Candi Buddha Kalibukbuk, Satu-satunya Candi Beraliran Buddha di Bali
Hari kedua Hari Raya
Lebaran 2021 diisi dengan jalan-jalan kembali. Kekira pukul 07.00 WITA, saya
berangkat ke Singaraja Bali Utara. Jarak tempuh dari Kota Denpasar kurang lebih
95 km.
Saya beristirahat
sebentar di kawasan Sembung Badung. Karena, harus mengisi perut dahulu, tidak
sempat sarapan pagi. Maklum, waktu bulan Ramadan sudah lewat.
Tujuan petualangan
kali ini adalah satu-satunya candi yang beraliran agama Buddha di Bali. Candi
tersebut menjadi cagar budaya, sering disebut dengan CANDI BUDDHA KALIBUKBUK. Candi tersebut
terletak di kawasan Desa Kalibukbuk Lovina Singaraja Bali.
Jika anda bergerak
dari arah Singaraja. Maka, ketika bertemu perlimaan Lovina, anda bergerak sesuai
arah rambu-rambu ke KAYU PUTIH. Dari perlimaan tersebut, kurang lebih 200
meter, anda akan melihat plang petunjuk candi (sebelah kiri jalan).
Syukur, kondisi jalan
raya agak sedikit lengang, karena masih suasana libur Hari Raya Lebaran. Banyak
toko atau rumah makan milik perantau dari Jawa yang terlihat tutup. Mungkin,
mereka menyempatkan mudik. Atau, sementara rehat dulu, karena masih suasana libur
Hari Raya Lebaran.
DOMINASI BATU BATA
Sampai di Candi
Buddha Kalibukbuk kurang lebih pukul 09.30 WITA. Saya merasakan udara masih
terasa segar. Apalagi, di sekeliling saya, masih banyak pepohonan tinggi yang
menghijau.
Saya berada di depan plang atau penunjuk objek wisata (Sumber: dokumen pribadi)
Ketika memasuki
ruang parkir yang luasnya hampir separo lapangan bola. Saya melihat dua mobil
dari 2 merek terkenal parkir di bawah pohon ketapang. Saya tidak melihat
gelagat pengunjung sama sekali. Saya berpikir, apakah mobil tersebut milik
pengunjung. Atau, milik warga yang parkir di halaman parkir tersebut.
Tempat parkir kendaraan yang luas (Sumber: dokumen pribadi)
Ketika pikiran saya
sedang beradu argumen, ternyata dari dalam komplek Candi Buddha Kalibukbuk
muncul 6 orang pengunjung. Mereka masih dalam satu hubungan keluarga. Dan,
mereka datang lebih dulu dari saya. Berkeliling melihat pesona Candi Buddha
Kalibukbuk.
“Juru kuncinya tidak ada pak. Jadi, cuma bisa lihat-lihat dari luar
pagar saja”.
Kalimat yang saya terima dari seorang. Saya memprdiki bahwa dia adalah kepala keluarga. Di lihat dari penampilannya. Di belakang mengikuti bapak tersebut adalah istri dan anak-anaknya. Mereka mengungkapkan pengalaman berkeliling destinasi wisata tersebut.
Saya menjawabnya
dengan senyuman. Dan, mereka menanyakan asal dan maksud kedatangan saya. Mereka
kaget, ketika saya berasal dari Denpasar. Bagi mereka, jarak Denpasar ke Candi
Buddha Kalibukbuk bukanlah jarak yang dekat. Jarak 95 km adalah jarak pulang
kampung atau mudik.
Namun, bagi saya,
jarak segitu ibarat jalan-jalan biasa. Kata orang Betawi, “jarak segitu mah
mainan gua tiap hari tong!”. Serius pakai banget!
Sungguh, saya sudah
terbiasa menempuh ratusan kilometer dalam satu hari dengan sepeda motor. Bukan
untuk mudik atau acara keluarga. Tetapi, mencari konten untuk Youtube, blog dan
media sosial lainnya. Saya pernah menempuh hingga 500 km dalam satu hari. Badan
terasa habis nyangkul. Gokil!
