primitif. Di mana, mobilisasi manusia sekarang yang makin sibuk.

Ke manapun hendak bepergian, tidak jauh-jauh dari kebutuhan kendaraan. Dan, gerak kendaraan sendiri sangat tergantung dari konsumsi BBM. Padahal, rerata setiap keluarga di Indonesia, khususnya di kawasan perkotaan mempunyai satu kendaraan pribadi. Tergantung dari energi fosil berupa Bahan Bakar Mesin (BBM).  


Krisis Energi Nasional

Menakutkan, cadangan energi fosil bangsa Indonesia diproyeksikan akan habis 30 tahun mendatang. Atau, pada tahun 2050, bangsa Indonesia akan mengalami krisis energi nasional. Sebuah kondisi yang membutuhkan perhatian banyak pihak.

Sebagai informasi, sejumlah data menyebutkan, kebutuhan minyak dalam negeri 1,3 juta barel per hari (bph) pada 2017 dan naik menjadi 1,7 juta bph pada 2018. Padahal, produksi minyak Indonesia hanya 750 ribu bph (www.eksplorasi.id/19/02/2019). Tentu, sisanya untuk kebutuhan dalam negeri meski impor.

Di era pemerintahan Presiden Jokowi, premium “pelan tapi pasti” akan dihapus dari pasaran. Bukan hanya pemberian subsidi yang membebani pengeluaran anggaran negara. Tetapi, RON (Research Octane Number) sebesar 88 diprediksi mampu berdampak terhadap kinerja mesin. Dan, mengeluarkan residu atau sisa pembakaran yang mengganggu kondisi udara. Padahal, pemerintah sedang menggalakan “Program Langit Biru”. Oleh sebab itu, RON BBM yang digunakan minimal sebesar 90 yang ada pada Pertalite.

Langkah awal yang dilakukan oleh Pemerintah adalah mengeluarkan BBM Pertalite khusus dengan harga standar Premium. Masyarakat pun tidak kaget, karena harganya masih sama dengan harga premium. Ini merupakan langkah jitu pemerintah untuk menghapus premium.

Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan gas elpiji berwarna pink yang diklaim lebih ramah lingkungan. Tujuannya pun sama, untuk menciptakan kondisi udara yang lebih baik sesuai “Program Langit Biru”. Demi menjaga kesehatan masyarakat.  

Kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan kondisi udara yang lebih bersih perlu diapresiasi dengan baik. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah BBM yang selama ini dikonsumsi oleh masyarakat tergolong energi fosil. Lambat laun, Pemerintah semaksimal mungkin harus mampu memutus mata rantai ketergantungan akan energi fosil.

Ketergantungan akan energi fosil ini mengancam krisis energi nasional. Melihat kondisi tersebut, maka kebijakan energi nasional gencar mengembangkan energi terbarukan, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Hal Yang perlu dilakukan adalah menciptakan ketahanan energi nasional karena penting bagi kehidupan. Ketika energi fosil semakin menipis. Maka, menggagas energi terbarukan, ramah lingkungan dan berkelanjutan terus dikembangkan.


Energi Dari Bongkasa Pertiwi

Salah satu terobosan penciptaan energi adalah pemanfaatan limbah kotoran  ternak babi. Tanggal 30 Agustus 2019 lalu, saya dan 9 blogger lainnya diundang oleh salah satu perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Salah satu aktifitas yang kami lakukan adalah mengunjungi ke salah satu desa di Kecamatan Ubud Kabupaten badung Bali. Desa yang berada di ketinggian kurang lebih 500 meter di atas permukaan air laut, yaitu Desa Bongkasa Pertiwi.  

Pada kunjungan tersebut, kami melihat langsung salah satu dari pengembangan 20 unit biogas. Yang masuk dalam Program Kampung Mandiri Energi di Desa Bongkasa Pertiwi. Adapun, pengembangan biogas berasal dari limbah kotoran ternak babi. Sebagai informasi, selain Bertani, masyarakat Desa Bongkasa Pertiwi  memelihara ternak sapi dan babi.

Pengembangan biogas sendiri merupakan program unggulan dari Bumdes Mandala Sari. Kami disambut baik dan ramah oleh Ketua Bumdes Bapak Ida Bagus GD Manu Drestha. Pak Bagus banyak memberikan informasi menarik kepada kami. Salah satu informasi tersebut adalah Masyarakat Desa Bongkasa Pertiwi masih mengembangkan ternak secara tradisional, baik sapi maupun babi.

 

Bapak Ida bagus GD Manu Drestha, ketua Bumdes Mandala Sari Bongkasa Pertiwi (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Dampak dari sistem peternakan secara tradisional tersebut menghasilkan banyak limbah kotoran ternak. Adapun, limbah kotoran sapi yang dihasilkan sebanyak 1170 kg/hari. Dan, Limbah kotoran babi sebanyak 756kg/hari. Khususnya kotoran ternak babi, baunya yang menyengat sangat mengganggu kondisi udara.


