Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pelajaran Berharga Dari Tiga (3) Printer Bekas

 

Tiga (3) printer bekas

Pelajaran berharga dari 3 printer bekas (Sumber: dokumen pribadi)

 

 

Ada pepatah bijak yang mengatakan meskipun anda orang yang luar biasa, tetapi ketika berada pada orang atau lingkungan yang tidak tepat, maka anda tidak akan berharga sama sekali.

Pepatah tersebut mengisahkan sebuah pelajaran berharga dari fungsi sebuah printer. Anda pasti paham bahwa printer harus dipakai secara rutin, tidak boleh didiamkan. Karena, semakin didiamkan maka printer tersebut akan menjadi rusak.

Sama halnya dengan 3 printer yang saya miliki. Sungguh, saya tidak tahu bahwa ketika printer tidak digunakan, sebenarnya pelan tapi pasti menuju kerusakan. Printer pertama merek Epson. Printer ini sangat rajin saya pakai untuk ngeprint berbagai macam keperluan. Dari print jasa pengetikan hingga print jadwal lomba blog. Namun, semenjak pandemi  Covid-19, printer tersebut tidak lagi digunakan.

Printer kedua merek Canon, yang dilengkapi dengan scanner. Printer tersebut sebagai pemberian dari kakak ipar, saat digunakan untuk keperluan proyek. Ketika, proyek telah selesai, maka printer tersebut tidak lagi digunakan. Apalagi, printer tersebut mengalami kebocoran pada tempat tinta. Berhubung tidak ada biaya, maka printer tersebut terpaksa menganggur sejak awal pandemi Covid-19 juga.

Printer ketika merek Hp Deskjet dalam kondisi baru. Printer tersebut sebagai hadiah doorprize dalam acara di sebuah hotel di Bali, yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Sungguh, sebuah keberuntungan yang luar biasa. Di acara tersebut, saya mendapatkan doorprize lain berupa 2 tiket menginap gratis di hotel daerah Bogor Jawa Barat. Serta, tiket gratis menjelajah Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Semua doorprize tersebut tidak bisa saya pakai. Termasuk, printer yang masih dalam kondisi baru sejak awal pandemi Covid-19 tersebut.

Unik, ketika menjelang kuliah offline anak saya di pertengahan tahun 2022. Saya benar-benar ingin menggunakan laptop yang menganggur. Ketiga laptop yang menganggur kurang lebih 2,5 tahun tersebut semua ngadat. Tidak bisa digunakan dan perlu perbaikan dengan jenis kerusakan yang berbeda. Karena, tidak ada uang untuk perbaikan, maka ketiga printer yang beratnya kurang lebih 15 kg tersebut teronggok di kamar kos.

Setelah, berdiskusi dengan mantan pacar, maka saya memutuskan untuk menjual printer rusak tersebut ke pihak yang membutuhkan.Ya, jika setiap printer dihargai Rp50 ribu, maka minimal bisa jadi uang Rp150 ribu.

Hari Kamis lalu (17/5/2023), saya membaca sebuah iklan di marketplace yang isinya kurang lebih bahwa printer rusak jenis apapun bisa diuangkan. Saya pun tertarik dengan iklan tersebut. Setelah pagi hingga siang hari berkelana mencari sesuap nasi bersama mantan pacar, sore harinya dengan mantap untuk menjual 3 printer ke alamat yang dituju. Sayang sekali, mantan pacar dalam kondisi bad mood karena kecapaian sekali.

Saya berusaha merayunya agar mau ikut bonceng, sambil memangku boks besar berisi 3 printer yang rusak. Dalam kondisi terpaksa alias aras-arasen, akhirnya mantan pacar mau menerima ajakan saya. Perjalanan ke tempat dituju kurang lebih 10 km. Jika, kondisi jalan raya tidak macet maka akan ditempuh selama kurang lebih 30 menit.

Percaya atau tidak, saya harus berkendara motor dalam kondisi tidak nyaman. Karena, posisi duduk hingga ujung jok motor. Selama perjalanan, tangan merasa kram karena harus menahan beban saya. Dan, bagian punggung harus tertekan oleh boks berisi 3 printer. Di luar dugaan, alamat yang saya tuju sulit dilacak. Saya harus beberapa kali harus bertanya kepada orang sekitar. Jawabannya, “saya tidak tahu mas”. Terpaksa, saya harus mencari sendiri dan melacak setiap gang atau jalan.

