Empat (4) Alasan Mengapa Lulusan TK Hingga SMA Mengadakan Prosesi Wisuda
Prosesi wisuda anak TK hingga SMA (Sumber: shutterstock)
“Latah …
lebay”.
Mungkin, kalimat singkat yang bisa saya “nggrundeli”
(ngedumel dalam hati) atas fenomena prosesi wisuda yang diadakan oleh berbagai
tingkat pendidikan. Dari pendidikan TK hingga SMA.
Ya, fenomena
wisuda yang sebaiknya hanya untuk lulusan tingkat sarjana ke atas bisa
dilakukan oleh berbagai tingkat pendidikan. Fenomena prosesi wisuda menghiasi
timeline media sosial menjelang liburan anak sekolah. Wisuda yang dulu dianggap
prosesi keramat, karena hanya untuk pribadi yang lulus sarjana. Dan,
selanjutnya dituntut untuk mengabdi ke masyarakat dengan keilmuannya. Kini,
siapapun tingkat pendidikan bisa mengadakan prosesi wisuda.
Jujur, saya
sendiri kepo, siapa sih sebenarnya yang pertama kali mengadakan prosesi wissuda
selain lulusan sarjana. Lantas, apa tujuannya hingga anak kecil TK yang masih
imut-imut memakai toga ala wisuda sarjana. Mau gaya-gayaan, gak mau kalah sama
yang sarjana, aksi latahkah? Semua serba ambigu, sebuah prosesi yang memberikan
tafisr ganda.
Tetapi, saya
mempunyai opini terhadap fenomena wisuda TK hingga SMA tersebut. Pertama,
menciptakan kenangan dalam dunia pendidikan. Saya masih ingat kalimat
yang pernah diucapkan almarhun bapak saat mau menghadiri wisuda kakak saya di
Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta tahun 1992 lalu. Keluarga kita
diributkan masalah toga, karena belum tersedia. Padahal, pada kenyataannya,
prosesi wisuda kakak tetap memakai baju kedinasan dan kalung kebesaran.
“Wis sudah” kata
almarhun bapak. Dalam bahasa Jawa Panturaan, “Wis” yang berarti sudah atau
telah, dan “sudah” yang berarti kelar atau selesai. Almarhun bapak memplesetkan
bahwa Wisuda berarti telah selesai menyelessaikan pendidikan tinggi. Selanjutnya,
ilmunya bisa digunakan dalam mengabdi dan pekerjaan sesuai kapabilitasnya.
Momen wisuda
adalah momen penting seumur hidup seorang pejuang pendidikan. Wisuda memberikan
manfaat dan arti bahwa anda telah selesai menempuh dunia pendidikan. Dan,
biasanya momen wisuda ini akan dimanfaatkan seluruh anggota keluarga yang
wisuda, dari ayah, ibu hingga pacar atau istri tersayang. Keluarga rela
menempuh perjalanan panjang demi menghadiri anggota keluarga yang diwisuda.
Karena, momen penting wisuda akan tercipta sekali seumur hidup.
Prosesi wisuda
yang bertujuan untuk mengabadikan kenangan dalam menempuh pendidikan inilah, yang
akhirnya latah dan lebay dimanfaatkan
oleh pengelola pendidikan TK hingga SMA sekarang. Mereka merasa bahwa prosesi
wisuda adalah hak setiap warga, maka anak TK hingga SMA pun berhak mengalami
prosesi wisuda untuk mengabadikan kenangan.
Meskipun, pada
kenyataannya prosesi wisuda akan menambah beban biaya bagi orang tua murid.
Tetapi, hal tersebut tidak berarti, dibandingkan murid yang bersangkutan telah
selesai menempuh pendidikan tertentu.
Kedua, menciptakan kesetaraan lulusan dalam
pendidikan. Pernahkah anda mendengar orang tua
yang berbicara begini:
“Gak papa saya gak
wisuda karena karena gak kuliah. Yang penting, sekarang saya bisa melihat dan
mengalami anak saya wisuda TK kayak orang gedean (sarjana)”.
Ada rasa gembira
dan bangga pada diri orang tua, ketika anaknya yang masih imut-imut memakai
baju toga ketika wisuda TK. Orang tua pun merasa bahwa tidak ada salahnya anak
TK hingga SMA mengalami prosesi wisuda kayak orang gedean (sarjana). Bahkan,
mungkin ada orang tua yang merasa khawatir jika umur tidak panjang, setidaknya
sudah melihat anaknya wisuda. Meskipun, hanya wisuda TK hingga SD.
