Buah Simalakama Pawai Ogoh-Ogoh Hari Raya Nyepi 2022
Saya
masih ingat menjelang berakhirnya tahun 2019. Masyarakat Bali mulai sibuk
membuat kreasi ogoh-ogoh (patung raksasa) yang akan digunakan pada acara
malam pengerupukan Hari Raya Nyepi tahun 2020.
Perlu
diketahui bahwa biaya untuk membuat ogoh-ogoh tidaklah sedikit. Bahkan,
jika ogoh-ogoh dibekali dengan teknologi yang bisa menggerakan ogoh-ogoh
bak robot. Maka, ada biaya tambahan yang akan dibutuhkan, hingga ogoh-ogoh
tersebut siap digunakan untuk pawai ogoh-ogoh.
TERLARANG KARENA PANDEMI
Siapa
sangka, bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia datang pada bulan Februari 2020.
Impian masyarakat Bali untuk mengarak ogoh-ogoh pada malam menjelang
Hari Raya Nyepi 2020 pupus sudah. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan
pemerintah tentang kegiatan yang bisa menimbulkan kerumunan. Yang dampaknya
bisa menyebabkan penyebaran Covid-19 makin meluas. Dengan kata lain, untuk
mencegah kluster baru penyebaran Covid-19.
Saya
merasakan bagaimana perasaan masyarakat Bali yang telah bersusah payah membuat ogoh-ogoh.
Ibarat kata, perjuangan materi dan tenaga sudah habis dikeluarkan untuk
pembuatan ogoh-ogoh. Tetapi, kenyataannya ogoh-ogoh hasil
karyanya tersebut dilarang untuk tampil.
Dari
ratusan hingga ribuan ogoh-ogoh se-Bali tidak bisa melenggang bebas
untuk pawai. Semua itu demi kebaikan masyarakat. Ya, bukan hanya masyarakat
Bali, larangan kerumunan apapun bentuknya sangat dilarang demi kesehatan
masyarakat. Dan, masyarakat harus patuh pada protokol kesehatan (prokes),
termasuk larangan pawai ogoh-ogoh.
Sebagaimana
manusia biasa, tentu perasaan kecewa pasti ada. Tetapi, kesehatan tetaplah yang
utama. Perasaan saudara di Bali yang batal melakukan pawai ogoh-ogoh itu,
tidak ada bedanya dengan umat Islam yang dilarang melakukan sholat Ied dan
takbir keliling. Semua meski patuh pada kebijakan pemerintah demi mencegah
penyebaran Covid-19.
Memang,
perayaan Hari Raya Nyepi tanpa pawai ogoh-ogoh seperti perayaan Lebaran
tanpa bisa sholat Ied di masjid dan takbir keliling. Namun, sekali lagi saya
katakan bahwa kesehatan masyarakat lebih penting.
Itulah
sebabnya, pemerintah mengeluarkan program vaksinasi I, Vaksinasi II dan
Vaksinasi Booster. Dengan tujuan, agar kekebalan tubuh masyarakat Indonesia
bisa meningkat dalam mencegah masuknya Covid-19. Selain itu, prokes tetap
dijalankan seperti memakai masker ketika bepergian, jaga jarak dan rajin
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Saat
tahun 2020 tidak bisa diadakan pawai ogoh-ogoh, maka pelan tapi pasti
masyarakat mulai memahami perlunya kesehatan bersama. Namun, tanpa disangka,
pandemi Covid-19 belum selesai hingga tahun 2021.
Masyarakat
perlu ekstra hati-hati dengan menaati prokes. Bahkan, pemerintah mengeluarkan
berbagai kebijakan untuk membatasi aktifitas masyarakat. Tentu, pemerintah
berharap bahwa pandemi Covid-19 cepat berakhir. Sejalan dengan pemberian
vaksinasi ke masyarakat.
Ketika
tahun 2021, pawai ogoh-ogoh masih tetap dilarang. Banyak yang pro dan
kontra yang berseliweran di ranah media sosial. Yang kontra tentu berharap agar
kluster baru tidak tercipta. Dan, penyebaran Covid-19 bisa dicegah sebaik
mungkin. Namun, yang pro tentu berpendapat bahwa pawai ogoh-ogoh
merupakan tradisi keagamaan yang harus tetap dijaga.
