Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Fenomena Negeri Di Atas Awan Pulau Dewata

 

Desa Pinggan Kintamani, Fenomena Negeri Di Atas Awan Bali yang harus saya jelajahi (Sumber: dokumen pribadi)

 

 

Apakah ada Negeri di Atas Awan? 

 

Seringkali senyum kita kecut ya. Saat mendengar kalimat Negeri di Atas Awan. Apakah, makna kalimat tersebut benar adanya. Atau, sekedar majas metafora saja. Bagi saya, kalimat Negeri di Atas Awan benar-benar ada, layaknya dalam sebuah film. Baik film Indonesia, Mandarin maupun Hollywood. Kalimat tersebut memberi pertanda bahwa sebuah perumpamaan yang “benar-benar ada”.

 

Saat anda naik pesawat terbang dan melihat ke luar jendela pesawat. Maka, pemandangan tumpukan awan akan tersaji indah di depan mata, bukan? Dan, anda serasa berada di atas dataran awan. Jika, pesawat yang anda naiki seperti dataran tanah yang luas. Maka, anda benar-benar sedang berada di NEGERI DI ATAS AWAN.

 

Saya pun pernah mendengar dan membaca artikel Negeri di Atas Awan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Di mana, orang-orang hidup berselimut dengan awan setiap harinya. Mereka seakan-akan berjalan di atas awan. Unik sekali, bukan?

 

Ternyata, di Bali pun mempunyai kawasan yang disebut sebagai NEGERI DI ATAS AWAN loh. Tersebutlah DESA PINGGAN KINTAMANI yang mulai dikenal di ranah media sosial beberapa tahun belakangan ini. Mengapa disebut sebagai NEGERI DI ATAS AWAN? Ikuti perjalanan saya menjamah indahnya Desa Pinggan Kintamani Bali.

 

PERJALANAN DINI HARI

 

Kurang lebih 12 tahun hidup di Bali, bukanlah waktu yang pendek. Namun, baru kali ini, saya mempunyai partner baru yang menjiwai tentang dunia traveling. Tersebutlah, pasangan suami istri Charles Billy – Fanesia Hwang. Pasangan yang setahun sudah menikah menjadi teman sejati traveling saya. Setelah kami berkenalan akrab, saat eksplorasi Nusa Penida Bali selama 3 hari di bulan Oktober 2020 lalu.

 

Fenomena kecantikan Desa Pinggan Kintamani di pagi hari sudah menghipnotis saya untuk menjamahnya. Sejak 3 tahun yang lalu. Namun, saya tak tergelitik untuk mengunjunginya. Dengan alasan tak ada waktu, jarak yang jauh dan tidak ada partner yang bisa diajak komunikasi. Namun, setelah bertemu dengan pasangan suami istri tersebut, maka rasa penasaran kami langsung membuncah. Ya, saya harus ke sana!

 

Perlu diketahui bahwa anugerah tiada tara untuk menikmati Desa Pinggan Kintamani adalah saat menikmati datangnya Sunrise (matahari terbit). Sementara, jarak tempat tinggal saya di Denpasar ke Desa Pinggan Kintamani kurang lebih 80 km.

 

Sebenarnya, ada dua alternatif agar dapat menikmati sunrise Desa Pinggan Kintamani yaitu: 1) menginap di kawasan  Desa Pinggan Kintamani; dan 2) melaju langsam (langsung sampai) dari Denpasar. Setelah kami berdiskusi bersama partner dengan berbagai pertimbangan, maka kami memutuskan untuk langsam dari Kota Denpasar.

 

Dengan bekal peta di Google Maps dan info lainnya. Maka, saya memutuskan untuk bertemu dengan pasangan Charles Billy-Fanesia Hwang di depan Polda Bali (jalan WR Supratman Denpasar) pukul 02.30 dini hari. Kami menyadari bahwa jalur yang akan kami lalui minim penerangan. Bukan itu saja, kondisi udara dingin akan menyergap tubuh seketika. Khususnya, saat memasuki kawasan tinggi Kintamani.  

 

Sebenarnya banyak jalur menuju Desa Pinggan Kintamani. Namun, ada 3 jalur utama yang bisa saya rekomendasikan untuk menuju Kintamani. Jalur pertama adalah Denpasar, Singapadu, Ubud, Payangan dan Kintamani. Jalur dua adalah Denpasar, Ubud, Tegalalang, Pejeng dan Kintamani. Sedangkan, jalur ketiga adalah Denpasar, Gianyar, Bangli dan Kintamani.

 

Akhirnya, saya menempuh jalur pertama, yang dirasa waktunya lebih pendek. Namun, di jalur ini sungguh gelap atau minim penerangan. Sejak memasuki Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Hingga Kintamani yang jaraknya kurang lebih 70 km. Bukan itu saja, kami pun merasakan terjebak masalah dalam perjalanan. Karena, “hampir” kehabisan BBM. Padahal, selama perjalanan, SPBU dan warung, total tidak ada yang buka di pagi buta itu.

