Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI HULU DEMI MENGGAPAI MINYAK 1 JUTA BOPD DAN GAS 12 BSCFD TAHUN 2030

 

Platform pengeboran gas offshore Buntal/5 oleh Medco E&P Natuna Ltd. (Sumber: SKK Migas)

 

            Energi menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Berbagai aktivitas manusia tidak bisa lepas dengan manfaat energi. Khususnya, energi migas (minyak dan gas bumi) masih dibutuhkan oleh manusia. Seperti pengadaan bahan bakar kendaraan bermotor, elpiji dan lain-lain.

            Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan energi migas semakin bertambah. Meskipun, pemerintah gencar untuk penciptaan EBT (Energi Baru Terbarukan). Namun, ketergantungan akan energi migas tidak bisa hilang begitu saja. Justru, kebutuhan akan energi migas tetap meningkat.

            Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), persentase penggunaan energi migas terus menurun dari 63% tahun 2018 menjadi 44% tahun 2050. Namun, pertumbuhan konsumsi energi yang terus meningkat menyebabkan volume kebutuhan energi migas makin meningkat.

            Cadangan migas nasional tahun 2018, minyak sebesar 2,5 BSTB (Billion Standard Tank Barrel/miliar standar barel tangki) dan gas sebesar 50 TSCF (Triliun Standard Cubic Feet/Triliun Standar Kaki Kubik). Sedangkan, kebutuhan energi nasional (di dalamnya berupa migas) pada tahun 2020 sebesar 287,1 MTOE (Million Tonnes of Oil Equivalent/Setara Juta Ton Minyak). Tahun 2030, kebutuhan energi diprediksi mencapai 500 MTOE.  Kemudian, tahun 2050 membutuhkan energi sebesar 1.012 MTOE.

            Total kebutuhan minyak saja, per harinya mencapai 1,4 juta barel. Dan, Pemerintah masih mengimpor 600 ribu barel untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Hal ini dilakukan karena selama dua dekade terakhir, Indonesia belum menemukan cadangan migas yang mencukupi.

            Produksi minyak nasional mengalami tren penurunan sejak tahun 1998. Sedangkan, produksi gas nasional mengalami hal serupa sejak tahun 2010. Meskipun, tahun 2013 pernah mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya (lihat grafik).

 

Produksi migas nasional tahun 1966-2019 (Sumber: SKK Migas)

 

            Untuk menciptakan ketahanan energi nasional, maka Pemerintah mempunyai rencana jangka panjang. Di mana, Indonesia harus mampu menggapai produksi minyak sebesar 1 juta BOPD (Barrel Oil Per Day/Barel Minyak Per Hari) dan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD (Barrel Standard Cubic Feet Per Day/Barel Standar Kaki Kubik Per Hari) tahun 2030. Investasi yang dikeluarkan di industri hulu migas untuk mencapai 1 juta BOPD dan 12 BSCFD sebesar USD187 miliar.

            Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) (Bisnis.com/31/12.2020), realisasi lifting minyak penghujung tahun 2020 sebesar 706.000 BOPD. Tercapai 100,2% melampaui target APBN Perubahan (APBN-P) yang ditetapkan sebesar 705.000 BOPD.  Sedangkan, lifting (salur) gas sebesar 5.461 BSCFD (98,3%), masih di bawah target APBN-P sebesar 5.556 BSCFD.

TANTANGAN DAN PELUANG

            Banyak tantangan terjadi pada industri hulu migas. Pertama, lokasi cekungan yang bergesar dari darat ke laut. Khususnya, laut dalam di kawasan timur Indonesia yang minim infrastruktur pendukung, masih menjadi tantangan besar.

            Kedua, kondisi global mempengaruhi industri hulu migas Indonesia. Seperti, 1) Tingkat pengendalian pandemi Covid-19. Pembiayaan global untuk investasi hulu migas masih terbatas dan kompetitif; 2) Fluktuasi harga minyak; 3) Tren investasi global, di mana semakin intensifnya ke EBT (Energi Baru Terbarukan); 4) Indeks daya saing industri hulu Indonesia relatif rendah; dan 5) Berbagai negara memberi fasilitas fiskal untuk industri migas yang lebih menarik.

            Ketiga, faktor birokrasi, yaitu: 1) Rumitnya perizinan; 2) Tumpang tindih (overlapping) antara peraturan pusat dan daerah; 3) Rezim fiskal; 4) Ketidaktersediaan data; 5) Hambatan di daerah operasi; 6) Kendala akuisisi lahan; 7) Proses monetisasi migas yang semakin lama; dan 8) Ketakutan mengambil keputusan (kriminalisasi kebijakan).

