Membangun Rasa Nasionalisme Dalam Balutan Infrastruktur Negeri (Bagian 1)
Membangun infrastruktur (Sumber:
shutterstock)
"Pembangunan
infrastruktur akan kita lanjutkan. Infrastruktur yang menghubungkan kawasan
produksi dengan kawasan distribusi"
Salah
satu kalimat dari pernyataan pidato Presiden RI Jokowi, yang disampaikan saat
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen,
Jakarta tanggal 20 Oktober 2019 lalu. Kalimat tersebut memberikan gambaran
kepada masyarakat Indonesia. Bahwa, pembangunan infrastruktur berkelanjutan
masih dilakukan saat pemerintahan Jokowi periode II. Pemerintahan Jokowi
melalui Kementerian PUPR RI benar-benar Sigap Membangun Negeri dengan
pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
Mengapa
pembangunan infrastruktur masih dilanjutkan pada periode II Pemerintahan
Jokowi? Pemerintahan Jokowi II menyadari bahwa infrastrutur utama yang telah
dibangun pada periode sebelumnya harus dilanjutkan. Seperti, jalan tol, kereta
api, pelabuhan, dan bandara. Kelanjutan pembangunan infrastruktur bertujuan
untuk menyambungkan infrastruktur-infrastruktur utama tersebut. Menyambungkan
dengan kawasan-kawasan produksi rakyat, industri kecil, Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dan pariwisata. Bahkan, infrastruktur tersebut bisa tersambung
dengan kawasan persawahan, perkebunan dan tambak-tambak perikanan.
Sesuai
dengan laporan Infrastruktur untuk Negeri Dari Kumpulan
Pidato Presiden RI 2014-2019 yang dilansir oleh Deputi Bidang Dukungan
Kerja Kabinet Sekretariat Kabinet RI Tahun 2019. Laporan tersebut menyatakan
bahwa arah kebijakan umum Pembangunan Nasional 2015-2019 Pemerintahan
Jokowi bidang infrastruktur adalah mempercepat pembangunan infrastruktur, untuk
pertumbuhan dan pemerataan. Bahkan, pembangunan infrastruktur menjadi satu dari
lima fokus yang akan dikerjakan Pemerintahan Jokowi periode II, kemudian fokus
lainnya pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Selama
bertahun-tahun, kita harus mengakui bahwa penyediaan infrastruktur di Indonesia
masih berjalan lambat. Salah faktor penyebabnya adalah mundurnya pengambilan
keputusan (Decision Making). Dikarenakan, adanya kendala di berbagai
tahapan proyek, dari penyiapan sampai implementasi. Dengan kata lain, masih lemahnya
koordinasi antar pemangku kepentingan.
Oleh
sebab itu, dalam Pemerintahan Jokowi melakukan terobosan dengan perbaikan
regulasi, fiskal dan kelembagaan. Di mana, alur kebijakan yang dianggap
bertele-tele dipangkas, karena bisa menghambat keluarnya sebuah keputusan.
Reformasi birokrasi dilakukan secara besar-besaran, dengan tujuan untuk
mempermudah pelayanan publik.
Menjalin Konektivitas
Di
era pemerintahan Jokowi, bangsa Indonesia bertekad untuk menjadi negara maju
pada tahun 2025 mendatang. Salah satu penunjangnya adalah Indonesia harus mampu
menciptakan pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen. Tentu, untuk mengakselerasi
nilai tambah perekonomian rakyat tersebut, terjadi karena terdongkraknya
lapangan kerja baru. Di mana, lapangan kerja baru bisa diciptakan dengan adanya
kemudahan konektivitas nasional. Maka, pembangunan infrastruktur adalah cara
terbaik untuk menciptakan konektivitas dari barat hingga timur Indonesia.
Perlu
diketahui bahwa pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas
nasional demi tercapainya keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan
infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman (air minum dan sanitasi) dan
infrastruktur kelistrikan. Pembangunan infrastruktur juga diarahkan agar
terjaminnya ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional.
Serta, mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan yang terintegrasi.