Kembali ke masalah Candi
Buddha Kalibukbuk. Di halaman parkir nan luas tersebut menjadi unik. Karena,
ada 2 pohon kelapa yang hampir sama tingginya. Kedua pohon kelapa tersebut
berada di kanan dan kiri jalan masuk. Jarak pintu masuk tempat parkir ke
komplek Candi Buddha Kalibukbuk kurang lebih 17 meter. Suasana masih terlihat
rindang karena banyaknya pohon Ketapang.
Dua buah pohon kelapa di jalan masuk ke areal situs Candi Buddha Kalibukbuk (Sumber: dokumen pribadi)
Sementara, pintu
masuk komplek Candi Buddha Kalibukbuk ke pintu masuk situs candi kurang lebih
10 meter. Sebelah kanan jalan ke pintu situs Candi Buddha Kalibukbuk, anda akan
disambut dengan keberadaan Patung Buddha yang sedang duduk bersila. Dan,
berselimutkan kain berwarna kuning.
Patung Buddha duduk
di atas batu dengan motif bunga Teratai. Di bagian depan patung terdapat
semacam batu berlubang. Bentuknya seperti landasan antan. Mungkin, berfungsi
sebagai tempat meletakan sesaji. Sedangkan, patung Buddha tersebut berada
persis di bawah pohon rindang layaknya pohon Beringin. Sungguh adem dan teduh.
Patung Buddha sedang duduk bersila di bagian depan situs Candi Buddha Kalibukbuk (Sumber: dokumen pribadi)
Di bagian depan
pintu masuk situs candi sebelah kiri, anda akan melihat pelinggih atau persembahyangan
khas agama Hindu. Dari sini, saya melihat seperti proses akulturasi budaya. Atau,
peninggalan agama Buddha yang tetap mengedepankan kearifan lokal ala agama Hindu
Bali.
Pelinggih khas agama Hindu yang berada di bagian depan situs Candi Buddha Kalibukbuk (Sumber: dokumen pribadi)
Yang menarik dari
Candi Buddha Kalibukbuk adalah dominasi warna merah muda atau warna batu bata.
Saya tidak bisa memasuki kawasan situs candi. Karena, pintu gerbang situs candi
dalam kondisi terkunci. Dikarenakan, juru kunci tidak berada di lokasi.
Saya menghitung
secara iseng pakai langkah kaki orang dewasa. Kira-kira situs Candi Buddha Kalibukbuk tersebut mempunyai panjang 20
meter dan lebar 15 meter. Dominasi warna
merah muda atau batu bata sangat kontras dengan letak candi tersebut. Di mana, Candi
Buddha Kalibukbuk terletak kurang lebih 500 meter dari pantai Lovina.
Untuk membangun
candi dengan material batu pegunungan yang tahan terhadap alam tidaklah
mungkin. Oleh sebab itu, penganut Buddha pada masa itu, mencari solusi material
bangunan dari tanah liat. Maka, tanah yang dibakar atau batu bata menjadi material
pilihan.
Pintu masuk Candi Buddha Kalibukbuk yang didominasi warna batu bata (Sumber: dokumen pribadi)
SEJARAH PENEMUAN SITUS CANDI BUDDHA
Menurut sejarah yang
ada di areal candi menyatakan bahwa Candi Buddha Kalibukbuk pertama kali diketahui
pada tahun 1991. Yaitu, dengan adanya penemuan stupika dan tablet tanah liat
oleh penduduk yang berada di belakang Hotel Angsoka.
Temuan sejenis juga
ditemukan di kebun kelapa milik Anak Agung Ngurah Sentanu pada tahun 1994. Hal
ini yang menyebabkan Balai Arkeologi Bali melakukan penelitian di situs ini
sejak tahun 1994 hingga tahun 2002.
Pantas saja, jika
situs Candi Buddha Kalibukbuk dikelilingi oleh kebun kopi dan pohon kelapa di
bagian utara dan timurnya. Sedangkan, di bagian selatan hanya lapangan rumput
yang tertata rapi. Dan, areal pemukiman penduduk.
Perlu diketahui bahwa situs
Candi Buddha Kalibukbuk mempunyai 3 buah tinggalan berupa bangunan stupa. Ketiga bangunan stupa ini ditemukan pada
kedalaman 1,3 meter di bawah permukaan tanah. Bangunan stupa ini berupa sebuah
candi perwara.