 

Beruntung, kegelisahan akut saya terobati. Saat ada warung kelontong Madura yang buka, di kawasan Kedewatan Ubud. Sungguh, sebuah keajaiban tak terduga. Di saat BBM sepeda motor yang kami tumpangi bersama istri tinggal Senin-Kamis. Dari pengalaman kejadian ini, maka ada saran buat anda. Jika menggunakan sepeda motor, perlu isi tangki BBM Full tank. Bila perlu bawa persediaan BBM dalam dirigen kecil (buat persediaan).

 

Sungguh, perjalanan malam hari tidaklah mudah. Apalagi, dengan menggunakan sepeda motor di musim penghujan. Bukan hanya kondisi udara yang dingin menusuk tulang. Namun, anda mesti berhati-hati dengan keberadaan gerombolan anjing. Anjing-anjing tersebut, tanpa terduga ngumpul di tengah jalan atau menyeberang mendadak. Bahkan, seringkali menggonggong. Dan, mengejar pesepeda motor yang lewat. Anda mesti hati-hati dan selalu waspada.

 

GELAP GULITA KE DESA PINGGAN

 

Sampai di Desa Kintamani, tepat waktu subuh tiba. Saya dan istri mengharuskan sholat subuh terlebih dahulu. Sedangkan, pasangan suami-istri Charles-Billy dan Faneshia Hwang menjadi penunggu saya setia di luar masjid. Karena, keyakinan mereka berbeda dengan kami.

 

Setelah sholat subuh, kami berempat harus menempuh perjalanan lagi. Kurang lebih 10 km perjalanan. Dengan kontur jalan yang mampu menguras energi dan kerasnya degup jantung.

 

Sejak pertigaan jalan ke Singaraja dan Pura Gunung Penulisan, kawasan benar-benar gelap total. Tidak ada penerangan sama sekali. Kecuali, lampu sorot dua sepeda motor kami. Jalan pun mulai menurun tajam dan berbelok. Jika, anda tidak hati-hati maka bersiap-siaplah terjun bebas. Meskipun, saya sudah pasang sepeda motor dalam kondisi gigi 1. Tetapi, “sepertinya” sepeda motor hendak meluncur tajam. Kami hanya berdoa dan bersholawat selama perjalanan.

 

Sungguh, kami buta akan lokasi Desa Pinggan Kintamani. Beruntung, setengah pukul 06.00 pagi, kami bertemu dengan puluhan pesepeda motor anak ABG. Kami sempat bertanya lokasi yang hendak kami tuju. Seorang cewek ABG memberikan jawaban yang membuat kami ngakak.

 

“Maaf Om, kami juga baru ke sini”. Sambil diikuti gelak tawa teman-temannya.

 

Aduh, saya merasa tua banget ya. Berasa, aku sudah nikah sama tante kamu adik yang cantik. Gak papa deh, untung gak dipanggil “SIS”. Tetapi, berdasarkan informasi yang kami dapat dari berbagai artikel. Bahwa, penunjuk untuk sampai di spot pandang menikmati sunrise Desa Pinggan adalah keberadaan BAK AIR atau POHON CINTA. Namun, di manakah posisinya? Seperti apa bentuknya?

 

SPOT PANDANG NEGERI DI ATAS AWAN

 

Dengan memperlambat laju motor, kami pun melihat sisi kanan dan kiri jalan yang kami lalui. Feeling saya mesti kuat dengan adanya keberadaan BAK AIR. Di sebuah rumah yang sudah dibongkar. Dan, terdapat keberadaan BAK air atau tangki air. Kami pun dengan percaya diri berhenti.

 

Ternyata, pemberhentian kami tidak salah. Spot untuk menikmati sunrise Desa Pinggan Kintamani pas banget. Saya mulai melihat pemandangan Desa Pinggan Kintamani yang berselimut gelapnya malam. Lampu-lampu kecil nun jauh di sana masih terlihat menyala. Aura gunung Agung, gunung Abang dan gunung Batur masih membentuk siluet samar-samar. Terlihat indah. Berikut beberapa foto kondisi detik-detik sunrise di Desa Pinggan Kintamani. Saya abadikan dengan kamera smartphone..

 

Setengah jam menjelang sunrise di Desa Pinggan Kintamani (Sumber: dokumen pribadi)

 

 

20 menit menjelang sunrise di Desa Pinggan Kintamani (Sumber: dokumen pribadi)


 

10 menit menjelang sunrise di Desa Pinggan Kintamani (Sumber: dokumen pribadi)


 

Saat sunrise di Desa Pinggan Kintamani. Sinar matahari masih tertutup awan mendung (Sumber: dokumen pribadi)

 

Menjelang sunrise, awan mulai menghiasi bentangan dataran rendah. Yang ternyata adalah Desa Songan Kintamani. Setelah kami puas mengambil rekaman dan foto di spot pertama. Kami pun penasaran dengan adanya spot pandang lainnya. Ternyata, kurang lebih ada 6 spot pandang untuk menikmati FENOMENA NEGERI DI ATAS AWAN. Termasuk, spot pandang POHON CINTA.

