Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PUNCAK TANGIS KALA PANDEMI (BAGIAN 2)

 

Puncak tangis kala Pandemi (Sumber: shutterstock) 

 

 

          Tulisan sebelumnya membahas perjalanan saya bekerja di perusahaan orang lain. Hingga, kondisi sekolah anak saya yang menunggak SPP SMA 2 tahun lamanya. Pada tulisan kali ini, saya membahas masalah drop mental anak saya. Karena, gagalnya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

          Berbagai ujian hidup pun masih mendera saya. Meskipun, satu persatu hal-hal yang membuat puncak tangis saya mampu saya hadapi. Namun, dengan datangnya badai Pandemi Covid-19 membuat saya “hampir putus asa”. Seperti apa sih? Yuk, baca tulisan ini hingga tuntas.

 

GAGAL SNMPTN DAN SBMPTN

          Menjelang pengumuman kelulusan, anak saya mendapatkan banyak undangan beasiswa. Sayangnya, beasiswa tersebut dari PT Swasta yang biaya kuliahnya tidak full ditanggung PT yang bersangkutan. Di antaranya, President University yang memberikan beasiswa Teknik Industri dengan jangkauan beasiswa hanya 75 persen. Saya tidak mampu untuk meresponnya, karena biaya lainnya bikin kalkulator saya jebol.

          Sejak awal, melihat kondisi keuangan yang terseok-seok. Maka, saya memberikan saran kepada anak untuk ikut beasiswa atau undangan pendidikan. Maka, anak saya ikut SNMPTN mengambil jurusan Teknik Metalurgi di Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, SNMPTN tersebut memberikan informasi kegagalan.

          Selanjutnya, saya memberikan saran untuk ikut beasiswa luar negeri. Kalau tidak salah ingat, di Beasiswa Busan, dengan mengambil jurusan Teknik. Yang menarik, proses keikutsertaan ke beasiswa tersebut tidak jelas rimbanya. Seandainya, tidak lolos administrasi, maka pihak penyelenggara akan memberikan kabar melalui email atau pesan WA. Namun, kenyataannya tidak ada berita sama sekali.

          Bahkan, saya berpikir bahwa apakah berkas-berkas sampai ke pihak penyelenggara? Hanya Allah SWT Yang Maha Tahu. Keikutsertaan di beasiswa tersebut membuahkan gigit jari. Kini, masa depan anak saya tinggal menunggu SBMPTN tahun 2019, 2020 dan 2021. Tentu, saya dan anak saya berharap bisa diterima di PTN tahun 2019 tersebut.

          Namun, MASALAH BESAR masih mengganjal, yaitu IJAZAH BELUM BISA DIAMBIL. Karena, saya belum bisa melunasi SPP Sekolah. Bahkan, untuk sekedar mendapatkan fotokopi ijazah ke pihak sekolah, sebagai persyaratan mengikuti SBMPTN pun tidak bisa.

          Saya sampai mengemis-ngemis ke pihak BK Sekolah dan Kepala Sekolah. Agar, memberikan keringanan atau kesempatan untuk mendapatkan fotokopi ijazahnya saja. TETAP TIDAK BISA! Saya berpikir saat itu “Sekolah tidak peduli dengan kelanjutan Pendidikan anak didiknya”. Namun, saya berpikir positif saja, ambil hikmahnya.

          Sungguh, saat itu KITA NANGIS BERTIGA di kost. Bukan kaleng-kaleng. Melihat, menyaksikan kondisi anak saya yang menangis tidak bisa ikut ujian PTN. Saya dan istri ikut menangis meratapi kondisi yang ada. Untuk meredakan ketegangan, saya dan istri memberikan masukan. Untuk mengikuti ujian program mandiri PTN. Yang “mungkin” bisa memberikan keringanan, untuk meminta fotokopi ijazah.

          Maka, untuk meratapi kegagalan, anak saya nekad ikut ujian di UIN Malang Jawa Timur. Dengan mengambil jurusan asal-asalan, yaitu Farmasi. Kenyataannya, tidak lolos ujian di universitas tersebut. Lagian, kalau lolos pun tetap diminta ijazahnya. Lah, ijazahnya saja belum ada. Bagaimana?

          Terpaksa, di tahun pertama sehabis lulus, anak saya gagal total untuk masuk ke PTN. Ijazah pun belum sempat diambil. Maka, sehari-harinya, ia menghabiskan waktunya dengan merenungi nasib. Melihat teman-temannya, yang senasib pada ikut BIMBEL PREMIUM. Agar, tahun depan bisa diterima di PTN yang lebih bonafide.

