Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENGELOLA LINGKUNGAN LEBIH HUMANIS DI BANJAR TEGEH SARI

 

Kantor Banjar Tegeh Sari Desa Pekraman Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar Bali (Sumber: dokumen pribadi)

 

 

“Masyarakat bisa mandiri untuk menciptakan ketahanan pangan dan bisa mengelola sampah dengan memilah sampah organik dan anorganik di rumah masing-masing” (Kaling Banjar Tegeh Sari Bapak I Nyoman Sudarma)

 

          Bersyukur, kondisi cuaca Kota Denpasar terlihat bersahabat pada hari Kamis, 7 Oktober 2021 kemarin. Meskipun, dua hari sebelumnya diguyur hujan, yang membuat udara Kota Denpasar terasa lembab. Saya meluncur ke sebuah Banjar di kawasan Kota Denpasar yang letaknya kurang lebih 7 km dari tempat tinggal saya. Banjar tersebut bernama BANJAR TEGEH SARI. Lokasinya berada di Desa Pekraman Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar, Bali.

          Banjar Tegeh Sari yang luasnya hampir 29 kali luas lapangan sepak bola tersebut, menarik hati saya untuk membuat liputan khusus. Bukan karena kondisi banjar yang mempunyai 1.309 KK (Kepala Keluarga) atau sekitar 5.223 jiwa. Tetapi, ada sebuah kearifan lokal berbasis Banjar yang berhubungan dengan lingkungan. Untuk mendapatkan informasi yang menarik tersebut, maka saya menemui 2 orang yang berkompeten. Saya bisa menyebutnya Pahlawan Lingkungan Banjar, yaitu: 1) Bapak Gede Mantrayasa; dan 2) Kepala Lingkungan (Kaling) Bapak I Nyoman Sudarma.

          Kedua orang tersebut benar-benar ramah dan bersahabat. Mereka mau berbagi tentang pengalaman uniknya. Bicara secara blak-blakan, cara membuat kondisi lingkungan Banjar Tegeh Sari yang lebih humanis (bersih dan sehat). Program Ketahanan Pangan dan Manejemen Sampah adalah 2 program andalan yang berhasil mereka eksekusi untuk warganya.  

 

Ketua Satgas Banjar Berseri Astra Bapak Gede Mantra Yasa dan Kaling (Kepala Lingkungan) Banjar Tegeh Sari Bapak I Nyoman Sudarma. Dua sosok yang berjasa dalam program ketahanan pangan dan manajemen sampah (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Bahkan, menurut Bapak Gede Mantrayasa selaku Ketua Satgas Banjar Tegeh Sari menyatakan bahwa Banjar Tegeh Sari bertekad untuk menghadirkan Green Space (kawasan hijau) di daerahnya. Gagasan berbasis lingkungan tersebut telah dirancang sejak beberapa tahun yang lalu. Dan, gagasan inilah yang menarik perhatian Astra Indonesia menjadi salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) 2021, yang mengembangkan 4 pilar, yaitu: 1) Kesehatan; 2) Pendidikan; 3) Lingkungan; dan 4) Kewirausahaan.  

 

MENCIPTAKAN KETAHANAN PANGAN

          Penting tentang teori Thomas Robert Malthus (1798) dalam bukunya yang berjudul “Essay Of The Principle of Population is Affect the Future Improvement of Society”. Teori tersebut menggambarkan bahwa pertambahan penduduk akan mengikuti deret ukur dan pertambahan bahan makanan mengikuti deret hitung. Dengan kata lain, pengelolaan pangan yang kurang maksimal bisa menyebabkan ketidaktersediaan pangan untuk masyarakat. Kita menyadari bahwa ada 3 hal penting yang selalu menjadi isu penting dalam sebuah negara, yaitu: 1) pangan; 2) militer; dan 3) senjata. Dan, isu panganlah yang selalu menarik perhatian dunia.

          Itulah sebabnya, masalah ketahanan pangan selalu menjadi topik utama bangsa Indonesia. Setiap pemerintah daerah hingga pemerintah terkecil desa seperti RT/RW atau Banjar menggalakkan program ketahanan pangan. Melihat hal tersebut, maka Banjar Tegeh Sari berkomitmen untuk menciptakan ketahanan pangan secara mandiri. Program ketahanan pangan tersebut dilakukan secara pelan, tapi pasti (slow but sure). Dan, Program Ketahanan Pangan pun dieksekusi sejak awal tahun 2020.