Apalagi,
pemahaman masyarakat tentang penyebaran Covid-19 mulai meningkat. Dengan dalih
tetap menjaga prokes, maka yang pro pawai ogoh-ogoh tetap ingin pawai ogoh-ogoh
tersebut bisa dilakukan. Namun, pemerintah tetap berpendapat berbeda, yaitu
kerumunan mampu menyebabkan kluster baru penyebaran Covid-19.
Faktanya,
pawai ogoh-ogoh tahun 2021 tetap dilarang untuk keselamatan bersama. Tahun
2021 ini lebih melegakan, karena masyarakat lebih awal mendapatkan informasi
tentang kebijakan larangan pawai ogoh-ogoh. Saya melihat masyarakat
hanya membuat ogoh-ogoh mini untuk kebutuhan pribadi. Atau, sebagai rasa
suka cita untuk menghadapi Hari Raya Nyepi 2021.
KUNJUNGAN GUBERNUR
Kini,
tibalah Hari Raya Nyepi tahun 2022. Banyak desakan dari berbagai kalangan bahwa
pawai ogoh-ogoh bisa dilakukan seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Meskipun, pandemi Covid-19 belum reda.
Namun,
tarikan masyarakat Bali agar diperbolehkan mengarak ogoh-ogoh semakin
kuat. Hal ini dibuktikan dengan adanya kunjungan Gubernur Bali Wayan Koster
yang mengunjungi ogoh-ogoh di Banjar Tainsiat Kota Denpasar. Gubernur
Bali berbincang dengan masyarakat Banjar setempat dan memberikan sinyal bahwa
pawai ogoh-ogoh boleh dilakukan. Gubernur Bali juga berkunjung ke banjar
lain di pulau Bali.
Maka, semangat masyarakat untuk pawai
ogoh-ogoh akan terlaksana.
Saya
pribadi merasakan gegap gempita pembuatan ogoh-ogoh belum pulih benar. Mungkin,
ada pendapat dari masyarakat yang menyatakan kluster Covid-19 bisa terjadi
kapan saja. Dengan kata lain, ada beberapa kalangan masyarakat yang tidak
melarang untuk pawai ogoh-ogoh. Tetapi, juga takut akan terjadi kluster baru.
Karena, pemerintah pusat masih belum merestui benar pawai ogoh-ogoh.
Dari
sinilah terjadinya kondisi buah simalakama. Jika, pemerintah provinsi
melarang keras pawai ogoh-ogoh. Maka, akan memberikan kesan bahwa Bali
masih belum bisa siap untuk kunjungan pariwisata.
Padahal,
kebijakan dari pusat saja akan memberikan bebas karantina bagi wisatawan asing,
jika Bali berhasil dengan baik program tanpa karantina bagi kunjungan wisatawan
asing.
Bahkan,
saya baca di berbagai media online yang melansir berita tentang bebas karantina
nasional per awal April 2022. Jika, Bali berhasil melaksanakan program
karantina kira-kira pertengahan Maret 2022.
Melihat
kondisi ini memberikan sinyal bahwa Bali menjadi uji coba nasional kunjungan
wisatawan tanpa karantina. Jika, uji coba di Bali berhasil, maka akan dilakukan
secara nasional. Menurut opini saya, kondisi tersebut yang menyebabkan Gubernur
Bali percaya diri membolehkan pawai ogoh-ogoh Hari Raya Nyepi tahun
2022. Tentu, dengan pertimbangan dari berbagi stakeholder lain.
BUAH SIMALAKAMA
Pawai
ogoh-ogoh yang terjadi di perempatan Catur Muka Kota Denpasar di malam pengerupukan
Hari Raya Nyepi 2022 sungguh mengagetkan. Masyarakat menyemut untuk menyaksikan
pawai ogoh-ogoh. Masyarakat seperti lupa bahwa pandemi Covid-19 telah
hilang. Menurut saya, masyarakat mulai
berani mengadakan kerumunan tersebut karena telah melakukan vaksinasi. Juga,
ada kebijakan dari pemerintah lokal bahwa pengarak ogoh-ogoh mesti
melakukan tes kesehatan terlebih dahulu. Jadi, ada benteng untuk menahan penyebaran
masuknya Covid-19.