            Tantangan-tantangan tersebut menjadi hambatan proses industri migas. Oleh karena itu, para pelaku industri migas menginginkan harapan baik berupa: 1) Kepastian hukum; 2) Ketersediaan dan keterbukaan data; 3) Fleksibelitas sistem fiskal; 4) Sistem perpajakan bersaing 5) Insentif dan Penalty.

            Di balik tantangan besar, ada peluang yang menggiurkan.  Indonesia mempunyai 128 cekungan. Sudah berproduksi 20 cekungan, penemuan belum berproduksi 8 cekungan, indikasi hidrokarbon 16 cekungan, belum ada penemuan 14 cekungan dan belum dibor 70 cekungan. Berarti, masih ada 108 cekungan untuk menambah cadangan migas Indonesia. Cekungan tersebut mampu memproduksi 3,8 BBO (Billion Barel Oil/Miliar Barel Minyak) minyak dan 77 TCF (Triliun Cubic Feet/Triliun Kaki Kubik) gas. Mempunyai 185 WK (Wilayah Kerja) sebesar 750.000km2: 90 WK Produksi dan 95 WK Eksplorasi. 

            Sumber daya migas Indonesia menarik investasi atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk melakukan produksi. Salah satu misi SKK Migas yaitu melakukan sinergi dengan pemangku kepentingan dan KKKS untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas Indonesia. Dengan demikian, SKK Migas mempunyai tanggung jawab besar menambah KKKS untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri.

            SKK Migas membentuk Unit Percepatan Proyek untuk memberikan dampak signifikan bagi penerimaan negara. Per 31 Maret 2021, ada 4 proyek hulu migas sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan total investasi sebesar USD37,21 miliar. Dan, menambah produksi minyak dan kondensat sebesar 65.000 BOPD dan gas sebesar 3.484 BSCFD.

            Adapun, 4 PSN tersebut adalah: 1) Proyek Jambaran Tiung Biru di Bojonegoro, Jawa Timur oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC); 2) Proyek Indonesia Deep Water (IDD) di Selat Makassar, Kalimantan Timur oleh Chevron Makasar Limited (CML); 3) Proyek Abadi di Laut Arafura, Maluku oleh Inpex Masela, Ltd.; dan 4) Proyek Tangguh Train-3 di Bintuni, Papua Barat oleh BP Berau Ltd.

TATA KELOLA

            Langkah brilian SKK Migas untuk meningkatkan produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD tahun 2030 adalah menciptakan tata kelola organisasi menjadi lebih baik. Yaitu: 1) Mempertahankan status Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) atas Laporan keuangan SKK Migas tahun 2019; 2) Menyelesaikan 32 KKKS sebagai pilot project Subsurface Database Management System (SDMS) dari target sebanyak 15 Kontraktor KKS; 3) Proses persetujuan atas POD (Plan Of Development), AFE (Authorization For Expenditure) dan Pengadaan lebih optimal sesuai tata waktu yang ditetapkan dalam PTK (Pedoman Tata Kerja); dan 4) Efisiensi penyelesaian dokumen persetujuan untuk mendorong percepatan proyek hulu migas. Contoh, proses persetujuan POD yang membutuhkan waktu rerata 9 hari dari waktu 31 hari kerja.

            Tahun 2019, SKK Migas melakukan transformasi untuk meningkatkan kapabilitas organisasi dan SDM. Ada 5 langkah transformasi SKK Migas, yaitu: 1)  Clear Vision, meningkatkan capaian existing  tahun 2019 sebesar 746 ribu BOPD. Dan, peningkatan produksi gas 12 BSCFD; 2) Smart Organization, mengisi satuan kerja organisasi dengan SDM unggul dan kompeten demi pelayanan lebih baik; 3) One Door Service Policy (ODSP), layanan perizinan lebih cepat dalam 4 klaster perizinan dari berbagai unit dalam satu wadah ODSP; 4) Commercialization, aktif membantu KKKS, agar komersialisasi proyek lebih cepat; dan 5) Digitalization, mendigitalisasi semua proses dengan meluncurkan Integrated Operation Center (IOC) tahun 2019.

            Ada 5 modul dalam IOC, yaitu: 1) Dashboard Oil & Gas: Production, Lifting & Stock; 2) Plant Information Management System; 3) Realtime Drilling Operation; 4) Facility Maintenance & Project; dan 5) Vessel Tracking Information System.