          Sedangkan, anak saya hanya diam di rumah. Sungguh, saya melihat sangat kasihan. Teman-teman baiknya sudah pada kuliah. Bahkan, ada yang kuliah di luar negeri. Untungnya, teman-teman yang kuliah di Bali dan Surabaya, masih sempat mampir ke kost. Untuk memberikan semangat dan tetap menyambung persahabatan.

          Di tahun 2020 ini, Alhamdulillah, saya bisa melunasi SPP SMA anak saya. Di sini, saya baru tahu bahwa NILAI AKHIR ANAK SAYA RERATA 9. Saya kaget sekali dengan kondisi tersebut. Bukan ANAK BIMBEL, tapi mampu menyaingi nilai temannya yang semuanya ANAK BIMBEL.

          Uang BAYAR SPP SMA tersebut diperoleh dari pinjam uang kredit harian dan hasil berjualan. Padahal, uang tersebut untuk membayar kost yang masih nunggak. Tetapi, demi anak saya yang masih semangat untuk ikut SBMPTN. Maka, uang tersebut saya pindahkan untuk mengambil ijazah.

          Maka, tahun 2020 ini, anak saya mencoba  mengadu nasib. Dia ikut SBMPTN kembali. Kali ini, dia memilih pilihan I dan pilihan II jurusan teknik di Institut Teknologi 10 November 1945 Surabaya (ITS) Surabaya Jawa Timur. Dengan bekal belajar seadanya, sekali lagi tanpa BIMBEL. Meskipun, kenyataannya anak saya gagal kembali, dengan poin yang terpaut sedikit saja untuk melenggang ke ITS.

          Kali ini, kegagalan yang anak saya lakukan tidak membuatnya gelisah. Dia mulai pasrah dan menerima takdir Allah SWT. Namun, saya merasa kasihan, jika anak saya tidak kuliah. Akhirnya, saya memberikan masukan untuk kuliah di Universitas Terbuka (UT) dan mengambil Fakultas Ekonomi jurusan MANAJEMEN.

          Setelah dia bergelut dengan kuliah online tersebut. Saya melihat raut wajah anak saya mulai ceria. Dia mulai hepi dengan kuliah online-nya. Dan, semester pertama, dia mendapatkan IPK dengan predikat Cum Lude. Dia mulai disibukan dengan 8 mata kuliah setiap semesternya. Jika, tidak ada rintangan, maka 3 tahun bisa lulus sarjana, seperti program akselerasi.

          Namun, di balik kegembiraan anak saya, ada rasa was-was pada diri saya. Kenapa, uang yang seharusnya buat muter usaha dan bayar kost, terpaksa untuk membayar uang kuliah. Maka, uang kost pun sering menunggak. Untungnya, di tahun 2020 ini, utang cicilan kredit harian bisa lunas, Setelah memakan waktu kurang lebih 3 tahun. Subhanallah.      

 

DITERIMA TEKNIK METALURGI

          Saya merasa bahwa Pandemi Covid-19 memberikan dampak kepada kondisi keuangan saya. Kenapa? Pertama, job review produk sebagai blogger mulai sepi. Kedua, usaha penjualan saya mulai mengalami penurunan yang tajam. Ditambah lagi, musibah datang silih berganti.

          Musibah pertama adalah saya tertipu hampir 2 juta dalam proses rekrutmen kerja. Pengalaman penipuan tersebut telah saya tulis di bulan Juli 2020 di blog kesayangan ini. Musibah kedua, sepeda motor yang saya pakai untuk berjualan mengalami turun mesin di kawasan Blahbatuh Gianyar Bali.

          Saya harus mendorong motor yang dalam kondisi mati tersebut kurang lebih 20 km, hingga ke tempat tinggal saya. Sebuah pengalaman tragis yang akan saya ingat seumur hidup.

          Belum ada uang untuk perbaikan sepeda motor tersebut. Maka, saya harus sewa sepeda motor teman saya. Bersyukur, saya diberikan kesempatan untuk memakainya terlebih dahulu, bayar kemudian. Hingga kini, saya hampir menggunakannya selama sebulan.   

          Namun, di saat saya mengalami kondisi pahit yang hampir membuatnya menangis. Ada saja berita yang menyejukan. Yaitu, anak saya diterima di jurusan idaman di TEKNIK METALURGI Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Serang Banten. Setelah melewati ujian SBMPTN saat bulan puasa tahun 2021 lalu. Ya, tahun 2021 adalah kesempatan terakhir anak saya untuk dapat ikut ujian SBMPTN.