Dampak
terciptanya konektivitas nasional bukan hanya pergerakan ekonomi lebih efisien
dan berdaya saing. Namun, konektivitas nasional mampu menciptakan budaya baru
dan peradaban baru dalam hal transportasi. Karena, peradaban baru tersebut
belum ada sebelumnya dalam sejarah bangsa Indonesia. Lihatlah, infrastruktur
transportasi seperti LRT dan MRT. Mampu menciptakan peradaban baru manusia yang
lebih modern dan disiplin. Seperti, negara-negara maju di Asia dan Eropa.
Bahkan,
pembangunan konektivitas nasional pun mampu mempererat hubungan antar penganut
agama. Pemerintah melalui Kementerian PUPR RI tengah menyelesaikan pembangunan Terowongan
Silaturahmi, yang menyambungkan masjid kebanggaan umat Islam Indonesia
yaitu: Masjid Istiqlal dengan tempat ibadah kebanggaan umat Nasrani Gereja
Katedral. Pembangunan infrastruktur yang diharapkan menjadi ikon toleransi
antar umat beragama tersebut, ditargetkan akan rampung pada 17 Agustus 2021.
Menarik,
dengan adanya konektivitas nasinal, maka arus perpindahan orang maupun barang
semakin mudah. Biaya logistik nasional juga bisa lebih ditekan. Maka, pembangunan
infrastruktur menjadi kunci penting dalam mendorong transformasi ekonomi di
Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar
Pandjaitan di laman Kementerian Kominfo RI
menyatakan ketersediaan infrastruktur dapat mempengaruhi efisiensi biaya
logistik, yang dikeluarkan oleh para pelaku usaha menjadi berkurang signifikan.
Senada
apa yang diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, biaya logistik
Indonesia saat ini masih 23,5 persen dari PDB, tertinggi di antara
negara-negara Asia Tenggara. Itulah sebabnya, Pemerintah terus sigap membangun
untuk mempercepat ketersediaan infrastruktur konektivitas, agar bisa menurunkan
biaya logistik.
Produk-produk
lokal harus mempunyai daya saing (Competitiveness) dengan produk luar
negeri. Karena, biaya produksinya bisa lebih murah. Dalam hal ini, bangsa Indonesia
harus memperkuat daya saing, agar tidak tertinggal oleh negara-negara lain.
Maka, UMKM yang ada di Indoensia harus berkembang lebih baik lagi. Apalagi,
jika didukung dengan infrastruktur digital dan stabilitas harga yang makin
kuat. Maka, UMKM mampu memproduksi lebih banyak produk dan melakukan inovasi
secara berkelanjutan.
Pembangunan
infrastruktur yang diarahkan untuk meciptakan konektivitas nasional, hendaknya
mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, Pemerintah berharap
besar, agar titik-titik kegiatan ekonomi
yang ada di rest area sepanjang jalan tol harus dipenuhi dengan produk
lokal. Kuliner seperti sate, soto, tahu guling, gudeg dan lain-lain bisa
dijajakan di rest area tersebut. Tentu, kondisi tersebut membutuhkan
keterlibatan Pemerintah Daerah setempat dan BUMN untuk memberikan fasilitas
kepada pedagang lokal.
Harus
diakui bahwa pembangunan infrastruktur yang sangat mencolok di era pemerintahan
Jokowi, baik periode I dan II adalah infrastruktur jalan raya. Dan, pembangunan
jalan tol menjadi penting untuk mempercepat pergerakan lalu lintas orang dan
barang. Biaya logistik juga menjadi lebih murah. Kementerian PUPR RI menargetkan
427 km ruas tol baru akan tuntas dan dioperasikan pada akhir tahun 2021.
Target 427 Km ruas jalan tol baru yang harus dituntaskan Kementerian PUPR RI di tahun 2021 (Sumber: kemenpupr/IG)
Selama
Januari-April 2021, telah ada 7 tujuh ruas tol baru dengan total 54,69 km yang
selesai dibangun di era pemerintahan Jokowi. Yaitu: 1) Banda Aceh-Sigli seksi 3
16 Km; 2) Medan-Binjai seksi 1A 4,22 Km; 3) Bekasi-Cawang-Kampung Melayu seksi
1A 2,69 Km; 4) Serpong-Cinere seksi 1 6,5 Km; 5) Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran
14,2 Km; 6) Kayu Agung-Palembang-Betung seksi 1 tahap 1B 8,23 Km; dan 7) Bogor
Ring Road seksi 3A 2,85 Km. Dengan pencapaian tersebut, maka bangsa Indonesia
sejak era pemerintahan (Alm,) Presiden Soeharto hingga April 2021 pemerintahan
Presiden Jokowi telah memiliki jalan tol sepanjang 2.391 Km.
