Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemahaman Orang Tua untuk Membedakan Antara Gejala Alergi Saluran Cerna dan Gangguan Saluran Cerna Fungsional Demi Tumbuh Kembang Anak

 

Webinar Bicara Gizi tentang perbedaan Gejala Alergi Saluran Cerna dan Gangguan Saluran Cerna Fungsional (Sumber: Shutterstock)

 

          Tumbuh Kembang Optimal anak adalah dambaan setiap orang tua. Apalagi, anak bisa melewati periode awal kehidupannya, yang lebih dikenal dengan sebutan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). Faktanya, periode awal kehidupan anak tidak berjalan lancar bak mainan seluncur di kolam renang. Tetapi, banyak hambatan kehidupan yang harus diperhatikan orang tua.

          Salah satu kondisi yang harus diperhatikan orang tua adalah kondisi saluran cerna anak. Masalahnya, banyak orang tua yang belum memahami tentang diferensiasi FGID dan Gejala Alergi di Saluran Cerna. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang tua, khususnya ibu gagap dalam menangani masalah kondisi saluran cerna anaknya. 

          Melihat kondisi banyaknya orang tua, khususnya kaum ibu yang belum paham dalam membedakan gejala dua kondisi di atas. Maka, Danone Indonesia mengadakan webinar Bicara Gizi yang mengusung tema “Gejala Alergi Saluran Cerna VS Gangguan Saluran Cerna Fungsional: Cara membedakannya” yang diadakan pada tanggal 13 Oktober 2021 pukul 13.00-15.00 WIB.

          Ada 4 narasumber yang hadir dalam webinar, yang diselenggarakan melalui aplikasi Zoom dan Youtube Live di channel Nutrisi Untuk Bangsa  tersebut, yaitu:

1.     Bapak Arif Mujahidin, selaku CorporateCommunication Director Danone Indonesia. 

2.     Ibu dr. Frieda Handayani, Sp.A(K), selaku Dokter Spesialis Anak Konsultan Gastrohepatologi.

3.     Ibu Binar Tika, selaku Moms Influencer.

4.     Ibu Shiera Maulidya, selaku Gut and Allergy Manager Danone Indonesia.

 

4 narasumber yang hadir dalam webinar Bicara Gizi (Sumber: Danone Indonesia)

 

Bapak Arif Mujahidin

          Seperti acara webinar-webinar lainnya, Bapak Arif Mujahidin sebagai wakil dari panitia penyelenggara Danone Indonesia, mengucapkan terima kasih kepada para pembicara yang hadir dalam acara online tersebut. Beliau juga menekankan perlunya pemahaman orang tua untuk membedakan antara Gejala Alergi Saluran Cerna vs Gangguan Saluran Cerna Fungsional.   

 

Bapak Arif Mujahidin (Sumber: Danone Indonesia)

 

Ibu dr. Frieda Handayani, Sp.A(K)

          Presentasi dari Ibu dr. Frieda Handayani, Sp.A(K) merupakan presentasi inti. Di mana, pemaparan tersebut menjelaskan secara detail tentang Gangguan Saluran Cerna Manifestas (FGID) dari Alergi Makanan. Pemaparan yang sangat dibutuhkan orang tua, yang sedang atau ingin memiliki bayi. Agar, orang tua mampu melewati periode emas anaknya, dan tumbuh kembang dengan baik menjadi Anak Hebat di masa depan.  

 

Ibu dr. Frieda Handayani, Sp.A(K) (Sumber: Danone Indonesia)

 

          Perlu dipahami bahwa dua tahun pertama kehidupan anak merupakan masa emas. Namun, periode emas tersebut bisa terganggu, jika ada masalah di saluran cerna. Masa emas anak bisa dikatakan terjaga, jika anak mengalami manfaat optimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik (berat dan tinggi badan), perkembangan kognitif (bahasa, atensi, IQ), serta perkembangan emosi dan sosial (mengontrol emosi, adaptasi perilaku dan interaksi sosial). Sedangkan, masa emas anak kurang terjaga, jika anak sering mengalami infeksi, sehingga akan kehilangan kesempatan memanfaatkan masa emas tersebut. Tentu, orang tua perlu menghindari kondisi tersebut.