 

Namun, spot pandang yang paling menarik saya adalah spot yang ada pohon telanjang tanpa batang dan daun. Entah, pohon ini sengaja ditanam atau hanya sebagai hiasan saja. Menikmati indahnya FENOMENA NEGERI DI ATAS AWAN di samping pohon telanjang tanpa daun dan batang ini sungguh IKONIK.


 

Spot pandang pohon telanjang tanpa batang dan daun yang ikonik (Sumber: dokumen pribadi)

 

Dan, spot menarik lain untuk menikmati FENOMENA NEGERI DI ATAS AWAN adalah spot SWING (ayunan). Sambil main ayunan, kita bisa bersantai ria menikmati indahnya FENOMENA NEGERI DI ATAS AWAN. Yang bikin unik adalah ayunan tersebut diikat pada kedua batang pohon Nangka. Dan, pohon Nangka itu berbuah lebat dan pohonnya besar dan panjang. Sungguh IKONIK!


 

Spot pandang Desa Pinggan Kintamani sambil main swing (ayunan) yang diikat pada kedua batang pohon nangka (Sumber: dokumen pribadi)

 

Perlu diketahui bahwa waktu terbaik untuk menikmati FENOMENA NEGERI DI ATAS AWAN adalah di bulan ketiga (Maret). Mengapa? Saat itulah, hamparan awan akan menutupi semua bentangan dataran rendah. Jadi, seakan-akan anda sedang berada “benar-benar” di NEGERI DI ATAS AWAN. Pantesan saja, saya mampu menikmati hamparan awan sebagian yang menutupi bentangan dataran rendah Desa Songan Kintamani.

 

 

Menikmati hamparan dataran darii Negeri Di Atas Awan dari spot pandang Kintamani Camping Area (Sumber: dokumen pribadi)

 

Jadi, kami berempat pun mengambil keputusan untuk menjamah kembali FENOMENA NEGERI DI ATAS AWAN bulan Maret nanti. Benar-benar ingin menikmati bentangan awan yang menutupi SEMUA hamparan di bawah lereng gunung Batur. 


 

Kuartet traveler sejati (Mbak Fanesia Hwang, istri (Mom Blogger), saya dan mas Charles Billy (Sumber: dokumen pribadi) 

 

Nah, Brosis, untuk melihat detik-detik sunrise di Desa Pinggan Kintamani Bali. Maka, anda bisa melihat video saya di channel berikut. Selamat menikmati hari libur anda ya. 

 

 

Detik-detik Sunrise Negeri di Atas Awan Desa Pinggan Kintamani Bali (Sumber: dokumen pribadi/Youtube)

 

 

Tips buat anda:

 

1.    Jika anda mempunyai budget lebih, anda bisa menginap di Desa Pinggan Kintamani. Sewa tenda, lampu, selimut dan kopi pagi per malam sebesar Rp 150 ribu. Jika, sewa tenda saja maka dikenakan biaya Rp 50 ribu.

2.    Jika anda langsam (langsung sampai), maka anda bisa berangkat dari Denpasar dan sekitarnya saat pukul 02.30-03.00 dini hari agar mempunyai waktu luang selama perjalanan.

3.    Bagi anda yang menggunakan sepeda motor (langsam) maka disarankan mengisi full tangka. Jika perlu membawa persediaan BBM dalam dirigen kecil (untuk persediaan) jika kehabisan BBM. Saat dini hari, SPBU dan warung tidak ada yang buka.

4.    Saat anda berada di spot paling selatan (setelah spot pandang) Pohon Cinta. Maka, anda bisa melihat gugusan 4 gunung yang menghiasi Desa Pinggan Kintamani. Yaitu, Gunung Agung, Gunung Abang, Gunung Batur dan Gunung Rinjani (Lombok). 

5.    Tarif masuk setiap spot pandang sebesar Rp 5 ribu.

6.    Perlu membawa jaket agar tidak kedinginan di lokasi.

7.    Jaga kesehatan tubuh anda agar liburan tetap menyenangkan.

   

 

Disclaimer:

Kami tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Tidak lupa membawa Hand Sanitizer. Kami membuka masker dengan maksud untuk pengambilan gambar saja. Kami benar-benar peduli tentang kesehatan diri sendiri dan orang lain. Terima kasih.


Post a Comment for "Fenomena Negeri Di Atas Awan Pulau Dewata"