Saat ditemukan,
struktur bangunan candi induk berbentuk segi delapan. Temuan lainnya adalah
berupa profil sisi genta perbingkaian, relief Bodhisatva, relief makhluk
Ghana, batu ande dan sebuah komponen bagian catra atau payung lengkap
dengan yasti atau tongkatnya.
Temuan-temuan lain
dari hasil ekskavasi pada tubuh candi seperti kotak peripih yang berisi stupika
tanah liat. Tablet tanah liat dengan ye-te mantra dan miniatur stupa
pada salah satu candi perwara. Hal ini memperkuat data bahwa struktur tersebut
merupakan candi Buddha.
Saya berfoto di sisi timur situs Candi Buddha Kalibukbuk (Sumber: dokumen pribadi)
Candi induk
berbentuk segi delapan sisi-sisi bidang berukuran tidak sama. Sehingga, bangunan
ini tampak tidak simetris. Pada saat ditemukan hanya bagian kaki dan sebagian
badan candi, dibuat dengan susunan batu bata sebanyak 17 lapis.
Yang menarik dari
candi induk adalah keberadaan 4 buah stupa kecil yang berada di 4 penjuru mata
angin. Stupa kecil tersebut terletak di bagian atas bangunan candi induk. Dan,
seperti mengelilingi stupa induk.
Candi induk di situs Candi Buddha Kalibukbuk (Sumber: dokumen pribadi)
Candi Perwara juga disebut sebagai candi yang
berbentuk segi empat dan tidak terdapat ruang dan pintu masuk seperti pada candi
induk. Pada candi perwara di bagian barat daya terdapat sumuran
dengan kedalaman 60 cm, tempat ditemukan stupika sebanyak 100 buah.
Salah satu Candi Perwara di situs Candi Buddha Kalibukbuk (Sumber: dokumen pribadi)
Berdasarkan hasil
penelitian Balai Arkeologi Bali, selanjutnya dilakukan kegiatan pelestarian dan
konservasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali berupa pemugaran pada tahun
2002. Dan, selesai pada tahun 2009.
Pemugaran pada situs
Candi Buddha Kalibukbuk hanya dapat dilakukan pada bagian kaki saja, yaitu
sebanyak 17 lapis batu bata. Sedangkan, perkiraan bentuk bagian atasnya adalah
berdasarkan studi perbandingan stupa dan stupika yang ditemukan di Kabupaten
Gianyar dan motif stupa yang ditemukan di dalam candi.
Dengan keberadaan Candi
Buddha Kalibukbuk, maka memberikan pemahaman bahwa agama Buddha pernah ada di pulau
Dewata sejak dulu. Meskipun, agama Hindu mendominasi di pulau Seribu Pura ini.
Yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa bangunan Candi Buddha Kalibukbuk ditemukan di Bali
Utara? Apakah agama Buddha tersebut dibawa oleh para pedagang China jaman dulu.
Kita tahu bahwa agama Buddha menjadi agama yang dianut masyarakat China.
Karena, kepercayaan kepada Buddha Gautama.
Atau, mungkin agama
Buddha dibawa oleh para pendatang kerajaan dari Jawa. Kita tahu bahwa agama
Buddha mencapai masa kejayaannya saat Dinasti atau Wanga Syailendra. Di mana,
wangsa Syailendra adalah wangsa terkenal
yang menguasai Kerajaan Sriwijaya dan Jawa Kuno (Medang) sekitar abad ke-8.
Yang jelas, kita
mesti bangga bahwa Indonesia menunjukan jiwa Bhinneka Tunggal Ika sejak dulu.
Sekarang, kita meski menjaga keutuhan NKRI. Nah, jika anda ingin tahu lebih
lengkap tentang kondisi Candi Buddha Kalibukbuk. Anda bisa menonton video
perjalanan saya di Candi Buddha Kalibukbuk berikut ini.
Candi Buddha Kalibukbuk, satu-satunya candi beraliran
Buddha di Bali (Sumber: dokumen pribadi/Youtube)
Post a Comment for "Candi Buddha Kalibukbuk, Satu-satunya Candi Beraliran Buddha di Bali"