          Dengan kata lain, dua tahun kehidupan anak merupakan periode yang sangat rentan. Mengapa? Pada periode tersebut, anak telah terpapar oleh ribuan bakteri dan zat asing lainnya. Padahal, sistem organ tubuh belum berkembang atau berfungsi optimal. Kondisi inilah yang menyebabkan anak mudah mengalami gangguan fungsional dan mudah sakit. 

          Perlu diketahui bahwa bayi rentan mengalami gangguan di saluran cerna, karena saluran cerna bayi masih sangat mudah diserang zat asing.  Pada gambar dibawah ini, menunjukan kondisi Mukosa (selaput lendir) pada 2 tahun periode yang rentan, masih dalam kondisi putus-putus (terbuka). Zat asing bisa dengan mudah memasuki saluran cerna. Sedangkan, pada anak yang sudah berumur 2 tahun, kondisi Mukosa sudah dalam kondisi rapat. Jadi, aman dari masuknya zat asing ke saluran cerna.

   

Perbedaan kondisi saluran cerna pada bayi sesudah dan sebelum usia 2 tahun (Sumber: Danone Indonesia)

 

          Lantas, gangguan apa sih yang terjadi pada saluran cerna bayi atau anak? Ada dua jenis gangguan yang umum terjadi, yaitu:

1.     Gangguan saluran cerna fungsional atau Functional Gastrointestinal Disorder (FGID)

2.     Alergi Susu Sapi (ASS) atau Cow’s Milk Protein Allergy (CMPA).

 

GANGGUAN SALURAN CERNA FUNGSIONAL

          Functional Gastrointestinal Disorder (FGID) merupakan gejala saluran cerna kronis (terjadi jangka panjang) maupun rekuren (terjadi berulang) yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya baik secara struktur maupun biokimia. Jenis FGID paling umum adalah: 1) Kolik (sakit perut yang hebat); 2) Gumoh (regurgitasi), terjadi pada bayi berumur 6 bulan; dan 3) Konstipasi (sembelit).

 

Gejala gangguan saluran cerna (FGID) yang umum terjadi pada bayi/anak (Sumber: dokumen pribadi)

 

          Menarik, kasus FGID cukup besar terjadi pada bayi atau anak, terutama di awal kehidupan. Adapun, prevalensinya adalah: 1) Gumoh (regurgitasi): 30%; 2) Kolik: 20%; 3) Konstipasi fungsional: 15%; dan 4) Diare fungsional dan diskesia: <10%.

          Faktor penyebab gangguan saluran cerna fungsional umumnya disebabkan oleh berbagai hal kompleks yang saling berinteraksi, yaitu:

1.     Faktor Biologis, seperti: kondisi tubuh bayi.

2.     Psikososial, seperti: hubungan orang tua di rumah dalam kondisi harmonis atau tidak.

3.     Lingkungan maupun budaya, seperti: proses pemberian MPASI anak.

Sebagai informasi, gangguan saluran cerna fungsional akan berdampak pada kondisi berat dan tinggi badan. Itulah sebabnya, gejala gangguan saluran cerna fungsional menjadi manifestasi gejala alergi. Maka, gangguan saluran cerna fungsional harus segera diatasi.

          Kasus Kolik infantile terjadi pada bayi dengan perilaku bayi berupa menangis, tidak tenang, dan rewel secara berulang dan dalam waktu lama, yang dilaporkan oleh orang tua, pengasuh tanpa alasan yang jelas atau tidak bisa dicegah. Kolik pada gangguan saluran cerna fungsional tidak mengganggu tumbuh kembang anak, atau tumbuh kembang anak masih on target.