          Namun, datangnya anugerah tersebut justru menyimpan tangis. Kenapa? Saat kondisi keuangan morat-marit. Saya justru bingung dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan biaya hidup di Serang Banten nanti. Jika, anak saya kuliah offline. Oleh sebab itu, kegembiraan diterima di Teknik Metalurgi tersebut justru membuat saya semakin sedih.

          Karena, kami bertiga sudah berdiskusi bahwa anak saya tidak akan melanjutkan kuliah anak saya di UNTIRTA. Namun, berencana untuk belajar mandiri dan bekerja di Surabaya. Saya pun mengiyakan, agar anak saya belajar tentang kehidupan.

          Biarlah, cukup kuliah online di UT saja. Jika, nilainya bagus, maka saya memberikan saran untuk lanjut di S2. Kegelisahan saya tentang ketidakmampuan saya untuk melanjutkan kuliah anak di Teknik Metalurgi, sempat saya iseng-iseng posting di media sosial Facebook.

          Bersyukur, postingan tersebut mendapatkan banyak respon dari teman-teman. Yang intinya, memberikan masukan untuk tetap lanjut mengambil jurusan Teknik Metalurgi tersebut. Bahkan, banyak yang memberikan saran dengan berbagai solusi, agar saya tetap mendorong anak untuk kuliah di jurusan Teknik Metalurgi.

          Namun, masukan-masukan dari teman saya tersebut, justru makin membuat hati saya bingung dan bimbang. Apa pasal? Melihat kondisi keuangan saya, yang hanya untuk makan sehari-hari.

          Tanpa pikir panjang, akhirnya saya paksakan untuk daftar ulang dan bayar UKT. Sekali lagi, uang tersebut, hasil dari pinjam sama orang lain. Juga, dari hasil berjualan barang FMCG. Mestinya, hasil berjualan tersebut untuk mencicil tunggakan kost.

          Saya berharap agar semester pertama kuliah anak saya di jurusan Teknik Metalurgi bisa berjalan secara online dahulu. Karena, belum ada pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya kost di Serang Banten nanti. Dari sini, masalah awal anak saya untuk kuliah di TEKNIK METALURGI TELAH SELESAI. Saya harap begitu.

 

NUNGGAK KONTRAKAN 4 BULAN

          Setelah masalah kuliah anak saya di Teknik Metalurgi UNTIRTA kelar, kini justru ada masalah besar yang sedang saya hadapi. Pertama, uang yang sedianya untuk mencicil tunggakan kost telah habis. Kini, saya harus menghadapi teguran berkali-kali dari yang punya kost. Tunggakan kost selama 4 bulan siap menghadang saya. Kedua, saya harus mencicil uang pinjaman dari orang lain.

          Masalah tunggakan uang kost, kemarin, saya sudah diwanti-wanti untuk melunasinya. Kalau tidak bisa, maka kemungkinan terburuk akan saya alami, seperti di film atau sinetron. Yaitu, diusir atau disuruh mencari kost baru. Saya pun berdoa yang terbaik semoga tidak terjadi apa-apa. Deadline akhir Juli 2021 agar bisa melunasi tunggakan kost saya yang jumlahnya hampir Rp4 juta.

          Sementara, kondisi PPKM membuat saya semakin sulit dan terjepit. Saya tidak bisa ke mana-mana dengan bebas, untuk berjualan. Hasil dari penjualan hanya untuk makan sehari-hari dan membeli kuota internet. Untuk kerja saya, update tulisan dan kuliah online anak saya.  

          Sungguh, saat Pandemi kali ini menjadi PUNCAK TANGIS SAYA. Sehabis mendapatkan teguran dari “yang punya kost”, saya berusaha untuk bebasin pikiran saya. Kini, kegundahan saya berpindah ke istri saya. Semalam, istri saya tidak bisa tidur. Bukan karena banyak nyamuk, tetapi pikiran negatif selalu terbayang. Jika, dengan terpaksa kami dikeluarkan dari kost.

          Jawabannya cuma satu? Mau pindah ke mana? Uang pun hanya untuk makan. Mau bayar kost baru pakai apa? PERTANYAAN BESAR YANG SELALU BERKECAMUK HINGGA TULISAN INI SAYA BUAT.

          Saya memahami bahwa ALLAH SWT tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuannya. Dan, jawaban saya hanya satu, SHOLAT DAN BERDOA. Semoga ujian ini cepat berakhir. Kapan? Hanya ALLAH SWT Yang Maha Tahu.


Post a Comment for "PUNCAK TANGIS KALA PANDEMI (BAGIAN 2)"