Peran orang tua terhadap tumbuh
kembang anak dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) (Sumber: sarihusada.co.id/diolah)
Dalam
rangka memperingati Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) 2021, Danone
Indonesia menyelenggarakan webinar keren tentang Pentingnya Dukungan Nutrisi
Optimal Pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB). Yang diselenggarakan
secara online tanggal 29 September 2021, pukul 10.00-12.00 WIB, melalui
aplikasi Zoom dan Youtube Nutrisi Untuk Bangsa.
Webinar yang diadakan Danone Indonesia
tentang peran orang tua terhadap anak dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
(Sumber: Danone Indonesia)
NARASUMBER KOMPETEN
Webinar
dihadiri oleh 2 narasumber kompeten,
yaitu: 1) dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, Sp.A(K), M.Kes.; dan 2) DR. dr. I Gusti
Lanang Sidiartha, Sp.A(K).
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) bukanlah penyakit turunan.
Narasumber
pertama adalah dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, Sp.A(K), M.Kes. (Dokter Spesialis Anak
Konsultan Kardiologi). Beliau juga menjabat sebagai KSM atau Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Hasan Sadikin FK. UNPAD Bandung dan UKK Kardiologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Materi yang dipaparkan adalah “Penyakit Jantung Bawaan: Peran
Orang Tua Untuk Tumbuh Kembang Optimal”
dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, Sp.A(K),
M.Kes. (Dokter Spesialis Anak Konsultan Kardiologi) (Sumber: Danone Indonesia)
Keberadaan
Jantung sangat penting dalam tubuh manusia. Tanpa jantung, manusia tidak akan
bisa hidup. Jantung berfungsi sebagai pemompa darah, selanjutnya men-deliver
oksigen dan nutrisi.
Anatomi dan fungsi jantung (Sumber:
presentasi dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, Sp.A(K), M.Kes.)
Tidak
dipungkiri, bayi atau anak pun bisa terkena jantung. Ada 2 penyakit jantung
yang dialami oleh bayi atau anak yaitu: Pertama, PJB (Penyakit Jantung Bawaan)
atau Congenital Heart Disease/CHD. Di mana, terjadi kelainan struktur
anatomi, letak dan fungsi jantung akibat gangguan pembentukan organ jantung
pada trimester awal kehamilan yang terbawa sampai lahir. Kedua, Penyakit
Jantung Didapat (PJD) atau Acquired Heart Disease. Penyakit jantung yang
terjadi akibat proses kelainan atau peyakit lain yang didapat.
PJB
di Indonesia terjadi pada 1 di antara 100 bayi lahir atau 40-50.000 per tahun.
Selanjutnya, dari PJB tersebut terbagi menjadi 2 yaitu 1) Non-Kritis (37.500
per tahun); dan 2) PJB Kritis (25% atau 17.500 per tahun). Kondisi-kondisi yang
terjadi seperti jantung bocor, katup sempit atau tidak lengkap atau buntu,
pembuluh darah terbaik, salah masuk, bilik tunggal dan lain-lain.
Lantas,
apa sih yang menyebabkan PJB? Perlu diketahui bahwa faktor
yang berisiko menyebabkan PJB, adalah: 1) infeksi kehamilan: torch 2)
penyakit ibu: diabetes, lupus, hipertensi; 3) konsumsi obat, rokok, alkohol; 4)
nutrisi tidak seimbang 5) kelainan genetik janin dan 6) Riwayat keluarga dengan
kelainan jantung.
Orang
tua juga perlu memahami gejala dan tanda PJB. Di mana, gejala dan tanda PJB,
adalah: 1) kebiruan; 2) nafas cepat atau sesak nafas; 3) kelelahan saat
aktivitas atau menyusui; 4) pertumbuhan terhambat atau berat badan sussah naik;
5) perubahan bunyi dan letak jantung; 6) infeksi paru berulang; 7) kelainan
bawaan atau sindrom; 8) pingsan atau berdebar atau nyeri dada; 9) kurus
stunting; dan 10) keliatan “sehat”.
Gejala dan tanda Penyakit Jantung
Bawaan (PJB) (Sumber: presentasi dr. Rahmat Budi Kuswiyanto, Sp.A(K), M.Kes.)
Hal
penting yang perlu dipahami orang tua adalah dampak yang sangat nyata dari PJB
terhadap tumbuh kembang anak. Bahkan, dampak PJB bisa menyebabkan gagal tumbuh.