          Kasus Gumoh (regurgitasi) terjadi pada bayi dengan perilaku dikeluarkannya isi refluks dari kerongkongan ke dalam rongga mulut. Dan, kemudian dikeluarkan dari rongga mulut. Ingat, Gumoh berbeda dengan muntah. Gumoh tidak berbahaya, terjadi karena fungsi motilitas saluran cerna bayi belum berkembang dengan sempurna. Gumoh akan berkurang pada bayi usia 4-6 bulan. Selanjutnya, Gumoh akan hilang sama sekali pada usia 9-11 bulan.

          Kasus Konstipasi (sembelit) terjadi, karena adanya kesulitan atau jarang buang air besar yang terjadi, setidaknya selama 2 minggu. Konstipasi diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1) Konstipasi fungsional: yang sebagian dialami anak (belum tentu bahaya); dan 2) Konstipasi akibat kelainan organ: konstipasi yang disebabkan oleh gangguan organ (berbahaya).

          Sedangkan, Konstipasi karena gangguan saluran cerna menurut jenisnya terbagi dalam 2, yaitu: 1) Konstipasi akut, yang terjadi pada bayi usia kurang 3 bulan; dan 2) Konstipasi kronis, yang terjadi pada bayi usia lebih 3 bulan.

          Apapun jenisnya, Konstipasi memberikan dampak pada kondisi bayi atau anak, seperti: 1) Penumpukan feses pada usus yang berakibat susah Buang Air Besar (BAB); 2) Mempengaruhi nafsu makan anak; dan 3) Mood anak yang tidak baik (sering marah-marah) yang akan berpengaruh pada psikologi orang tua, khususnya ibu.

          Tindakan yang bisa dilakukan orang tua, khsusnya ibu untuk mengatasi Konstipasi, seperti: 1) ibu minum lebih banyak air putih; dan 2) Bayi bisa diberi jus buah (dengan catatan, untuk kelancaran saluran cerna bayi berdasarkan konsultasi dari dokter anak).

          Konstipasi cukup sering terjadi: sekitar 5-30% keluhan anak yang menyebabkan orang tua membawa anaknya berobat ke dokter. Perilaku Konstipasi yang ditunjukan pada bayi, seperti: muka merah, kesakitan dan sulit mengeluarkan feses. Konstipasi terjadi pada bayi usia 6 bulan hingga usia 10 tahun.

          Konstipasi kronis bertahun-tahun yang tidak tertangani bisa menyebabkan radang usus buntu. Maka, hal terbaik yang harus dilakukan orang tua untuk mencegah terjadinya Konstipasi adalah pemberian ASI eksklusif.

          Dampak, jika gangguan saluran cerna pada bayi atau anak yang tidak tertangani dengan baik oleh orang tua, adalah: 1) Orang tua tentu kuatir jika anaknya tidak sehat; dan 2) Orang tua bisa mengalami rasa bersalah, frustasi, stres, kecemasan, bahkan bisa depresi.

          Oleh sebab itu, segerakan konsultasi dengan dokter, jika: 1) gejala berlanjut terus; dan 2) ada red flags (tanda bahaya). Adapun, contoh dari red flags tersebut adalah: 1) gangguan pertumbuhan (berat badan, tinggi badan tidak sesuai); 2) muntah darah; 3) masalah makan; 4) gangguan pada organ; dan 5) dan lain-lain, tergantung pada jenis penyakitnya. 

 

ALERGI SALURAN CERNA

          Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh suatu mekanisme  imunitas tertentu. Penyebab alergi (disebut alergen) bisa berbagai hal. Anda bisa melihat gambar di bawah ini.

 

Beberapa jenis alergen (Sumber: Danone Indonesia)

 

          Perlu diketahui bahwa sebanyak 60% bayi akan mengalami alergi. Setelah alergi telur, Alergi Susu Sapi (ASS) adalah alergi yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Alergi pada susu sapi sudah terjadi pada bulan pertama kehidupan bayi. Terjadinya alergi bisa dipengaruhi dari bapak, ibu atau kakak yang mempunyai alergi.

          Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat angka kejadian Alergi Susu Sapi (ASS) sebanyak 2-7,5% merupakan kasus tertinggi terjadi pada usia awal kehidupan. Dan, gejala alergi susu sapi bisa terjadi di mana saja dengan persentase sebagai berikut: 1) Kulit (50-70%); 2) Saluran nafas (20-30%); 3) Sistemik (1-9%) gejala parah; dan 4) Saluran cerna (50-60%). Uniknya, biasanya anak mengalami gejala ringan-sedang (tidak hanya di 1 lokasi)

 

Tempat munculnya alergi susu sapi (Sumber: Danone Indonesia)

 

          Perlu diketahui, gejala alergi susu sapi ringan-sedang sering muncul di saluran cerna (mencapai 50-60%), seperti: 1) Kolik; 2) Gumoh; 3) Konstipasi; 4) Muntah; 5) Mual; dan 6) Diare. Dan, gejala tersebut bisa muncul dengan CEPAT (muncul <2jam setelah minum susu sapi atau LAMBAT (muncul >2-72 jam setelah minum susu sapi).

          Kondisi Gumoh dan Konstipasi pada Alergi Saluran Cerna bisa menyebabkan: 1)  anak kekurangan nutrisi; 2) anak suka uring-uringan; 3) kembung; dan 4) Muntahnya sampai berwarna hijau. Konstipasi pada Alergi Saluran Cerna karena Alergi Susu Sapi akan tetap berlangsung, selama protein susu sapi tidak dihilangkan. Maka, hal yang bisa dilakukan ibu adalah diet susu sapi dengan eliminasi dan provokasi. Selama 2-4 minggu, ibu tidak mengkonsumsi protein susu sapi. Sebagai gantinya, ibu bisa menggantikan susu sapi dengan Susu Formula Soya sebagai Sumber Nutrisi Alternatif. 

          Bagaimana  dengan gejala alergi susu sapi berat? Gejala alergi susu sapi berat yang terjadi pada bayi atau anak. Di mana, hingga terjadinya anemia, BAB berdarah dan kebocoran protein pada usus. Maka, bisa berakibat gejala terjadinya stunting. Tetapi, persentase kasus tersebut hanya sekitar 1-2%.

          Cara untuk mengatasi anak yang mengalami alergi bisa dilakukan dengan pemenuhan Nutrisi Seimbang seperti Kalsium, Vitamin B3 dan Fosfor yang diatur dalam makanan, sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Namun, nutrisi yang baik tetaplah pemenuhan ASI eksklusif sang ibu.

          Persentase alergi susu sapi terjadi pada anak: 1) 50% alergi akan selesai pada usia 1 tahun; 2) 60-70% alergi akan mengalami perbaikan pada usia 2 tahun; 3) 90% alergi akan mengalami perbaikan pada usia 3 tahun; dan 4) 5-10% alergi akan berlanjut sampai dewasa, yang berdampak pada gangguan pernafasan (asma) dan pilek.

          Hal menarik antara alergi susu sapi dan gangguan saluran cerna mempunyai hubungan erat. Anak dengan alergi susu sapi sering mengalami lebih dari satu gejala, seperti: di kulit (kemerahan, pembengkakan di mata/bibir), di saluran nafas (batuk, bersin, hidung berair), di saluran cerna (gumoh, muntah, diare, konstipasi, anemia, darah pada feses) dan umum (kolik).

          Gejala alergi saluran cerna mirip dengan gejala gangguan saluran cerna fungsional. Dengan kata lain, gejala gangguan saluran cerna dapat merupakan manifestasi alergi. Cara membedakannya adalah: 1) Harus memperhatikan gejala-gejala yang ada; 2) Dikonsultasikan ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat; dan 3) Sebab gejala FGID dan alergi bisa mirip. 

          Jika, gangguan saluran cerna dan/atau alergi tidak tertangani dengan baik akan memberikan dampak terhadap anak, yaitu:

1.     Dapat memberikan dampak kurang baik kepada kesehatan anak di masa datang, bila tidak ditangani dengan tepat.

2.     Dapat mengganggu kualitas hidup seorang anak dan mengganggu proses tumbuh kembangnya.

3.     Promotif dan preventif, menjadi hal yang sangat penting, apalagi bila dilaksanakan sejak dini.  

          Persentase penderita alergi saluran cerna dan gangguan saluran cerna fungsional:

1.     2-7,5%  è penderita alergi saluran cerna.

