Kantor Banjar Tegeh Sari Desa
Pekraman Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar Bali (Sumber: dokumen
pribadi)
“Masyarakat
bisa mandiri untuk menciptakan ketahanan pangan dan bisa mengelola sampah dengan
memilah sampah organik dan anorganik di rumah masing-masing” (Kaling
Banjar Tegeh Sari Bapak I Nyoman Sudarma)
Bersyukur,
kondisi cuaca Kota Denpasar terlihat bersahabat pada hari Kamis, 7 Oktober 2021
kemarin. Meskipun, dua hari sebelumnya diguyur hujan, yang membuat udara Kota
Denpasar terasa lembab. Saya meluncur ke sebuah Banjar di kawasan Kota Denpasar
yang letaknya kurang lebih 7 km dari tempat tinggal saya. Banjar tersebut
bernama BANJAR TEGEH SARI. Lokasinya berada di Desa Pekraman Tonja,
Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar, Bali.
Banjar
Tegeh Sari yang luasnya hampir 29 kali luas lapangan sepak bola tersebut,
menarik hati saya untuk membuat liputan khusus. Bukan karena kondisi banjar
yang mempunyai 1.309 KK (Kepala Keluarga) atau sekitar 5.223 jiwa. Tetapi, ada
sebuah kearifan lokal berbasis Banjar yang berhubungan dengan lingkungan. Untuk
mendapatkan informasi yang menarik tersebut, maka saya menemui 2 orang yang
berkompeten. Saya bisa menyebutnya Pahlawan Lingkungan Banjar, yaitu: 1)
Bapak Gede Mantrayasa; dan 2) Kepala Lingkungan (Kaling) Bapak I Nyoman
Sudarma.
Kedua
orang tersebut benar-benar ramah dan bersahabat. Mereka mau berbagi tentang
pengalaman uniknya. Bicara secara blak-blakan, cara membuat kondisi
lingkungan Banjar Tegeh Sari yang lebih humanis (bersih dan sehat). Program
Ketahanan Pangan dan Manejemen Sampah adalah 2 program andalan yang berhasil
mereka eksekusi untuk warganya.
Ketua Satgas Banjar Berseri Astra Bapak
Gede Mantra Yasa dan Kaling (Kepala Lingkungan) Banjar Tegeh Sari Bapak I
Nyoman Sudarma. Dua sosok yang berjasa dalam program ketahanan pangan dan
manajemen sampah (Sumber: dokumen pribadi)
Bahkan,
menurut Bapak Gede Mantrayasa selaku Ketua Satgas Banjar Tegeh Sari menyatakan
bahwa Banjar Tegeh Sari bertekad untuk menghadirkan Green Space (kawasan
hijau) di daerahnya. Gagasan berbasis lingkungan tersebut telah dirancang sejak
beberapa tahun yang lalu. Dan, gagasan inilah yang menarik perhatian Astra
Indonesia menjadi salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) 2021, yang
mengembangkan 4 pilar, yaitu: 1) Kesehatan; 2) Pendidikan; 3) Lingkungan; dan
4) Kewirausahaan.
MENCIPTAKAN KETAHANAN PANGAN
Penting
tentang teori Thomas Robert Malthus (1798) dalam bukunya yang berjudul “Essay
Of The Principle of Population is Affect the Future Improvement of Society”.
Teori tersebut menggambarkan bahwa pertambahan penduduk akan mengikuti
deret ukur dan pertambahan bahan makanan mengikuti deret hitung. Dengan kata
lain, pengelolaan pangan yang kurang maksimal bisa menyebabkan
ketidaktersediaan pangan untuk masyarakat. Kita menyadari bahwa ada 3 hal
penting yang selalu menjadi isu penting dalam sebuah negara, yaitu: 1) pangan;
2) militer; dan 3) senjata. Dan, isu panganlah yang selalu menarik perhatian
dunia.
Itulah
sebabnya, masalah ketahanan pangan selalu menjadi topik utama bangsa Indonesia.
Setiap pemerintah daerah hingga pemerintah terkecil desa seperti RT/RW atau Banjar
menggalakkan program ketahanan pangan. Melihat hal tersebut, maka Banjar Tegeh
Sari berkomitmen untuk menciptakan ketahanan pangan secara mandiri. Program
ketahanan pangan tersebut dilakukan secara pelan, tapi pasti (slow but sure).
Dan, Program Ketahanan Pangan pun dieksekusi sejak awal tahun 2020.