 

Pembibitan Variasi Sayuran

          Atas kolaborasi kinerja Bapak Gede Mantrayasa dan Kaling Bapak I Nyoman Sudarma, maka dibuatlah kebun (demplot) pembibitan sayuran. Sekarang ini, sudah ada 3 kebun pembibitan, yaitu 1) demplot Sari Dewi 2) demplot STT (Sekaa Teruna Teruni), dan 3) demplot Lansia. Di demplot Sari Dewi sendiri, telah dikembangkan berbagai macam bibit sayuran, seperti: 1) Cabe; 2) Pokcai; 3) Kailan; 4) Sawi; 5) Bayam; 6) Terong; 7) Seledri; dan lain-lain.

          Ada pepatah yang menyatakan bahwa Usaha Tidak Akan Mengkhianati Hasil. Kini, masyarakat Banjar Tegeh Sari menyadari tentang perlunya ketahanan pangan di wilayahnya. Mereka pun dengan senang hati bergotong-royong untuk menciptakan ketahanan pangan, dengan mengembangkan bibit berbagai jenis sayuran.

          Diakui oleh Bapak Made Dangin selaku penanggung jawab demplot Sari Dewi. Bahwa, bibit-bibit yang ada, banyak yang dipesan oleh masyarakat luar Banjar Tegeh Sari, seperti pembeli dari Canggu Badung Bali yang memesan 400 bibit terong. Juga, banyak kaum ekspatriat (bule) yang telah memesan bibit-bibit yang digalakkan oleh pihak banjar. 

 

Saya bersama Kaling Banjar Tegeh Sari Bapak I Nyoman Sudarma (tengah), Bapak Made Dangin (kiri) selaku penanggung jawab demplot Sari Dewi (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Sebelumnya, pupuk yang digunakan untuk pemeliharaan bibit diperoleh dari belanja pupuk yang dibuat pabrik. Selama 3 bulan, telah menghabiskan kurang lebih 4 ton pupuk buatan pabrik untuk menyuburkan bibit yang ada di 3 demplot. Tetapi, pihak Banjar Tegeh Sari merasakan kebutuhan dana yang cukup besar untuk belanja pupuk tersebut.

 

 

Pembibitan sayuran dengan pupuk buatan pabrik (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Dari kondisi dana untuk pembelian pupuk yang cukup besar, maka timbul ide besar untuk membuat pupuk organik (kompos) secara mandiri. Kompos tersebut dihasilkan dari pengolahan sampah organik. Diakui, pupuk organik tersebut lebih menyuburkan tanaman, dibandingkan dengan pupuk buatan pabrik.


Pupuk organik atau kompos produksi sendiri (Sumber: dokumen pribadi) 

 

          Menarik, kebutuhan pupuk organik sangat mencukupi. Bahkan, pihak banjar akan memperluas tempat pembuatan pupuk organik tersebut. Hal ini dilakukan agar ketersediaan pupuk organik selalu terjaga. Tentu, bukan hanya menghemat pengeluaran untuk tidak belanja pupuk buatan pabrik. Tetapi, agar sayuran bisa tumbuh lebih alami (organik) untuk konsumsi masyarakat.  

 

Pembibitan berbagai jenis sayuran dengan pupuk organik (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Di demplot kedua (demplot STT), tidak berbeda jauh dengan demplot Sari Dewi. Demplot yang berada kurang lebih 500 meter dari demplot Sari Dewi, menyiapkan tempat pembibitan berbagai macam sayuran. Ruangan (house) yang ada hampir sama dengan demplot Sari Dewi. Tetapi, yang membedakan di demplot STT adalah keberadaan kebun yang luasnya hampir seluas lapangan futsal. Di kebun tersebut, ditanam berbagai macam sayuran yang siap panen. Sayuran cabe, kacang panjang dan terong terlihat mendominasi di kebun ini.     

 

Pembibitan dengan pupuk organik di demplot kedua (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Sebagai informasi, hasil panen sayuran dari semua demplot yang ada, diperuntukan untuk kelangsungan operasional Program Ketahanan Pangan. Adapun, hasil dari pembibitan hingga penjualan bibit atau hasil panen, terbagi menjadi 4, yaitu: 1) 10% untuk pengelolaan kebun; 2) 10% untuk biaya transportasi; 3) 5% untuk Sales (pihak penjualan); dan 4) pengurus pembibitan. Selanjutnya, dari 75% kebutuhan pengurus tersebut, sebanyak 25% dialokasikan untuk pembibitan.    

