Mampir ke Sentra Garam Amed Bali
Kantor Masyarakat Perlindungan Indikasi
Geografis Sentra Garam Amed Bali (Sumber: dokumen pribadi)
Bagaikan sayur tanpa garam.
Pepatah yang selalu menarik
banyak orang. Di mana, garam sangat dibutuhkan dalam memasak. Dan, garamlah
menjadi sayuran terasa sedap. Banyak daerah di Indonesia yang menghasilkan
garam terkenal. Salah satunya Pulau Bali. Ada 2 sentra penghasil garam di Pulau
Dewata ini, yaitu Kawasan Kusamba Kabupaten Klungkung dan Amed Kabupaten
Karangasem.
Seminggu lalu, saya sempat
jalan-jalan ke kawasan Amed Kabupaten Karangasem. Kondis jalanan yang dipenuhi
dengan bisnis perhotelan dan usaha diving (selam) itu masih terlihat
sepi. Hanya beberapa warga asing yang hilir mudik. Saya melihat banyak hotel yang tampak seperti
museum. Tanpa lalu lalang, keluar masuk tamu hotel.
Bisnis selam (diving)
juga terlihat sepi. Sepi dari aktifitas wisatawan yang mengenakan atau mencoba
pakaian ala renang. Sudah lumrah, bahwa kondisi yang sepi tersebut, terjadi
sejak Pandemi Covid-19 menerjang bangsa ini setahun lalu. Dan, kondisi sepi menjadi
pemandangan yang sudah biasa. Meskipun, sekarang mulai menggeliat, dibandingkan
saat Pandemi Covid-19 mulai merebak.
Saya berusaha menyusuri jalan,
yang berada di sepanjang pantai Amed. Tanpa sengaja, saya melewati Sentra Garam
Amed Bali. Lokasinya ada di jalan I Ketut Natih, Banjar Dinas Lebah Desa Purwa
Kerthi Kecamatan Amed Kabupaten Karangsem.
“Apakah ini pusat pembuatan
garam Amed yang terkenal itu” pikir saya.
Saya pun menghentikan laju
sepeda motor. Dan, memarkir kendaraan di kawasan parkir Wisata Air Jemeluk. Di
bagian depan, saya melihat kantor dari Sentra Garam Amed Bali tersebut. Dan, di
bagian depannya terdapat sebuah prasasti yang menunjukan tentang peresmian
Sentra Garam Amed Bali.
Prasasti tersebut diresmikan pada
tanggal 19 Oktober 2019 oleh anggota Senator dari Provinsi Bali DR. Shri I
Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendratta Wedasteraputra Suyasa III, S,E., (M.Tru)
M.Si. Berdiri kokoh menempel pada sebuah tiang dan pagar dari batang kelapa.
Prasasti peresmian Sentra Garam Amed oleh Senator dari Provinsi Bali DR. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendratta Wedasteraputra Suyasa III, S,E., (M.Tru) M.Si. (Sumber: dokumen pribadi)
Berhenti Pembuatan Garam
Saya mencoba masuk ke dalam kawasan
proses pembuatan garam Amed. Namun, yang terlihat hanyalah beberapa tumpukan
pelepah atau batang kelapa, yang digunakan untuk sarana pembuatan garam. Luasan
tanah sekitar 500m2 ini terlihat kosong, tanpa aktifitas para petani garam
dalam proses pembuatan kristal putih.
Perlu diketahui bahwa garam Amed
merupakan produk lokal Bali yang sangat bernilai tinggi, setelah garam Kusamba.
Yang unik dari garam Amed ini berwarna putih, dan kristalnya terlihat kecil dan
lembut. Jangan kaget, garam Amed ini sangat digemari oleh para chef hotel
berbintang di Bali.
Bahkan, garam Amed ini banyak
dipesan oleh orang dari luar Bali. Namun, masa Pandemi Covid-19 telah memutus
aktifitas para petani garam Amed. Oleh sebab itu, aktifitas pembuatan garam
terpaksa berhenti, untuk batas waktu yang tidak ditentukan. Hal ini disebabkan
karena terhentinya pesanan garam Amed.
Kondisi tempat proses pembuatan garam Amed (Sumber: dokumen pribadi)
Beralih Profesi
Terhentinya proses pembuatan
garam menyebabkan petani garam berhenti operasi. Dan, berpindah pekerjaan,
seperti menjadi pelaut mencari ikan. Anda bisa melihat jejeran perahu
tradisional yang ada di Pantai Amed. Ada juga yang beralih profesi menjadi
peternak agar bisa menyambung hidup dan dapur tetap ngebul.
Jejeran perahu tradisional di Pantai Amed (Amed Beach) (Sumber: dokumen pribadi)
Menarik, garam Amed ini sudah
mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis dari Dirjen Hak dan Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI. Hal ini memberikan pemahaman bahwa
produk lokal garam Amed sudah terjamin kualitasnya.
Menurut data dari Pemerintah
Kabupaten Karangasem, para petani garam Amed yang berjumlah kurang lebih 35
orang telah tergabung dalam Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).
Namun, lesunya bisnis
perhotelan karena Pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap kinerja petani
garam Amed. Mereka tidak mau ambil resiko. Jika, proses pembuatan garam tetap
dilanjutkan, maka stok garam akan menumpuk. Karena, permintaan garam mengalami
mati suri.
Kita berharap jangan sampai
produk lokal garam Amed menjadi hilang, karena dampak Pandemi Covid-19. Dan,
para petani garam Amed enggan untuk
berproses kembali. Oleh sebab itu, harapan besar pandemi Covid-19 mereda. Agar,
proses pembuatan garam Amed bisa berjalan kembali.
Perjalanan saya untuk mampir
di Sentra Garam Amed memberikan pelajaran penting, Bahwa, dampak Pandemi
Covid-19 mampu merontokan produk lokal. Yang digarap oleh banyak petani garam.
Ketika, garam Amed menjadi langganan kalangan hotel. Dan, bisnis hotel
mengalami kelesuan. Maka, perjalanan bisnis garam Amed pun ikut terkena
imbasnya.
Kini, saya telah mengunjungi 2
kawasan sentra pembuatan garam terkenal di Bali. Di kawasan Kusamba Kabupaten
Klungkung, saya malah ikut bekerja dengan petani garam setempat. Membantu salah
satu petani setempat dalam mencetak kristal putih. Berbeda dengan di kawasan Amed.
Saya malah menyaksikan tiadanya proses pembuatan garam. Bagai museum tanpa
pengunjung. Miris sekali.
Kita semua kangen, ketika para
petani garam memikul air laut ke tempat pembuatan garam. Kita semua kangen,
saat pelepah kelapa itu diisi dengan air laut, yang kemudian air laut mengeras
menjadi kristal putih. Kita semua kangen, para petani garam melakukan proses
pembuatan garam, untuk kebutuhan penyedap sayuran di dapur kita.
Kapan semua itu akan terjadi lagi? Hanya Tuhan yang tahu. Mari berdoa agar Pandemi Covid-19 cepat mereda. Dan, denyut perekonomian para petani garam Amed bisa mulai lagi. Karena, senyum mereka adalah kebahagiaan kita. Senyum mereka adalah bukti bahwa bisnis pariwisata mulai bergerak. Dan, Bali kem(BALI) bangkit.
Post a Comment for "Mampir ke Sentra Garam Amed Bali"