Pembibitan
Variasi Sayuran
Atas
kolaborasi kinerja Bapak Gede Mantrayasa dan Kaling Bapak I Nyoman Sudarma,
maka dibuatlah kebun (demplot) pembibitan sayuran. Sekarang ini, sudah
ada 3 kebun pembibitan, yaitu 1) demplot Sari Dewi 2) demplot STT
(Sekaa Teruna Teruni), dan 3) demplot Lansia. Di demplot Sari Dewi
sendiri, telah dikembangkan berbagai macam bibit sayuran, seperti: 1) Cabe; 2)
Pokcai; 3) Kailan; 4) Sawi; 5) Bayam; 6) Terong; 7) Seledri; dan lain-lain.
Ada
pepatah yang menyatakan bahwa Usaha Tidak Akan Mengkhianati Hasil. Kini,
masyarakat Banjar Tegeh Sari menyadari tentang perlunya ketahanan pangan di
wilayahnya. Mereka pun dengan senang hati bergotong-royong untuk menciptakan
ketahanan pangan, dengan mengembangkan bibit berbagai jenis sayuran.
Diakui
oleh Bapak Made Dangin selaku penanggung jawab demplot Sari Dewi. Bahwa,
bibit-bibit yang ada, banyak yang dipesan oleh masyarakat luar Banjar Tegeh
Sari, seperti pembeli dari Canggu Badung Bali yang memesan 400 bibit terong. Juga,
banyak kaum ekspatriat (bule) yang telah memesan bibit-bibit yang
digalakkan oleh pihak banjar.
Saya bersama Kaling Banjar Tegeh Sari
Bapak I Nyoman Sudarma (tengah), Bapak Made Dangin (kiri) selaku penanggung
jawab demplot Sari Dewi (Sumber: dokumen pribadi)
Sebelumnya,
pupuk yang digunakan untuk pemeliharaan bibit diperoleh dari belanja pupuk yang
dibuat pabrik. Selama 3 bulan, telah menghabiskan kurang lebih 4 ton pupuk
buatan pabrik untuk menyuburkan bibit yang ada di 3 demplot. Tetapi, pihak
Banjar Tegeh Sari merasakan kebutuhan dana yang cukup besar untuk belanja pupuk
tersebut.
Pembibitan sayuran dengan pupuk buatan
pabrik (Sumber: dokumen pribadi)
Dari
kondisi dana untuk pembelian pupuk yang cukup besar, maka timbul ide besar
untuk membuat pupuk organik (kompos) secara mandiri. Kompos tersebut dihasilkan
dari pengolahan sampah organik. Diakui, pupuk organik tersebut lebih
menyuburkan tanaman, dibandingkan dengan pupuk buatan pabrik.
Pupuk organik atau kompos produksi
sendiri (Sumber: dokumen pribadi)
Menarik,
kebutuhan pupuk organik sangat mencukupi. Bahkan, pihak banjar akan memperluas
tempat pembuatan pupuk organik tersebut. Hal ini dilakukan agar ketersediaan
pupuk organik selalu terjaga. Tentu, bukan hanya menghemat pengeluaran untuk
tidak belanja pupuk buatan pabrik. Tetapi, agar sayuran bisa tumbuh lebih alami
(organik) untuk konsumsi masyarakat.
Pembibitan berbagai jenis sayuran
dengan pupuk organik (Sumber: dokumen pribadi)
Di
demplot kedua (demplot STT), tidak berbeda jauh dengan demplot Sari
Dewi. Demplot yang berada kurang lebih 500 meter dari demplot Sari Dewi, menyiapkan
tempat pembibitan berbagai macam sayuran. Ruangan (house) yang ada
hampir sama dengan demplot Sari Dewi. Tetapi, yang membedakan di demplot STT
adalah keberadaan kebun yang luasnya hampir seluas lapangan futsal. Di kebun
tersebut, ditanam berbagai macam sayuran yang siap panen. Sayuran cabe, kacang
panjang dan terong terlihat mendominasi di kebun ini.
Pembibitan dengan pupuk organik di
demplot kedua (Sumber: dokumen pribadi)
Sebagai
informasi, hasil panen sayuran dari semua demplot yang ada, diperuntukan untuk
kelangsungan operasional Program Ketahanan Pangan. Adapun, hasil dari
pembibitan hingga penjualan bibit atau hasil panen, terbagi menjadi 4, yaitu: 1)
10% untuk pengelolaan kebun; 2) 10% untuk biaya transportasi; 3) 5% untuk Sales
(pihak penjualan); dan 4) pengurus pembibitan. Selanjutnya, dari 75% kebutuhan
pengurus tersebut, sebanyak 25% dialokasikan untuk pembibitan.