 

Berdayakan Lahan Tidur

          Pengembangan ketahanan pangan Banjar Tegeh Sari, bukan hanya pembibitan sayuran di demplot Sari Dewi. Tetapi, pihak banjar telah mengeksekusi dengan baik untuk pemanfaatan lahan tidur. Hal yang pertama dilakukan adalah penanaman sayuran di bantaran sungai, yang berada tidak jauh dari demplot Sari Dewi. Bantaran sungai tersebut, sebelumnya merupakan tempat pembuangan sampah. Kini, beberapa bagian dari bantaran sungai tersebut, disulap menjadi kebun berbagai jenis sayuran, yang berdaya guna bagi masyarakat.

          Dampaknya, sungai terlihat lebih bersih. Dan, hanya sampah-sampah daun bambu yang jatuh di sepanjang bantaran sungai. Jika, sepanjang bantaran sungai, yang melintasi Banjar Tegeh Sari bisa dimanfaatkan secara maskimal, dengan penanaman berbagai sayuran. Maka, tidak menutup kemunginan, Banjar Tegeh Sari akan menjadi banjar dengan ketahanan pangan yang baik, khususnya ketersediaan sayuran. 

 

Penanaman berbagai sayuran di bantaran sungai (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Pemanfaatan lahan tidur makin menyebar luas ke gang-gang banjar. Saya melihat di kanan dan kiri gang rumah-rumah penduduk ditanami dengan berbagai sayuran organik. Warga banjar bebas memetik sayuran tersebut, sepanjang untuk dikonsumsi sendiri. Tidak untuk dijual ke orang lain. Sungguh, gang-gang Banjar Tegeh Sari terlihat lebih hijau. Tentu, bukan hanya mampu mencukupi pangan warga. Tetapi, berdampak langsung terhadap kondisi udara sekitarnya menjadi lebih bersih dan sehat.

 

Penanaman berbagai sayuran di kanan dan kiri gang banjar (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Tidak kalah penting di demplot kedua (demplot STT). Di mana, selain pembibitan, pihak banjar telah menanam berbagai macam sayuran. Beberapa sayuran dalam kondisi siap panen, seperti sayuran cabe hijau dan terong. Dengan penyemprotan organik menggunakan molase (pengganti pestisida), sayuran tersebut tumbuh lebih sehat. Saya pun mencoba menikmati kacang panjang yang dipetik langsung dari pohonnya. Sungguh, tidak merasakan dampak negatif bagi tubuh seperti pusing, gatal-gatal di mulut atau alergi.     

 

Penanaman berbagai sayuran di demplot kedua (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Bahkan, Kaling Bapak I Nyoman Sudarma mengajak saya untuk memanen sayuran unik yaitu Bayam Brasil. Bayam ini tumbuh subur di sekeliling kebun sayuran tersebut. Terlihat seperti bunga mangkok, ternyata Bayam Brasil ini sangat baik untuk lalapan. Bahkan, banyak warga yang memanfaatkan dengan mengolahnya menjadi keripik. Tentu, akan menambah variasi ketahanan pangan warga.  

 

Panen sayuran spesial yaitu Bayam Brasil (Sumber: dokumen pribadi)

 

Budi Daya Lele

          Program Ketahanan Pangan yang dilaksanakan oleh Banjar Tegeh Sari, bukan hanya pengembangan pangan hayati saja. Tetapi, pihak banjar juga mengembangkan ketahanan pangan hewani, yaitu: dengan pengembangan Budi Daya Ikan Lele.  Atas bantuan dari Kagama (Universitas Gajah Mada) Yogyakarta, maka budi daya 2 tabung kolam ikan lele dilakukan secara serius pihak banjar.

          Sedangkan, pasca panen ikan lele, pihak banjar telah menyiapkan teknologi mesin pencacah ikan lele. Di mana, mesin pencacah dan 2 tabung kolam ikan lele tersebut, berada dalam satu ruangan (house), di samping ruangan pembibitan sayuran. Unik, air dari kolam ikan lele tersebut digunakan untuk menyirami bibit sayuran.