Dalam kondisi serba bingung karena alamat yang dicari tidak kunjung ketemu. Serta, kondisi badan saya yang mulai ngilu. Ditambah lagi, mantan pacar yang mulai “mengomel” karena kecapaian memegang boks, dan badannya juga mulai sakit. Saya putuskan berhenti di sebuah rumah petak pendatang orang Madura yang menjual barang bekas dan rongsokan. Sambil bertanya alamat yang saya cari, saya melihat tumpukan printer di ruang depan rumah bapak tersebut. Saya pun mulai berpikir:

 

“Jangan-jangan, di kawasan ini adalah kawasan pendatang orang Madura yang terima printer bekas”.

 

Saya berpikir seperti itu, karena menuju satu gang lagi adalah alamat yang saya cari. Apalagi, saya melihat mantan pacar mulai kecapaian. Sepertinya, untuk melanjutkan perjalanan dengan mengangkat boks tersebut akan terjadi “kiamat kecil”. Ya, dia akan makin mengomel sejadi-jadinya.

Akhirnya, saya pun sedikit bergurau dan memberanikan diri, apakah bapak yang saya ajak ngomong menerima atau membeli printer bekas. Dia pun mengiyakan. Boks besar pun akhirnya dibongkar, 3 printer bekas tersebut dicek satu per satu. Dilihat mereknya dan tempat keluarnya printeran kertas.

 

“Gak ada yang laku mas, gak ada yang dibutuhkan”

 

Jawabannya sontak membuat saya kaget.

 

“What” jawab saya dalam hati sambil tersenyum.

 

“Loh, bukannya bapak juga terima printer bekas seperti alamat yang hendak saya cari” jawab saya kembali.

 

“Iya, kalau printer yang ini gak laku di pasaran” jawab si bapak dengan yakin.

 

Dengan jawaban bapak tersebut, saya yakin bahwa alamat yang hendak saya cari juga akan merespon dengan jawaban yang senada. Mengapa? Karena, saya yakin bahwa alamat yang hendak saya cari juga mempunyai cara bisnis serupa. Saya juga belum bisa menjawabnya mengapa printer tertentu yang dicari. Katanya printer merek Epson seri L yang banyak dicari. Buat apa? Entah.

Dengan adanya penolakan sang bapak yang bisa mewakili respon alamat yang hendak saya cari. Saya mulai membayangkan beratnya boks tersebut, ketika saya bawa pulang kembali. Bagi saya, badan ngilu tidak menjadi masalah. Tetapi, omelan mantan pacar ini yang tidak bisa saya tanggung. Gak kuat brosis!

 

Akhirnya, dalam kondisi terpojok, saya pun berusaha merayu kepada bapak Madura tersebut. Agar, mau membeli boks berisi 3 printer saya.

 

“Ya udah bapak, bisa bayar deh sepantasnya” pinta saya.

“Gak mau mas kalau kondisi tersebut” jawabnya dengan penolakan yang yakin.

“Ya udah deh bapak. Berapa beraninya, buat tambahan beli Pertalite. Lagian, istri saya sudah kecapaian megang boksnya kalau dibawa pulang kembali” rayu saya kembali.

“Bisanya bayar 15 ribu pak. Bayarnya pakai kiloan” jawab bapak Madura dengan yakin dan sedikit menghibur.

 

Jawaban bapak tersebut benar-benar membuat saya kaget sekali. Ya, itulah penerimaan nyata, ketika kita bertemu dengan orang yang “kurang tepat”. Sebaik apapun penampakan printer kita, ketika kita menjual ke tempat barang bekas atau rongsokan. Maka, kita akan dihargai dengan sistem kiloan. Kita harus menerima dengan kondisi tersebut. Dan, saya pun harus menerima pembayaran 3 printer bekas dengan uang Rp15 ribu, yang akhirnya ditambah dengan Rp5 ribu untuk tambahan beli Pertalite. 

Pesan buat anda, ketika anda ingin memiliki nilai, maka anda meski berteman atau dikelilingi dengan lingkungan yang mau menghargai anda. Karena, nilai anda dilihat dari teman atau kondisi lingkungan yang ada di sekitar anda.


Post a Comment for "Pelajaran Berharga Dari Tiga (3) Printer Bekas"