MODERASI BERAGAMA UNTUK INDONESIA MAJU
Moderasi Beragama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Sumber: shutterstock/diolah)
Saya dibesarkan dalam lingkungan yang mayoritas warganya
beragama Islam. Dan, yang lebih penting adalah aliran Aswaja (Ahli sunah wal
jamaah) Nahdhatul Ulama (NU) melekat sejak kecil hingga sekarang. Uniknya,
saat saya masih duduk di bangku SD sudah mengenal aliran Muhammadiyah. Karena,
saya mempunyai keluarga yang menganut paham Muhammadiyah. Kini, setelah dewasa,
saya berteman dengan agama yang beragam.
Saya tidak pernah mempermasalahkan aliran atau paham yang tidak
sejurusan dengan saya. Karena, para ustad atau kiyai yang sering ceramah di
masjid menyatakan bahwa apapun paham dalam dalam agama Islam adalah sebuah anugerah.
Makanya, sering ada pertanyaan menarik dari masyarakat “Yang benar yang mana
sih, sholat shubuh pakai qunut atau tidak pakai qunut”.
Saya masih teringat hingga sekarang tentang jawaban dari
pertanyaan tersebut. Siapa lagi, kalau tidak dai sejuta umat (Alm). KH.
Zainudin MZ. yang menjawab sangat simpel, “yang tidak benar adalah saat
waktu shubuh, dia gak sholat”. Dari jawaban sang dai kondang tersebut
memberikan pemahaman bahwa kita diwajibkan untuk menghormati paham orang lain yang
dalam satu agama Islam.
Itulah sebabnya, perbedaan pandangan dalam satu agama atau
lain agama selalu menjadi isu yang menarik. Namun, yang harus dipahami adalah
perlunya mengusung penganut agama yang moderat (MODERASI BERAGAMA) dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa? Perbedaan pandangan atau paham
selalu menjadi hal yang bisa meledak kapan saja. Padahal, kita mesti hidup
dalam suasana damai dan nyaman.
Lantas, apa sih yang menjadi indikator bahwa anda dan saya, serta mereka mengusung MODERASI BERAGAMA. Setidaknya ada 4 yang menjadi indikator untuk mengembangkan Moderasi Beragama, yaitu:
Menerima Komitmen Tentang
Kebangsaan
Hal terpenting yang wajib kita pahami bahwa kita hidup
dalam kondisi Bhinneka Tunggal Ika. Kita mempunyai banyak suku yang berbeda
adat-istiadat dan bahasa pengantarnya. Bangsa Indonesia juga telah mengakui
secara resmi 6 agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke. Dan, Pancasila
telah menjadi pedoman hidup atau falsafah Bangsa Indonesia.
Maka, indikator bahwa kita sebagai penganut agama yang moderat adalah MENERIMA KOMITMEN TENTANG KEBANGSAAN. Dalam Pancasila pun telah mempertegas tentang sila I yang menyatakan tentang keesaan Tuhan. Sama halnya dalam agama Islam yang menyatakan bahwa Allah SWT itu Esa. Dengan kata lain, Pancasila telah mewakili esensi dalam agama Islam tentang “Allahu ahad”. Maka, bagi siapapun pemeluk agama jangan lagi ada niat untuk merubah Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa Indonesia.
Mengedepankan Toleransi
Jika anda ingin dikatakan sebagai penganut agama yang
moderat, maka anda perlu mengedepankan toleransi beragama. Saya sendiri
mempunyai keluarga besar yang terdapat perbedaan keyakinan. Kami selalu menghormati
kebebasan agama mereka. Dan, mereka pun menghormati kebebasan beragama saya. Saya
berprinsip dalam agama saya “Lakum dinukum waliyadin” (bagimu agamamu
dan bagiku agamaku). Tanpa harus mengganggu akidah masing-masing.
Maka, dalam moderaasi beragama, kita harus siap dan
menghormati jika ada klaim dari orang lain yang berbeda agama. Sebagai contoh,
kita mesti menghormati penganut agama lain, jika mereka mengkalim bahwa
agamanya yang terbaik dan penganutnya bisa masuk surga. Begitu juga sebaliknya.