Kondisi
perempatan Catur Muka atau titik nol kilometer Kota Denpasar di malam pengerupukan
tanggal 2 Maret 2022 kembali gegap gempita. Setelah dua tahun nihil acara
serupa. Masyarakat seperti terlepaskan rasa dahaganya. Setelah dua kali Hari
Raya Nyepi tidak bisa meluapkan kegembiraan dengan pawai ogoh-ogoh
memasuki tahun baru saka.
Potret udara suasana pawai ogoh-ogoh malam pengerupukan Hari Raya Nyepi 2022 di perempatan Catur Muka Kota Denpasar (Sumber: Kabar Klungkung/Instagram)
Namun,
hal penting yang perlu diingat adalah rasa kekhawatiran, jika kerumunan di perempatan
Catur Muka Kota Denpasar terjadi kluster baru. Saya pribadi berharap agar Allah
SWT bermurah hati. Dan, kluster baru yang diakibatkan karena pawai ogoh-ogoh
malam pengerupukan Hari Raya Nyepi tahun 2022 tidak terjadi. Baik di kawasan
Catur Muka Kota Denpasar, maupun di tempat lainnya di Bali yang mengadakan
pawai ogoh-ogoh.
Memang,
buah simalakama dengan adanya pawai ogoh-ogoh tersebut. Satu sisi,
pemerintah provinsi ingin menunjukan keberpihakan terhadap masyarakat Bali bahwa
ogoh-ogoh bisa diadakan di Hari Raya Nyepu tahun 2022.
Menurut
saya, dengan adanya pawai ogoh-ogoh ingin menunjukan ke mata dunia. Bahwa,
Bali telah aman atau zona hijau untuk kunjungan wisatawan, khususnya
mancanegara. Dan, pariwisata Bali bisa bangkit Kembali.
Atau,
ada alasan tentang kekebalan tubuh masyarakat mulai meningkat karena vaksinasi.
Jadi, pemerintah provinsi tidak khawatir dengan adanya kerumunan yang akan
terjadi. Selain itu, pawai ogoh-ogoh adalah sebuah acara ritual umat
Hindu Bali, yang wajib dilaksanakan untuk menyambut Hari Raya Nyepi.
Namun,
di sisi lain dari pelaksanaan pawai ogoh-ogoh tersebut adalah terjadinya
kluster yang tanpa diduga-duga. Apalagi, varian baru Omicron yang lebih ganas
dari Covid-19 bisa menyebar kapan saja. Kondisi inilah yang kita takutkan
bersama.
Apalagi,
belum ada kebijakan dari pemerintah bahwa masyarakat diperbolehkan melakukan
kerumunan. Yang berpeluang besar, masyarakat bisa lalai menerapkan protokol kesehatan.
Terpenting, Covid-19 belum seratus persen hilang dari Indonesia.
Kita
semua berharap agar dampak menakutkan dari pawai ogoh-ogoh tidak akan
terjadi. Dan, menjadi berita dan viral di media sosial. Jujur, masyarakat ingin
hidup normal seperti sedia kala.
Oleh
karena itu, mari kita patuhi protokol kesehatan. Semoga pawai ogoh-ogoh
menjadi pembelajaran kita bersama. Bahwa, kekhawatiran terjadinya kluster baru
akan selalu terjadi, kapan pun di manapun. Dan, kita selalu waspada.
Selamat
Hari Raya Nyepi tahun 2022 (Tahun Baru 1944 Saka). Semoga kita diberikan kedamaian,
setelah melakukan Catur Brata Penyepian.
Ogoh-ogoh di Hari Raya Nyepi
tahun 2022 (Tahun Baru 1944 Saka) (Sumber: Casmudi Vlog//Youtube)
Post a Comment for "Buah Simalakama Pawai Ogoh-Ogoh Hari Raya Nyepi 2022"