Ketiga, ajang untuk menciptakan acara perpisahan
yang unik. Anda pasti pernah lihat karnaval
peringatan kemerdekaan 17 agustusan, bukan? Di mana, anak-anak kecil setingkat TK hingga
SD berdandan ala impian orang dewasa. Dari penampilan ala dokter, perawat,
hingga penampilan orang dewasa yang menggunakan toga sehabis wisuda.
Menurut saya,
momen acara karnaval tersebut menjadi pemantik inspirassi bagi pengelola
pendidikan. Mereka menciptakan prosesi wisuda ala orang dewasa, karena wisuda
sarjana adalah menjadi mimpi setiap orang dalam menuntut ilmu. Setidaknya,
dengan memakaikan toga pada anak TK hingga SMA akan memberikan rangsangan agar
anak yang bersangkutan mempunyai mimpi besar agar bisa wisuda beneran tatkala
lulus sarjana.
Bukan itu saja,
perpisahan sekolah dengan menciptakan ala prosesi wisuda akan memberikan kesan
unik. Dan, tidak akan dilupakan oleh guru, murid dan orang tua. Itulah
sebabnya, prosesi wisuda TK hingga SMA mayoritas gayung bersambut dengan orang
tua murid.
Tetapi, bagi
saya, prosesi perpisahan sekolah ala saya pun tetap memberikan nuansa khidmat
dan unik kok. Seminggu yang lalu, saya lewat di kawasan Desa Wisata Mas Ubud
Gianyar Bali. Saya melihat kerumunan orang di sebuah banjar di desa tersebut.
Ternyata, di banjar tersebut sedang diadakan acara perpisahan sekolah anak SD.
Saya melihat
dari dekat anak-anak SD dengan pakaian seragamnya berdiri berbanjar sambil
menyanyi lagu anak-anak ala koor. Di depannya, seorang anak membacakan sebuah
puisi yang terdengar mendayu-dayu ala anak SD. Saat itu, saya langsung
berpikir. Jika, anak SD bisa mengadakan perpisahan dengan sederhana dan murah meriah.
Mengapa harus diadakan dengan model prosesi wisuda segala. Ah sudahlah!
Empat, meningkatkan gengsi.
Percaya atau tidak, prosesi wisuda menjadi sebuah gengsi untuk meningkatkan
strata sosial. Dengan mengadakan prosesi wisuda, maka orang tua murid akan
bersuka cita untuk menghadiri acara tersebut. Tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk melihat penampilan anaknya yang memakai baju toga ala wisuda sarjana.
Semakin
berkembangnya dunia digital, maka orang tua yang hadir akan mengabadikan momen
spesialnya tersebut di media sosial. Sekali lagi, aksi FOMO (Fear Of Missing Out) selalu ada pada diri pengguna media sosial. Tidak
update atau tidak gaul kalau tidak
posting kondisi terkini di media sosial.
Alhasil,
postingan orang tua yang bersama anaknya yang sedang wisuda bertebaran
menghiasai timeline media sosial. Dampak yang akan terjadi adalah meningkatkan
nilai strata sosial yang bersangkutan. Nama sekolah pun ketiban rejeki ikut
terkenal di media sosial. Sekolah yang berangkutan pun ikut meningkatkan
gengsinya. Ada simbiosis mutualisme antara orang tua dan sekolah tempat anaknya
menimba ilmu.
“Oh, jadi si Anu
anaknya lulus di sekolah Anu ya. Wow, hebat ya si Anu ya. Padahal, sekolah di Anu
kan maha” kalimat yang muncul dari diri netizen
ketika melihat postingan wisuda anaknya di media sosial.
Jadi, ketika prosesi wisuda anak TK hingga SMA banyak yang kontra, karena tidak begitu penting. Dan, prosesi wisuda hanyalah untuk lulusan sarjana, agar memberikan kesan sakral. Di sisi lain, banyak orang tua murid yang hepi dengan adanya prosesi wisuda TK hingga SMA. Prosesi wisuda anak justru dimanfaatkan oleh orang tua murid untuk memunculkan jati diri di media sosial.
Bagi saya pribadi, sah-sah saja adanya prosesi wisuda TK hingga SMA selama tidak ada larangan dari Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Serta, orang tua jangan mengeluh dan viral di media sosial tentang adanya biaya tambahan prosesi wisuda yang memberatkan. Maka, tolong jawab pertanyaan saya adalah seberapa penting prosesi wisuda anak TK hingga SMA bagi orang tua? Silakan jawab di hati anda masing-masing.
Post a Comment for "Empat (4) Alasan Mengapa Lulusan TK Hingga SMA Mengadakan Prosesi Wisuda "