Babi yang diternak secara tradisional (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Celakanya, saat limbah kotoran ternak yang belum dikelola secara baik, Maka, limbah kotoran ternak tersebut mengalir dan mencemari Sungai Ayung yang ada di Bongkasa Pertiwi. Padahal sungai Ayung tersebut merupakan objek wisata air terkenal dan andalan di kawasan tersebut, seperti wisata arung jeram.

 

Sungai Ayung sebagai wisata andalan Desa Bongkasa Pertiwi (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Untuk pengembangkan biogas, selanjutnya, pembuatan digester biogas pun dilakukan di sebuah rumah warga. Yang mempunyai ternak babi. Sebagai informasi bahwa digester biogas dengan diameter 4m mampu menampung sebanyak 20 kg kotoran ternak babi dan 40 kg kotoran ternak sapi.  

 

Digester biogas (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Langkah awal, kotoran ternak babi dicampur dengan air, dengan skala 1:1,5. Sedangkan, untuk kotoran ternak sapi dengan skala 1:1. Selanjutnya, campuran tersebut dimasukan ke dalam mixer. Dan, diaduk hingga merata. Kemudian, adukan tersebut dialirkan ke dalam digester biogas.


Limbah kotoran ternak babi dan air yang tercampur rata (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)


Perlu diketahui bahwa dari digester biogas tersebut, tersambung dengan pipa yang berakhir ke kompor di dapur. Setelah kurang lebih 2 jam pengisian campuran kotoran ternak babi, maka gas yang terkoneksi langsung ke kompor bisa langsung digunakan untuk memasak. Api yang timbul berwarna biru.

 

Nyala api dari biogas berwarna biru (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Keberadaan limbah kotoran ternak babi, justru menjadi berkah bagi masyarakat Desa Bongkasa Pertiwi. Jika jam kerja normal 8 jam sehari, maka masyarakat bisa mengisi digester biogas sebanyak 4 kali dalam sehari. Dan, limbah kotoran ternak babi yang dibutuhkan setiap harinya sebanyak 80 kg. Dengan demikian, kapasitas 756kg limbah kotoran ternak babi yang dihasilkan setiap harimya dibutuhkan digester biogas sebanyak 9-10 hari.

Terobosan energi terbarukan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Biogas dari kotoran ternak babi mampu menggantikan gas elpiji 4 tabung dengan ukuran 3kg/bulan. Dengan demikian, mampu menghemat pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 80.000/bulan. Jadi, dengan pengembangan 20 unit biogas mampu menghemat pengeluaran sebesar Rp 1.600.000/bulan.

Tentu, manfaat besar dari biogas kotoran babi tersebut bukan hanya menghemat pengeluaran. Tetapi, banyak manfaat lain yang bisa diperoleh. Bau kotoran ternak babi tersebut tidak lagi merusak kondisi udara. Pariwisata di sungai Ayung tetap menggeliat dengan baik.

Energi biogas dari kotoran ternak babi dikenal dengan energi ramah lingkungan dan terbarukan. Tidak membuat polusi udara dan bahan baku bisa diperoleh secara berkelanjutan. Karena, di Bali dikenal dengan peternak babi unggul. Dan, para peternak babi tidak kerepotan lagi dalam mengelola kotoran ternaknya.  

Manfaat lain yang tidak kalah menarik adalah penggunaan bioslury. Bioslury  merupakan sisa campuran dari kotoran ternak babi yang tidak masuk ke dalam digester biogas. Campuran kotoran tersebut sangat manjur untuk pertanian. Apalagi, jumlah bioslury yang dihasilkan sama dengan jumlah campuran kotoran yang masuk ke dalam digester biogas. Dan, bioslury cair bisa digunakan sebagai pupuk pada pertanian lahan pekarangan.

Bioslury yang melimpah dari proses biogas tersebut bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian. Minimal, pertanian yang dikelola secara swadaya di perkarangan rumah. Kondisi tersebut mampu mendongkrak penghasilan rumah tangga. Juga, masyarakat bisa menghasilkan panen secara mandiri, Seperti panen cabe rawit yang ditanam di pekarangan rumah.  


Bioslury (Sumber: Danone Indonesia/screenshot)

 

Jika pengembangan biogas ini dilakukan secara berkelanjutan, maka ketergantungan terhadap energi fosil menjadi berkurang. Oleh sebab itu, ketahanan energi di masa depan bukanlah isapan jempol. Karena, gagasan menciptakan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, butuh terobosan yang melibatkan banyak pihak. Juga, dukungan pemerintah sangatlah dinantikan. 


1 comment for "Menggagas Ketahanan Energi dari Limbah Kotoran Babi "

DWI RATNAWATI September 2, 2020 at 12:05 PM Delete Comment
Penemuan sumber energi yang tak terpikirkan oleh kita. Biasanya limbah Kotoran babi hanya bikin pencemaran air dan bau menyengat. Kini bisa jadi biogas.