 

Kaling Bapak I Nyoman Sudarma sedang menebar pakan lele (Sumber: dokumen pribadi)

 

Pertanian Mandiri

          Sebuah anugerah besar, ketika Banjar Tegeh Sari mempunyai sang pelopor lingkungan, seperti: Bapak Gede Mantrayasa dan Bapak I Nyoman Sudarma. Mengapa? Mereka bukan hanya penggagas program yang berbasis lingkungan. Tetapi, mereka adalah sosok Lead by Example (mengajar dengan contoh). Kata orang Jawa, mereka bukanlah sosok Jarkoni, yang gelem (mau) mengajari, tetapi gak mau ngelakoni (melakukan). Mereka adalah sosok pendorong masyarakat dengan contoh.

          Di rumahnya bapak Gede Mantrayasa, saya melihat halaman rumahnya dipenuhi dengan konsep hijau. Yaitu, sistem pertanian mandiri. Banyak pot-pot atau polybag tanaman yang menghiasi halaman rumahnya. Lagi, di rumah Bapak I Nyoman Sudarma juga dipenuhi dengan pot-pot sayuran, yang tumbuh dekat dengan tempat persembahyangan (merajan). Bayangkan, jika halaman anda dipenuhi dengan sayuran yang telah berbuah. Saya yakin, anda tidak perlu mengeluarkan dana untuk belanja sayuran di pasar atau mini market terdekat. Sebuah konsep pertanian mandiri yang menciptakan konsep ketahanan pangan dari keluarga.     

 

Pertanian mandiri untuk menciptakan ketahanan pangan yang berada di halaman rumah-rumah penduduk (Sumber: dokumen pribadi)

 

Penciptaan Eco Enzym

          Ketahanan pangan akan berdampak maksimal, jika diiringi dengan teknologi yang ramah lingkungan. Banjar Tegeh Sari telah mengembangkan pemanfaatan ECO ENZYM. Atas ilmu berharga dari Komunitas Eco Enzym Nusantara, maka Eco Enzym dikembangkan di masyarakat Banjar Tegeh Sari.

          Perlu diketahui bahwa Eco Enzym sangat ramah lingkungan. Adapun, manfaat dari Eco Enzym adalah: 1) menjernihkan air; 2) menambah kesuburan tanaman karena kandungan gizi tanaman; 3) pengganti semprotan disinfektan saat Pandemi Covid-19; dan 4) membuat kondisi udara lebih baik untuk kesehatan masyarakat. Untuk membuat Eco Enzym, maka anda bisa meraciknya sendiri. Eco Enzym ini merupakan campuran antara Gula, buah dan air dengan perbandingan 1, 3 dan 10.

  

Pengembangan Eco Enzym yang multi guna (Sumber: dokumen pribadi)

 

PENGELOLAAN SAMPAH

 

“Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, akan berpengaruh terhadap pariwisata. Perlu dukungan semua pihak”

 

          Pernyataan dari Gubernur Bali Wayan Koster saat menghadiri diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion atau FGD) tentang Penyusunan Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat di Kota Denpasar, yang dilansir oleh (Inews.com, 20/03/2021). Sejatinya, pengelolaan sampah berbasis masyarakat banjar telah diperkuat oleh: 1) Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; 2) Peraturan Walikota Denpasar Nomor 76 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Swakelola Pengelolaan Sampah; dan 3) Surat Edaran Walikota Denpasar Nomor 658/6766/DLHK Tanggal 10 Desember 2020.

          Sehubungan dengan peraturan-peraturan tersebut, maka masyarakat diharapkan mampu melakukan swakelola sampah di lingkungannya masing-masing. Tidak ketinggalan, Banjar Tegeh Sari telah melakukan swakelola sampah. Wilayah Banjar Tegeh Sari terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1) bagian barat; 2) bagian tengah; dan 3) bagian timur. Menurut Kepala Lingkungan (Kaling) Banjar Tegeh Sari Bapak I Nyoman Sudarma menyatakan bahwa setiap bagian banjar membutuhkan 2 unit truk untuk mengangkut sampah setiap harinya. Sedangkan, untuk memaksimalkan pengangkutan sampah hingga memasuki gang-gang kecil, pihak banjar telah mengoperasikan 3 moci (kendaraan pengangkut sampah).

          Kaling memberikan informasi tentang manajemen sampah di daerahnya. Di mana, masyarakat secara penuh (100%) sudah melakukan pengelolaan sampah secara mandiri (swakelola). Masyarakat banjar juga secara terus-menerus diberikan pemahaman atau edukasi untuk melakukan pemilahan sampah (organik dan anorganik).