Berdayakan
Lahan Tidur
Pengembangan
ketahanan pangan Banjar Tegeh Sari, bukan hanya pembibitan sayuran di demplot
Sari Dewi. Tetapi, pihak banjar telah mengeksekusi dengan baik untuk
pemanfaatan lahan tidur. Hal yang pertama dilakukan adalah penanaman sayuran di
bantaran sungai, yang berada tidak jauh dari demplot Sari Dewi. Bantaran sungai
tersebut, sebelumnya merupakan tempat pembuangan sampah. Kini, beberapa bagian
dari bantaran sungai tersebut, disulap menjadi kebun berbagai jenis sayuran,
yang berdaya guna bagi masyarakat.
Dampaknya,
sungai terlihat lebih bersih. Dan, hanya sampah-sampah daun bambu yang jatuh di
sepanjang bantaran sungai. Jika, sepanjang bantaran sungai, yang melintasi
Banjar Tegeh Sari bisa dimanfaatkan secara maskimal, dengan penanaman berbagai
sayuran. Maka, tidak menutup kemunginan, Banjar Tegeh Sari akan menjadi banjar
dengan ketahanan pangan yang baik, khususnya ketersediaan sayuran.
Penanaman berbagai sayuran di bantaran
sungai (Sumber: dokumen pribadi)
Pemanfaatan
lahan tidur makin menyebar luas ke gang-gang banjar. Saya melihat di kanan dan
kiri gang rumah-rumah penduduk ditanami dengan berbagai sayuran organik. Warga
banjar bebas memetik sayuran tersebut, sepanjang untuk dikonsumsi sendiri.
Tidak untuk dijual ke orang lain. Sungguh, gang-gang Banjar Tegeh Sari terlihat
lebih hijau. Tentu, bukan hanya mampu mencukupi pangan warga. Tetapi, berdampak
langsung terhadap kondisi udara sekitarnya menjadi lebih bersih dan sehat.
Penanaman berbagai sayuran di kanan
dan kiri gang banjar (Sumber: dokumen pribadi)
Tidak
kalah penting di demplot kedua (demplot STT). Di mana, selain pembibitan, pihak
banjar telah menanam berbagai macam sayuran. Beberapa sayuran dalam kondisi
siap panen, seperti sayuran cabe hijau dan terong. Dengan penyemprotan organik menggunakan
molase (pengganti pestisida), sayuran tersebut tumbuh lebih sehat. Saya
pun mencoba menikmati kacang panjang yang dipetik langsung dari pohonnya.
Sungguh, tidak merasakan dampak negatif bagi tubuh seperti pusing, gatal-gatal
di mulut atau alergi.
Penanaman berbagai sayuran di demplot
kedua (Sumber: dokumen pribadi)
Bahkan,
Kaling Bapak I Nyoman Sudarma mengajak saya untuk memanen sayuran unik yaitu Bayam
Brasil. Bayam ini tumbuh subur di sekeliling kebun sayuran tersebut. Terlihat
seperti bunga mangkok, ternyata Bayam Brasil ini sangat baik untuk lalapan.
Bahkan, banyak warga yang memanfaatkan dengan mengolahnya menjadi keripik.
Tentu, akan menambah variasi ketahanan pangan warga.
Panen sayuran spesial yaitu Bayam
Brasil (Sumber: dokumen pribadi)
Budi
Daya Lele
Program
Ketahanan Pangan yang dilaksanakan oleh Banjar Tegeh Sari, bukan hanya
pengembangan pangan hayati saja. Tetapi, pihak banjar juga mengembangkan
ketahanan pangan hewani, yaitu: dengan pengembangan Budi Daya Ikan
Lele. Atas bantuan dari Kagama
(Universitas Gajah Mada) Yogyakarta, maka budi daya 2 tabung kolam ikan lele
dilakukan secara serius pihak banjar.
Sedangkan,
pasca panen ikan lele, pihak banjar telah menyiapkan teknologi mesin
pencacah ikan lele. Di mana, mesin pencacah dan 2 tabung kolam ikan lele
tersebut, berada dalam satu ruangan (house), di samping ruangan
pembibitan sayuran. Unik, air dari kolam ikan lele tersebut digunakan untuk
menyirami bibit sayuran.