Sisanya
sepanjang 373 km yang ditargetkan tuntas akhir tahun 2021 terdiri dari 4 ruas
Trans Sumatera (172,9 km), 5 ruas di wilayah Jabodetabek (77,4 km), dan 5 ruas
tol non-trans (122,7 km). Dengan penjabaran sebagai berikut: 1) Jalan Tol Kuala
Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat seksi-Kuala Tanjung-Pematang Siantar 96,5 Km; 2)
Sigli- Banda Aceh seksi 2, 5 dan 6 18,8 Km; 3) Padang-Pekanbaru ruas
Pekanbaru-Bengkinang 40 Km; 4) Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu ruas Bengkulu-Taba
Penanjung 17,6 Km; 5) Tol Cibitung-Cilincing seksi 1-4 34,77 Km; 6)
Cimanggis-Cibitung seksi 2 Jatikarya-Cibitung 23 Km; 7) Bekasi-Cawang-Kampung
Melayu seksi 2A 4,9 Km; 8) 6 ruas tol DKI seksi A Kelapa Gading-Pulo Gebang 9,3
Km; dan 9) Serpong-Balaraja seksi 1A 5,5 Km.
Sedangkan,
untuk jalan tol non-trans adalah: 1) Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan seksi 1,2,3
dan 6 38,5 Km; 2) Ciawi-Sukabumi seksi 2 11,9 Km; 3) Serang-Panimbang seksi 1
26,5 Km; 4) Balikpapan-Samarinda seksi 1 dan 5 33,1 Km; dan 5) Manado-Bitung
seksi 2B Donowudu-Bitung 12,7 Km. Diprediksi, bangsa Indonesia akan memiliki
jalan tol sepanjang 2.764 Km pada akhir 2021
Bukan
hanya pembangunan infrastruktur jalan tol yang dikebut di era pemerintahan
Jokowi. Pemerintah juga membangun jalan yang sangat penting di timur Indonesia,
khususnya Papua. Melalui Perpres Nomor 17 tahun 2019 yang diterbitkan dalam
rangka percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pembangunan
infrastruktur jalan raya dan jembatan penghubung, seperti pembangunan Jalan
Trans Papua sepanjang 3.534 Km, jalan perbatasan Papua sepanjang 1.098 Km, dan jembatan
Youtefa sepanjang 1,3 Km. Pembangunan infrastruktur tersebut membuka
keterisolasian wilayah, meningkatkan akses dan konektivitas di Papua.
Pembangunan
infrastruktur, khususnya jalan raya menciptakan konektivitas nasional yang
makin mudah. Jalan raya tersebut akan terkoneksi langsung ke sentra-sentra
ekonomi, baik pabrik atau UMKM. Dampaknya, arus perpindahan orang dan barang
makin mudah dan biaya logistik pun makin murah. Dengan murahnya biaya produksi,
maka hal ini akan menciptakan daya saing produk bangsa Indonesia di pentas
global.
"Semua
infrastruktur perhubungan termasuk jembatan akan membuat pergerakan barang dan
pergerakan manusia menjadi cepat dan lebih lancar. Sehingga rakyat akan
mendapat harga-harga barang, harga jasa yang jauh lebih murah. Ujungnya
mempersatukan masyarakat karena ada interaksi dan komunikasi yang lancar antar
masyarakat kita”. (Presiden Jokowi).
Pemerataan Pembangunan
Kepala
Staf Kepresidenan Moeldoko (pikiran-rakyat.com) menyatakan pembangunan
infrastruktur merupakan salah satu visi pemerintahan Jokowi periode II. Serta,
melanjutkan pertumbuhan stok infrastruktur Indonesia terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) yang mengalami kenaikan sebanyak 8 persen, dibandingkan dengan
periode pemerintahan Jokowi I. Pada tahun 2015, stok infrastruktur
Indonesia sekitar 35 persen, maka pada 2019 persentasenya meningkat menjadi 43
persen. Masih jauh dari target stok infrastruktur global yang rerata
sebesar 70 persen.