2.     50-60% èpenderita gangguan saluran cerna fungsional.

 

Dampak yang terjadi, jika gangguan saluran cerna dan/atau alergi saluran cerna tidak bisa tertangani dengan baik (Sumber: dokumen pribadi)

 

Ibu Binar Tika

          Webinar juga menampilkan Ibu Binar Tika (Moms Influencer) yang mempunyai bayi yang didiagnosis oleh dokter anak menderita alergi susu sapi. Kejadian berawal dari perilaku bayi yang mengalami konstipasi (sembelit). Menurutnya, hal ini ditunjukan dengan tanda-tanda: 1) Anak yang suka rewel; 2) Kejadian konstipasi yang selalu berulang; dan 3) Kejadian konstipasi yang lama.

          Ibu Binar Tika mengetahui anaknya mengalami konstipasi, saat diberi makanan yang berbahan protein sapi. Maka, selanjutnya ia konsultasi kepada dokter anak. Dengan adanya konstipasi yang dialami anaknya menjadi pelajaran berharga dalam menjaga tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, Ibu Binar Tika berharap adanya edukasi bagi para ibu, agar bisa membedakan antara gangguan saluran cerna fungsional dan alergi saluran cerna.

 

Ibu Binar Tika (Sumber: Danone Indonesia)

 

          Dari pembahasan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa gejala gangguan saluran cerna fungsional (FGID) dan alergi banyak ditemukan pada anak usia dini. Tetapi, gejala FGID dan alergi mirip. Sehingga, orang tua mengalami kesulitan untuk membedakannya.

          Tetapi, yang perlu diingat adalah gejala FGID dan alergi harus segera ditangani. Dengan tujuan untuk menjaga kualitas hidup dan mendukung tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu memahami gejala FGID dan alergi di saluran cerna agar mampu membedakannya. 

 

Ibu Sheira Maulidya

          Presentasi terakhir dalam webinar dipaparkan oleh Ibu Sheira Maulidya, yang membahas tentang Allergy Tummy Checker (ATC). Danone Specialized Nutrition selalu berkomitmen untuk membantu masyarakat dalam hal nutrisi. Oleh sebab itu,  Piranti digital Allergy Tummy Checker (ATC) yang bersifat gratis ini, bisa menjadi alat deteksi dini gejala alergi dan menentukan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan anak. Tentu, ATC tersebut sudah diakui pihak kedokteran. Oleh sebab itu, hasil dari ATC bisa menjadi rekomendasi positif ke dokter anak.

          Mengapa alergi pada anak harus dicek sejak dini? Ada 3 alasan yang penting yaitu: 

1.     Diagnosa gejala alergi dan kondisi pencernaan beserta rekomendasi solusinya.

2.     Kendalikan gejala alergi pada anak.

3.     Cegah gejala berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. 

 

          Allergy Tummy Checker sangat dibutuhkan bagi orang tua, khususnya ibu. Sebanyak 6 dari 10 ibu tidak memahami tentang gejala alergi pada anak. Namun, mayoritas ibu-ibu memahami gejala alergi yang terjadi pada kulit (ruam) atau saluran nafas (asma). Nah, Allergy Tummy Checker sangat berguna untuk membantu para ibu, untuk mendapatkan informasi tentang perbedaan antara alergi saluran cerna dan gangguan saluran cerna fungsional pada anak. Allergy Tummy Checker bisa diakses di laman www.bebeclub.co.id mulai 1 November 2021 mendatang. Jadi,orang tua, khususnya ibu wajib mengaksesnya, demi tumbuh kembang anak yang maskimal.

 

Ibu Sheira Maulidya dan alat deteksi dini Allergy Tummy Checker (Sumber: Danone Indonesia)


Post a Comment for "Pemahaman Orang Tua untuk Membedakan Antara Gejala Alergi Saluran Cerna dan Gangguan Saluran Cerna Fungsional Demi Tumbuh Kembang Anak"