 

Moci atau angkutan sampah sebagai upaya swakelola sampah warga (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Sasaran pemberian edukasi lingkungan juga menyasar kalangan remaja. Keterlibatan kalangan remaja tersebut dikelola dalam sebuah organisasi yang baik bernama Salam Natah Rare. Adapun, hal yang dilakukan terhadap kaum remaja adalah pemberian pemahaman tentang pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pihak PPLH (Petugas Penyuluh Lingkungan Hidup) secara menetap atau door to door. Tentu, informasi yang ditujukan untuk kalangan remaja tersebut, melibatkan sinergitas antara Desa Adat dan Desa Dinas.

 

Berdayakan Bank Sampah

          Demi mendapatkan nilai tambah, maka pengelolaan sampah dengan pemilahan sampah di Banjar Tegeh Sari dilakukan oleh Bank Sampah “Sari Dewi”, yang diketuai oleh Ibu Komang Ariani. Bank Sampah tersebut bermanfaat untuk masyarakat banjar. Bukan hanya menambah penghasilan tambahan. Tetapi, masyarakat diberikan edukasi tentang pemilahan sampah organik dan anorganik.

 

          Pihak Bank Sampah selalu bersemangat melakukan mentoring (pendampingan) kepada ibu-ibu, yang berada di setiap gang banjar. Bahkan, pihak Bank Sampah juga memberikan pendampingan tentang pembuatan Eco Enzym dan Molase (untuk penyemprotan tanaman pengganti pestisida). Bukan hanya itu, Bank Sampah juga membudidayakan magot untuk mempercepat pembusukan sampah. Dan, pembusukan sampah tersebut akan menghasilkan kompos organik bagi tanaman.

 

Kaling  Bapak I Nyoman Sudarma (kiri) dan Ketua Bank Sampah Ibu Sari Dewi Komang Ariani (tengah) menunjukan molase dan budidaya magot untuk proses penguraian sampah (Sumber: dokumen pribadi)

 

Pengembangan Tong Komposter

          Berkunjung ke rumah tinggal Kaling Bapak I Nyoman Sudarma, serasa melihat langsung praktek untuk mengelola lingkungan yang lebih humanis. Di rumah yang terasa asri dan adem tersebut, telah dijamu dengan bukti pengelolaan sampah, dengan praktek pemilahan sampah organik dan anorganik. Menurut Kaling, besaran masyarakat Banjar Tegeh Sari yang telah melakukan aksi pemilahan sampah berkisar pada angka 50%. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dibuka atau tutup selama musim Pandemi Covid-19.   

 

Pemilahan sampah organik dan anorganik secara swadaya warga banjar (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Saya juga ditunjukan, bagaimana Kaling memanfaatkan halaman rumahnya dengan menerapkan Tong Komposter. Tong Komposter tersebut terbuat dari beton yang ditanam dalam tanah. Ada 2 Tong Komposter besar yang mempunyai diameter kurang lebih 80 cm, dan kedalaman 2,5 meter. Tong Komposter besar tersebut dibuat untuk menyimpan sampah-sampah organik, yang selanjutnya akan menjadi kompos organik.

          Selain Tong Komposter besar, halaman Kaling juga terdapat 6 Tong Komposter kecil dengan diameter 20 cm, dan kedalaman 1 meter. Salah satu Tong Komposter kecil tersebut berada di lingkungan tempat persembahyangan agama Hindu (merajan). Keberadaan Tong Komposter kecil tersebut untuk menyimpan sampah-sampah sarana persembahyangan, yang mayoritas organik (dedaunan dan bunga). Saya melihat langsung, bagaimana sampah organik dimanfaatkan langsung ke dalam Tong Komposter, agar bisa menjadi kompos organik.   

 

Pembuatan Tong Komposter dan biopori di rumah Kaling Bapak I Nyoman Sudarma (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Kaling Bapak I Nyoman Sudarma mengakui bahwa kurang lebih 25% masyarakat Banjar Tegeh Sari telah melakukan progam Tong Komposter di rumahnya masing-masing. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dibutuhkan edukasi secara intensif. Tetapi, dengan bukti nyata tersebut, warga Banjar Tegeh Sari akan merasakan manfaat lingkungan yang lebih humanis.  

 

Pemanfaatan Magot

          Ternyata, bukan hanya pertanian mandiri dan pembuatan Tong Komposter. Di rumah Kaling Bapak I Nyoman Sudarma juga telah dikembangbiakan magot. Budi daya magot tersebut sangat baik untuk membuat kompos organik lebih cepat. Budi daya magot secara kecil-kecilan dengan menggunakan ember kecil dan kotak buah-buahan tersebut, sangat berharga untuk membuat kompos organik di lingkungan keluarga.