Pada
tanggal 27 Oktober 2019 lalu, Presiden Jokowi mengunjungi Kabupaten Kaimana,
Papua Barat. Kunjungan kenegaraan tersebut menjadi komitmen kuat, bahwa
Pemerintahan Jokowi bertekad untuk menciptakan pemerataan pembangunan.
Khususnya, pembangunan infrastruktur di kawasan timur Indonesia seperti Papua. Juga,
pembangunan infrastruktur tidak didominasi Jawa Sentris. Di mana, pembangunan
infrstruktur yang menimbulkan ketimpangan (gap) yang jauh, tentu akan
menimbulkan kecemburuan sosial.
"Selama
pemerintahan saya yang pertama, saya sudah berkeliling ke pedalaman-pedalaman
khususnya di wilayah Indonesia bagian timur. Dari situlah dilihat ada
ketimpangan infrastruktur antara wilayah bagian barat, tengah dan timur yang
belum tersentuh oleh pembangunan” (Presiden RI Jokowi, Liputan6.com/28/10/2019).
Menurut
Presiden Jokowi, pembangunan infrastruktur diharapkan mampu memberikan manfaat
besar bagi masyarakat. Sebagai wujud dari pemerataan pembangunan dari barat
hingga timur Indonesia. Bukan itu saja, pembangunan infrastruktur yang memadai
mampu mempersatukan bangsa, membangun konektivitas, membangun hubungan antar
pulau, provinsi, kota dan kabupaten.
Kunjungan Presiden RI Jokowi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat (Sumber: Liputan6.com/27/10/2019).
Hal
penting yang terjadi dari pembangunan infrastruktur yang memadai adalah
tumbuhnya investasi dan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengungkapkan bahwa
pembangunan infrastruktur menjadi modal utama, agar orang asing bisa menanamkan
modalnya di Indonesia (www.bkpm.go.id).
Pertumbuhan
ekonomi yang merata akan menimbulkan terbukanya lapangan kerja. Baik saat
pembangunan maupun setelah pembangunan proyek. Juga, timbulnya ladang pekerjaan
baru di sekitar proyek, seperti warung makan, voucher HP dan lain-lain.
Dengan
mengusung pembangunan infrastruktur yang Indonesia Sentris, maka akan tercipta
pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Tingkat perekonomian, kemampuan Sumber
Daya Manusia (SDM) dan aspek lain, tidak menimbulkan ketimpangan yang tajam di
beberapa daerah di Indonesia.
Menarik,
pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) pun tidak luput dari perhatian pemerintahan Jokowi. Pemerintah
memfokuskan pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) secara besar-besaran,
tanpa meninggalkan pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan pada
pemerintahan Jokowi periode I. Dengan kata lain, pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM) tersebut tidak lepas dari pembangunan infrstruktur secara
fisik.
Oleh
sebab itu, salah satu hal yang dilakukan oleh Pemerintah adalah meningkatkan
kualitas pendidikan Indonesia. Di mana, reformasi pemerataan kualitas
pendidikan menjadi fondasi yang telah disusun selama 2014-2019. Juga,
menggalakan sinergitas program pelatihan kewirausahaan (entrepreneurship)
yang dimiliki masing-masing kementerian dan lembaga.
Pembangunan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut diharapkan menjadi Sumber Daya Manusia
(SDM) yang bekerja keras dan dinamis. Serta, mampu menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi. Tentu, keberadaan fasilitas pendidikan, seperti gedung sekolah
atau gedung pelatihan harus dalam kondisi baik. Kementerian PUPR RI terus
berkomitmen dalam mendukung peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
melalui pembangunan dan rehabilitasi fasilitas pendidikan. Salah satu prioritas
yang ditangani, yaitu fasilitas pendidikan di wilayah 3T (Terdepan, Terluar,
dan Tertinggal).