Namun, hal penting yang perlu saya garis bawahi dalam hal toleransi beragama adalah TOLERANSI BERAGAMA BUKANLAH HARUS MENGIKUTI RITUAL KEAGAMAAN PENGANUT LAIN. Mengapa? Dalam ajaran agama Islam pun mengajarkan bahwa perlu menegakan akidah yang kafah. Jadi, jangan disalahartikan, sebagai contoh jika orang Islam tidak mau mengikuti ritual natal umat Nasrani berarti tidak toleransi. Tidak begitu Ferguso! Biarlah penganut agama lain melakukan ibadah keagamaannya. Karena, hal ini masalah keyakinan atau akidah. Kita yang berbeda agama tidak boleh mengganggunya. Kita mesti menghormati mereka, yang berbeda keyakinan dengan kita. Juga, sebaliknya.
Anti Kekerasan untuk Membuat
Perubahan
Dalam sejarah, Nabi Muhammad SAW pernah meminjam uang
kepada orang Yahudi dengan waktu pelunasan utang yang telah disepakati. Namun,
sebelum waktu pelunasan utang jatuh tempo, orang Yahudi menemui Rasulullah SAW
dan menagih uang yang dipinjam oleh manusia paling mulia ini. Karena, waktu
yang dijanjikan belum jatuh tempo, maka Rasulullah SAW belum bisa membayarnya.
Namun, orang Yahudi tersebut justru marah dan memaksa Rasulullah
SAW untuk melunasi hutangnya. Bahkan, orang Yahudi tersebut menarik sorban Rasulullah
SAW hingga hampir mencekik leher Rasulullah SAW. Saat itu, sahabat Umar Bin
Khattab lewat dan tahu apa yang dialami oleh Rasulullah SAW. Karena, sahabat
Umar Bin Khattab mengetahui kejadian secara langsung, tanpa disangka langsung
menghunus pedangnya ke arah orang Yahudi hingga ketakutan dan melepas cekikan
sorbannya.
Rasulullah SAW justru menyuruh Umar Bin Khattab untuk
menurunkan pedangnya. Dan, membayar utang Rasulullah SAW beserta uang rasa
takut orang Yahudi. Sungguh, tanpa disadari, beberapa waktu kemudian orang Yahudi
menemui Rasulullah SAW kembali, untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat. Orang Yahudi tersebut terkesima kepada Rasulullah
SAW dalam menghadapi hal yang sangat genting dan bahaya dengan lemah lembut.
Dari fakta sejarah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk menghindari tindakan kekerasan. Jadi, jika anda ingin dikatakan sebagai pengusung MODERASI BERAGAMA, maka harus menghindari tindakan kekerasan untuk membuat sebuah perubahan. Kita perlu memahami bahwa Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT sebagai rahmatan lil aalamiin (rahmat bagi seluruh alam). Begitu juga dengan agama Islam yang diciptakan dari wahyu Allah SWT untuk menebarkan salam, menciptakan rahmat bagi seluruh alam.
Kooperatif dengan Tradisi
Perlu diketahui bahwa bangsa Indonesia lahir setelah
melewati berbagai peradaban. Tentu, peradaban tersebut menciptakan sebuah
tradisi yang berbeda-beda di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, kita merasa
bahwa tradisi yang ada seperti tidak sesuai dengan norma-norma agama yang kita
anut. Maka, jika kita ingin dikatakan sebagai pengusung MODERASI BERAGAMA wajib
kooperatif dengan tradisi yang ada di Indonesia.
Sebagai informasi, pada jaman jahiliah, ada tradisi
menyembelih hewan sehabis kelahiran anak. Dan, langkah selanjutnya adalah mengoles
darah hewan sembelihan tersebut ke dahi sang anak yang baru lahir. Menarik, Rasulullah
SAW tidak melarang tradisi tersebut. Bahkan, tradisi tersebut akhirnya menjadi
sebuah syariat dalam agama Islam. Di mana, kelahiran anak manusia perlu
diadakan adanya sebuah aqikah dengan menyembelih hewan. Namun, masalah mengusap
darah hewan sembelihan tersebut dihilangkan karena dianggap najis.
Dari pengalaman hidup Rasulullah SAW menyiratkan makna
perlunya kooperatif dengan tradisi. Apalagi, jika tradisi yang ada merupakan
ritual agama yang berlainan dengan agama kita. Kita wajib menghormati dan
mengakui bahwa tradisi tersebut menjadi sebuah anugerah dari keberagaman.
Selama, tradisi tersebut tidak menyinggung agama yang kita anut.
Salam Moderasi Beragama!
Post a Comment for "MODERASI BERAGAMA UNTUK INDONESIA MAJU"