 

“Baru tahap kecil-kecilan budi daya magotnya mas”

 

          Bagi saya, bukan masalah kecilnya, tetapi eksekusi yang dilakukan Kaling Bapak I Nyoman Sudarma tersebut sungguh berharga. Bukan hanya memberi contoh buat warga Banjar Tegeh Sari. Tetapi, beliau telah menciptakan kondisi lingkungan keluarganya lebih humanis. Manajemen sampah dan pertanian mandiri adalah sebuah aksi yang harus terus digerakan buat orang lain. Agar, kondisi lingkungan masyarakat lebih bersih dan sehat. Kondisi tersebut juga menjadi bentuk kewirausahaan mandiri dalam lingkungan keluarga. Perlu diingat bahwa semua gerakan kebaikan secara massal berawal dari sebuah tindakan  yang berasal dari lingkungan yang paling kecil bernama keluarga.  

 

Budidaya magot yang dikelola secara pribadi Kaling Bapak I Nyoman Sudarma (Sumber: dokumen pribadi)

 

KESEHATAN BALITA DAN LANSIA

          Seperti telah dibahas sebelumnya, Banjar Tegeh Sari juga mempunyai demplot Lansia. Demplot Lansia tergolong unik. Karena, di demplot tersebut hanya untuk menanam berbagai sayuran dan jenis bunga. Dengan tujuan untuk mengaktifkan para lansia agar tetap aktif di masa tuanya. Karena memiliki halaman hampir dua kali luas lapangan futsal, maka demplot Lansia juga digunakan sebagai tempat senam jantung agar lansia tetap sehat.

          Bikin saya kaget, ternyata demplot Lansia pernah menjadi tujuan wisata program We Love Bali Kota Denpasar. Di mana, program We Love Bali adalah program untuk membangkitkan kembali aktifitas pariwisata seluruh Bali. Kebetulan saya sendiri adalah alumni We Love Bali yang melakukan awareness (kesadaran) pariwisata di pulau Nusa Penida, bulan Oktober 2020 lalu. We Love Bali tersebut digagas oleh Kementerian Pariwisata RI dan Pemerintah Provinsi Bali.  

 

Tempat untuk pemberdayaan para lansia (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Hal menarik lain dari Banjar Tegeh Sari yang tidak boleh dilewatkan adalah aktifitas Posyandu di masa Pandemi Covid-19. Posyandu yang diketuai oleh istri Kaling Banjar Tegeh Sari Ibu I Nyoman Sudarma tersebut, tetap melakukan tugasnya sebagai pelayan kesehatan masyarakat, khususnya balita. Perlu diketahui bahwa Posyandu Banjar Tegeh Sari ini pernah menjadi 10 besar Posyandu terbaik nasional. Selama pandemi, pihak Posyandu tetap melakukan kinerjanya secara door to door (dari pintu ke pintu) tatap muka dengan jadwal tertentu dan protokol kesehatan (prokes). 

        Terakhir, pihak Banjar Tegeh Sari juga secara berkala (3 bulan sekali) mengadakan acara Donor Darah sukarela. Menarik, setiap pendonor darah bukan hanya mendapatkan vitamin atau obat tambah darah selesai melakukan donor darah. Tetapi, pihak banjar memberikan kenang-kenangan (oleh-oleh) berupa Eco Enzym, yang sangat berguna bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya. Sebuah aksi kesehatan yang selalu diselingi dengan kepedulian terhadap lingkungan. Dan, Banjar Tegeh Sari telah memberikan bukti nyata, bahwa lingkungan yang humanis (bersih dan sehat) adalah kebutuhan mutlak setiap warga.  

        Langkah baik Banjar Tegeh Sari yang mengelola lingkungan lebih humanis membuat senyum Indonesia ...          

2 comments for "MENGELOLA LINGKUNGAN LEBIH HUMANIS DI BANJAR TEGEH SARI"

DWI RATNAWATI October 8, 2021 at 3:06 PM Delete Comment
Wow, sepertinya Banjar Tegeh Sari ini bisa menjadi inspirasi buat banjar lainnya di Bali.
CASMUDI October 8, 2021 at 4:49 PM Delete Comment
Benar banget. Bisa jadi inspirasi buat banjar lain di Bali, serta desa lainnya di Indonesia.