 

Diagram Integrated Operation Center (IOC) (Sumber: SKK Migas)

 

            SKK Migas menyusun Rencana Strategis Industri Hulu Migas 2020-2030 yaitu Indonesia Oil and Gas (IOG) 4.0 tahun 2019. IOG 4.0 menjadi kerangka kerja dalam proses transformasi SKK Migas untuk menggapai produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD.

            Juga, SKK Migas telah menetapkan 4 strategi, yaitu: 1) Mempertahankan tingkat produksi existing, seperti: pemboran tahun 2021: 76/616 (12%) sumur pengembangan, 143/615 (23%) Work Over (pekerjaan ulang sumur yang ada) dan 5.478/25.431 (22%) Well Service (perawatan sumur); 2) Akselerasi transformasi sumber daya dan menjadi cadangan migas, seperti potensi persetujuan POD tahun 2021: 39 POD/OPL (Optimasi Pengembangan Lapangan) untuk menambah cadangan minyak 1,58 BBOE; 3) Mempercepat pelaksanaan Enhanced Oil Recovery (EOR) seperti proyek Field Trial EOR di Lapangan Tanjung Jatibarang dan Gemah; 4) Eksplorasi untuk penemuan besar, seperti  pemboran tahun 2021: 6/48 sumur eksplorasi (13%), Reprosesing data 2D seismik (WK Jambi Merang), dan lain-lain.

 

4 strategi SKK Migas untuk pencapaian produksi migas tahun 2030 (Sumber: SKK Migas)


            Keterlibatan Bank BUMN/BUMD di industri Hulu migas berkontribusi meningkatkan produksi migas. Keberadaan dana ASR yang disiapkan KKKS di Bank BUMN/BUMD saat pasca operasi sangat penting. Digunakan untuk kegiatan penutupan sumur secara permanen, penghentian pengoperasian dan menghilangkan kemampuan fasilitas produksi & fasilitas penunjang untuk dapat dioperasikan kembali. Akhir 2019, cadangan dana ASR di 3 Bank BUMN (BNI, Bank Mandiri dan BRI) mencapai USD1,42 miliar.  

            Kinerja SKK Migas sangat signifikan  untuk pencapaian produksi minyak 1 juta BOPD dan 12 BSCFD di tahun 2030. Menurut Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman menyatakan bahwa capain tahun 2020 adalah investasi hulu migas mencapai US$10,21 miliar. Serta, pengendalian cost recovery (pengembalian biaya operasi) sebesar US$ 8,12 miliar sesuai dengan target pemerintah.  Penerimaan negara dari migas mencapai US$8,4 miliar (141%) dari target sebesar US$5,86 miliar. 

            Juga, SKK Migas menyelesaikan 15 proyek onstream (135%) dari 11 proyek onstream yang ditargetkan. Berpotensi menambah produksi minyak sebesar 9.182 BOPD dan gas sebesar 111 MMSCFD. Dan, menuntaskan Heads of Agreement (HoA) transisi Blok Rokan dengan KKKS PT CPI (Chevron Pacific Indonesia) pada 28 September 2020.  Maka, pemboran bisa dilakukan untuk menjaga produksi Rokan sampai kontraknya habis.

            Terakhir, per 31 Maret 2021, investasi hulu migas sebesar  USD2,4 miliar (19,4%) dari USD12,38 miliar. Sedangkan, lifting migas setara 1.665,2 ribu BOEPD dengan rincian: minyak sebesar 676,2 ribu BOPD (96%) dari 705 ribu BOPD dan gas sebesar 5.539 ribu BSCFD (98,2%) dari 5.638 ribu BSCFD.  

            Melihat pencapaian SKK Migas kuartal I 2021, maka menggapai minyak 1 juta BOPD dan 12 BSCFD tahun 2030 diyakini bisa terbukti. Apalagi, SKK Migas telah melakukan tata kelola industri hulu migas lebih baik. Sehingga, investasi migas meningkat untuk menambah cadangan migas dalam negeri.

2 comments for "TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI HULU DEMI MENGGAPAI MINYAK 1 JUTA BOPD DAN GAS 12 BSCFD TAHUN 2030"

DWI RATNAWATI July 15, 2021 at 7:49 PM Delete Comment
Sudah saatnya bangsa Indonesia mempunyai cadangan migas yang cukup. Dan, mimpi menggapai 1 juta barel mampu diwujudkan. Semoga.
CASMUDI July 15, 2021 at 7:53 PM Delete Comment
Semoga bangsa Indonesia melalui SKK Migas mampu menggapai 1 juta barel.