Kaling Bapak I Nyoman Sudarma sedang
menebar pakan lele (Sumber: dokumen pribadi)
Pertanian
Mandiri
Sebuah
anugerah besar, ketika Banjar Tegeh Sari mempunyai sang pelopor lingkungan,
seperti: Bapak Gede Mantrayasa dan Bapak I Nyoman Sudarma. Mengapa?
Mereka bukan hanya penggagas program yang berbasis lingkungan. Tetapi, mereka
adalah sosok Lead by Example (mengajar dengan contoh). Kata orang Jawa,
mereka bukanlah sosok Jarkoni, yang gelem (mau) mengajari, tetapi
gak mau ngelakoni (melakukan). Mereka adalah sosok pendorong masyarakat
dengan contoh.
Di
rumahnya bapak Gede Mantrayasa, saya melihat halaman rumahnya dipenuhi dengan
konsep hijau. Yaitu, sistem pertanian mandiri. Banyak pot-pot atau polybag
tanaman yang menghiasi halaman rumahnya. Lagi, di rumah Bapak I Nyoman Sudarma
juga dipenuhi dengan pot-pot sayuran, yang tumbuh dekat dengan tempat
persembahyangan (merajan). Bayangkan, jika halaman anda dipenuhi dengan
sayuran yang telah berbuah. Saya yakin, anda tidak perlu mengeluarkan dana
untuk belanja sayuran di pasar atau mini market terdekat. Sebuah konsep
pertanian mandiri yang menciptakan konsep ketahanan pangan dari keluarga.
Pertanian mandiri untuk menciptakan ketahanan pangan yang berada di halaman rumah-rumah penduduk (Sumber:
dokumen pribadi)
Penciptaan
Eco Enzym
Ketahanan
pangan akan berdampak maksimal, jika diiringi dengan teknologi yang ramah
lingkungan. Banjar Tegeh Sari telah mengembangkan pemanfaatan ECO ENZYM.
Atas ilmu berharga dari Komunitas Eco Enzym Nusantara, maka Eco Enzym
dikembangkan di masyarakat Banjar Tegeh Sari.
Perlu
diketahui bahwa Eco Enzym sangat ramah lingkungan. Adapun, manfaat dari Eco
Enzym adalah: 1) menjernihkan air; 2) menambah kesuburan tanaman karena
kandungan gizi tanaman; 3) pengganti semprotan disinfektan saat Pandemi
Covid-19; dan 4) membuat kondisi udara lebih baik untuk kesehatan masyarakat. Untuk
membuat Eco Enzym, maka anda bisa meraciknya sendiri. Eco Enzym
ini merupakan campuran antara Gula, buah dan air dengan perbandingan 1, 3 dan
10.
Pengembangan Eco Enzym yang
multi guna (Sumber: dokumen pribadi)
PENGELOLAAN SAMPAH
“Jika
hal ini tidak ditangani dengan baik, akan berpengaruh terhadap pariwisata.
Perlu dukungan semua pihak”
Pernyataan
dari Gubernur Bali Wayan Koster saat menghadiri diskusi kelompok terfokus (Focus
Group Discussion atau FGD) tentang Penyusunan Pedoman Pengelolaan Sampah
Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat di Kota Denpasar, yang dilansir
oleh (Inews.com, 20/03/2021). Sejatinya, pengelolaan sampah berbasis
masyarakat banjar telah diperkuat oleh: 1) Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor
47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber; 2) Peraturan Walikota
Denpasar Nomor 76 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Swakelola Pengelolaan Sampah;
dan 3) Surat Edaran Walikota Denpasar Nomor 658/6766/DLHK Tanggal 10 Desember
2020.
Sehubungan
dengan peraturan-peraturan tersebut, maka masyarakat diharapkan mampu melakukan
swakelola sampah di lingkungannya masing-masing. Tidak ketinggalan, Banjar
Tegeh Sari telah melakukan swakelola sampah. Wilayah Banjar Tegeh Sari terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu: 1) bagian barat; 2) bagian tengah; dan 3) bagian
timur. Menurut Kepala Lingkungan (Kaling) Banjar Tegeh Sari Bapak I Nyoman
Sudarma menyatakan bahwa setiap bagian banjar membutuhkan 2 unit truk untuk
mengangkut sampah setiap harinya. Sedangkan, untuk memaksimalkan pengangkutan
sampah hingga memasuki gang-gang kecil, pihak banjar telah mengoperasikan 3 moci
(kendaraan pengangkut sampah).