Rehabilitasi
fasilitas pendidikan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2019. Tahun 2022
mendatang bisa menangani rehabilitasi sebanyak 5.081 unit. Maka, Pemerintah
melakukan rehabilitasi beberapa fasilitas pendidikan yang ada di wilayah 3T Indonesia,
untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Adapun,
fasilitas pendidikan yang mengalami rehabilitasi, adalah: 1) MTsN Lebong,
Bengkulu; 2) SMAN 1 Pemenang, Lombok Utara, NTB; 3) SDN 1 Parang Batang,
Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah; 4) SDN 002 Malinau Selatan Hulu,
Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara; 5) SDN 3
Taman Sari, Kabupaten Lombok Barat, NTB; 6) SDN 042 Juata Laut, Kota
Tarakan, Kalimantan Utara; 7) UPT SDN 056 Balannalu, Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan; 8) SDK 015 Pebassian, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat; 9) SDN
Iyameli, Kabupaten Alor, NTT; dan 10) SDN Kubuliku Jaya Kabupaten Lampung Barat.
Meskipun,
mengalami rehabilitasi, tetapi fasilitas pendidikan tersebut tampak seperti
baru dibangun. Apalagi, warna cat yang melekat terlihat sangat mencolok. Tentu,
kondisi fasilitas pendidikan tersebut dibuat senyaman mungkin, untuk Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM). Dampaknya, bisa meningkatkan gairah anak sekolah, untuk
menimba ilmu lebih maksimal.
Selain
melakukan rehabilitasi fasilitas pendidikan di atas, Pemerintah juga membangun sebanyak 179 sekolah, 1 PTN, dan 8
sarana olahraga di Papua. Pembangunan infrastruktur fasilitas pendidikan
tersebut memberikan manfaat besar untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) di timur Indonesia. Hal ini menandakan adanya pemerataan
pembangunan dan menghilangkan kesenjangan dari barat hingga timur Indonesia.
Rehabilitasi Fasilitas Pendidikan di Wilayah 3T (Sumber: kemenpupr/IG)
Pemerintah
melalui Kementerian PUPR RI terus berkomitmen mewujudkan pembangunan
infrastruktur yang andal di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi angka kemiskinan, mengurangi indeks kemahalan dan pemerataan
pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia. Maka, meningkatkan pemerataan
pembangunan, yang dilakukan dengan
meningkatkan akses dan konektivitas di tanah Papua menjadi sebuah keharusan.
Fakta,
Pemerintah membangun infrastruktur berupa Jalan Trans Papua dan Jalan
Perbatasan di Papua. Bahkan, bukan hanya membangun infrastruktur Jalan Trans
Papua dan Jalan Perbatasan di Papua. Pemerintah juga telah menyelesaikan pembangunan
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota tahun 2020 yang terlihat mewah. Dan, PLBN
Yetetkun yang ditargetkan selesai awal tahun 2022.
Beberapa percepatan pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat untuk tercapainya pemerataan pembangunan (Sumber: kemenpupr/IG)
Selain
di Papua dan Papua Barat, pemerataan pembangunan infrastruktur juga dilakukan
di kawasan perbatasan Kalimantan Utara. Bahkan, pada tahun 2021 Kementerian
PUPR RI melalui Ditjen Bina Marga menganggarkan Rp819,9 miliar untuk
pembangunan jalan perbatasan di Kalimantan Utara (Kaltara). Pembangunan di
kawasan ini juga mampu membuka akses menuju daerah yang terisolasi.
Pembangunan
infrastruktur di kawasan yang berbatasan dengan negeri Jiran Malaysia
menghilangkan stigma negatif. Bahwa, pembangunan infrastruktur hanya
dilakukan di perkotaan, khususnya di Pulau Jawa. Negara harus hadir untuk
menghilangkan anggapan. Bahwa, pembangunan infrastruktur di perbatasan negera
selalu lambat dan kalah cepat dengan negara tetangga. Padahal, daerah
perbatasan akan menjadi pintu gerbang atau teras bangsa Indonesia, yang bisa
dilihat oleh bangsa lain. Itulah sebabnya, pemerataan pembangunan infrastruktur
di daerah perbatasan negera menjadi harga mati.
Pembangunan infrastruktur jalan di perbatasan Kalimantan Utara (Sumber kemenpuprIG)
Post a Comment for "Membangun Rasa Nasionalisme Dalam Balutan Infrastruktur Negeri (Bagian 1)"