Kaling
memberikan informasi tentang manajemen sampah di daerahnya. Di mana, masyarakat
secara penuh (100%) sudah melakukan pengelolaan sampah secara mandiri
(swakelola). Masyarakat banjar juga secara terus-menerus diberikan pemahaman
atau edukasi untuk melakukan pemilahan sampah (organik dan anorganik).
Moci
atau angkutan sampah sebagai upaya swakelola sampah warga (Sumber: dokumen
pribadi)
Sasaran
pemberian edukasi lingkungan juga menyasar kalangan remaja. Keterlibatan kalangan
remaja tersebut dikelola dalam sebuah organisasi yang baik bernama Salam
Natah Rare. Adapun, hal yang dilakukan terhadap kaum remaja adalah
pemberian pemahaman tentang pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pihak PPLH
(Petugas Penyuluh Lingkungan Hidup) secara menetap atau door to door. Tentu,
informasi yang ditujukan untuk kalangan remaja tersebut, melibatkan sinergitas
antara Desa Adat dan Desa Dinas.
Berdayakan
Bank Sampah
Demi
mendapatkan nilai tambah, maka pengelolaan sampah dengan pemilahan sampah di
Banjar Tegeh Sari dilakukan oleh Bank Sampah “Sari Dewi”, yang diketuai oleh
Ibu Komang Ariani. Bank Sampah tersebut bermanfaat untuk masyarakat banjar.
Bukan hanya menambah penghasilan tambahan. Tetapi, masyarakat diberikan edukasi
tentang pemilahan sampah organik dan anorganik.
Pihak
Bank Sampah selalu bersemangat melakukan mentoring (pendampingan) kepada
ibu-ibu, yang berada di setiap gang banjar. Bahkan, pihak Bank Sampah juga
memberikan pendampingan tentang pembuatan Eco Enzym dan Molase
(untuk penyemprotan tanaman pengganti pestisida). Bukan hanya itu, Bank Sampah
juga membudidayakan magot untuk mempercepat pembusukan sampah. Dan,
pembusukan sampah tersebut akan menghasilkan kompos organik bagi tanaman.
Kaling Bapak I Nyoman Sudarma (kiri) dan Ketua Bank
Sampah Ibu Sari Dewi Komang Ariani (tengah) menunjukan molase dan
budidaya magot untuk proses penguraian sampah (Sumber: dokumen pribadi)
Pengembangan
Tong Komposter
Berkunjung
ke rumah tinggal Kaling Bapak I Nyoman Sudarma, serasa melihat langsung praktek
untuk mengelola lingkungan yang lebih humanis. Di rumah yang terasa asri dan
adem tersebut, telah dijamu dengan bukti pengelolaan sampah, dengan praktek
pemilahan sampah organik dan anorganik. Menurut Kaling, besaran masyarakat
Banjar Tegeh Sari yang telah melakukan aksi pemilahan sampah berkisar pada
angka 50%. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang
dibuka atau tutup selama musim Pandemi Covid-19.
Pemilahan sampah organik dan
anorganik secara swadaya warga banjar (Sumber: dokumen pribadi)
Saya
juga ditunjukan, bagaimana Kaling memanfaatkan halaman rumahnya dengan menerapkan
Tong Komposter. Tong Komposter tersebut terbuat dari beton yang ditanam
dalam tanah. Ada 2 Tong Komposter besar yang mempunyai diameter kurang lebih 80
cm, dan kedalaman 2,5 meter. Tong Komposter besar tersebut dibuat untuk
menyimpan sampah-sampah organik, yang selanjutnya akan menjadi kompos organik.
Selain
Tong Komposter besar, halaman Kaling juga terdapat 6 Tong Komposter kecil dengan
diameter 20 cm, dan kedalaman 1 meter. Salah satu Tong Komposter kecil tersebut
berada di lingkungan tempat persembahyangan agama Hindu (merajan).
Keberadaan Tong Komposter kecil tersebut untuk menyimpan sampah-sampah sarana persembahyangan,
yang mayoritas organik (dedaunan dan bunga). Saya melihat langsung, bagaimana
sampah organik dimanfaatkan langsung ke dalam Tong Komposter, agar bisa menjadi
kompos organik.
Pembuatan Tong Komposter dan biopori
di rumah Kaling Bapak I Nyoman Sudarma (Sumber: dokumen pribadi)
Kaling
Bapak I Nyoman Sudarma mengakui bahwa kurang lebih 25% masyarakat Banjar Tegeh
Sari telah melakukan progam Tong Komposter di rumahnya masing-masing. Untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat, dibutuhkan edukasi secara intensif. Tetapi,
dengan bukti nyata tersebut, warga Banjar Tegeh Sari akan merasakan manfaat
lingkungan yang lebih humanis.
Pemanfaatan
Magot
Ternyata,
bukan hanya pertanian mandiri dan pembuatan Tong Komposter. Di rumah Kaling
Bapak I Nyoman Sudarma juga telah dikembangbiakan magot. Budi daya magot
tersebut sangat baik untuk membuat kompos organik lebih cepat. Budi daya magot
secara kecil-kecilan dengan menggunakan ember kecil dan kotak buah-buahan
tersebut, sangat berharga untuk membuat kompos organik di lingkungan keluarga.
“Baru
tahap kecil-kecilan budi daya magotnya mas”
Bagi
saya, bukan masalah kecilnya, tetapi eksekusi yang dilakukan Kaling Bapak I
Nyoman Sudarma tersebut sungguh berharga. Bukan hanya memberi contoh buat warga
Banjar Tegeh Sari. Tetapi, beliau telah menciptakan kondisi lingkungan
keluarganya lebih humanis. Manajemen sampah dan pertanian mandiri adalah sebuah
aksi yang harus terus digerakan buat orang lain. Agar, kondisi lingkungan
masyarakat lebih bersih dan sehat. Kondisi tersebut juga menjadi bentuk
kewirausahaan mandiri dalam lingkungan keluarga. Perlu diingat bahwa semua
gerakan kebaikan secara massal berawal dari sebuah tindakan yang berasal dari lingkungan yang paling kecil
bernama keluarga.
Budidaya magot yang dikelola
secara pribadi Kaling Bapak I Nyoman Sudarma (Sumber: dokumen pribadi)
KESEHATAN BALITA DAN LANSIA
Seperti
telah dibahas sebelumnya, Banjar Tegeh Sari juga mempunyai demplot Lansia.
Demplot Lansia tergolong unik. Karena, di demplot tersebut hanya untuk menanam
berbagai sayuran dan jenis bunga. Dengan tujuan untuk mengaktifkan para lansia
agar tetap aktif di masa tuanya. Karena memiliki halaman hampir dua kali luas
lapangan futsal, maka demplot Lansia juga digunakan sebagai tempat senam
jantung agar lansia tetap sehat.
Bikin
saya kaget, ternyata demplot Lansia pernah menjadi tujuan wisata program We
Love Bali Kota Denpasar. Di mana, program We Love Bali adalah program
untuk membangkitkan kembali aktifitas pariwisata seluruh Bali. Kebetulan saya
sendiri adalah alumni We Love Bali yang melakukan awareness (kesadaran)
pariwisata di pulau Nusa Penida, bulan Oktober 2020 lalu. We Love Bali
tersebut digagas oleh Kementerian Pariwisata RI dan Pemerintah Provinsi Bali.
Tempat untuk pemberdayaan para lansia
(Sumber: dokumen pribadi)
Hal
menarik lain dari Banjar Tegeh Sari yang tidak boleh dilewatkan adalah aktifitas
Posyandu di masa Pandemi Covid-19. Posyandu yang diketuai oleh istri Kaling
Banjar Tegeh Sari Ibu I Nyoman Sudarma tersebut, tetap melakukan tugasnya
sebagai pelayan kesehatan masyarakat, khususnya balita. Perlu diketahui bahwa
Posyandu Banjar Tegeh Sari ini pernah menjadi 10 besar Posyandu terbaik nasional.
Selama pandemi, pihak Posyandu tetap melakukan kinerjanya secara door to
door (dari pintu ke pintu) tatap muka dengan jadwal tertentu dan protokol
kesehatan (prokes).
Terakhir, pihak Banjar Tegeh Sari juga
secara berkala (3 bulan sekali) mengadakan acara Donor Darah sukarela. Menarik,
setiap pendonor darah bukan hanya mendapatkan vitamin atau obat tambah darah
selesai melakukan donor darah. Tetapi, pihak banjar memberikan kenang-kenangan
(oleh-oleh) berupa Eco Enzym, yang sangat berguna bagi tanaman dan
lingkungan sekitarnya. Sebuah aksi kesehatan yang selalu diselingi dengan
kepedulian terhadap lingkungan. Dan, Banjar Tegeh Sari telah memberikan bukti nyata,
bahwa lingkungan yang humanis (bersih dan sehat) adalah kebutuhan mutlak setiap
warga.
Langkah baik Banjar Tegeh Sari yang mengelola lingkungan lebih humanis membuat senyum Indonesia ...