Hal ini dikarenakan: 1) serapan nutrisi insufisien; 2) kebutuhan energi
meningkat; dan 3) asupan nutrisi tidak adekuat (tidak cukup). Dan, berdampak
pada 1) asupan berkurang; 2) hormon pertumbuhan; 3) gangguan saluran cerna; 4)
gangguan metabolisme; dan 5) genetik dan penyakit lain.
Maka,
sebelum terjadinya dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak. Orang tua perlu
melakukan pemeriksaan rutin. Yaitu, dengan melakukan:
1) konsultasi; 2) EKG dan ronsen dada secara rutin; 3) secara khusus, melakukan
echocardiography dan kateterisasi; dan 4) dilanjutkan dengan CT-SCAN dan
MRI.
Pemeriksaan dengan
echocardiography dan kateterisasi (Sumber: presentasi dr. Rahmat Budi
Kuswiyanto, Sp.A(K), M.Kes.)
Namun,
jika anak sudah terkena PJB, Maka, orang tua bisa melakukan tata laksana seperti:
1) Memberikan obat-obatan dan nutrisi; 2) Paliatif; dan 3) Definitif. Bisa
dilakukan pembedahan, non-bedah (catheter intervention) dan Hybrid
Intervention.
Agar
anak dengan PJB bisa tumbuh kembang optimal, maka hal-hal yang diperlukan sejak
awal oleh orang tua, adalah: 1) melakukan identifikasi; 2) diagnosis; dan 3)pengobatan
umum dan khusus. Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua, seperti:
1. Bawa ke faskes terdekat
bila ada tanda dan gejala PJB.
2. Konsultasikan
ke dokter anak atau konsultan kardiologi.
3. Asuhan
nutrisi.
4. Memantau
tumbuh kembang.
5. Vaksinasi
rutin.
6. Jaga
kesehatan gigi dan mulut.
7. Obati
infeksi dengan tuntas: ISPA, radang telinga.
8. Menyesuaikan
aktivitas.
9. Tidak
panik, menyesuaikan saran dokter.
10. Ikhlas,
ikhtiar, sabar dan tawakal.
Penting,
jika status nutrisi yang tidak optimal sangat berdampak terhadap luaran PJB,
yaitu:
1. Pre-Operasi
(mortalitas dan morbiditas meningkat, penundaaan tindakan, infeksi dan lama
rawat).
2. Pasca-Operasi
(mortalitas dan morbiditas meningkat, gagal organ, lama rawat ICU, dan
infeksi),
3. Kontrol
(Morbiditas-komplikasi, gangguan tumbuh kembang, dan Neurodevelopmental).
Narasumber
kedua yang tampil adalah DR. dr. I Gusti Lanang Sidiartha, Sp.A(K) selaku Dokter
Spesialis Anak, Konsultan Kardiologi Nutrisi dan Penyakit Metabolik dan ketua
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) cabang Bali 2014-2020. Materi yang
dipresentasikan dalam webinar tersebut berjudul “Manajemen Nutrisi Optimal pada
Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan”.
DR. dr. I Gusti Lanang Sidiartha,
Sp.A(K) (Sumber: Danone Indonesia)
Setelah
pembahasan masalah lebih spesifik ke PJB. Narasumber kedua lebih membahas ke
masalah malnutrisi, khususnya yang berhubungan anak dengan PJB. Sebagai informasi,
malnutrisi dibagi menjadi 2 yaitu 1) Primer (kemiskinan,
tidak terurus, tidak mengerti nutrisi); dan 2) Sekunder (penyakit kronis PJB,
Kanker, TB, HIV).
Persentase Malnutrisi pada anak dengan PJB sebanyak 80,2% (Ringan
16,3%, Sedang 24,1%, Berat 39,8%). Malnutrisi berat lebih sering terjadi pada PJB
tipe sianosis dibandingkan asianosis. Dikarenakan, gizi baik lebih banyak
pada PJB asianosis. Kasus PJB paling sering adalah: 1) VSD (42,9%); dan
2) TOF (17,3%).
Perlu diketahui, anak dengan PJB sangat rentan terjadinya
malnutrisi. Alasan yang mendasari bahwa PJB sering mengalami malnutrisi
(dalam hal ini kurang gizi) karena:
1. Asupan
nutrisi tidak adekuat (tidak cukup).
1) Anak
PJB mudah lelah, sering terhenti bila makan atau minum, bahkan sejak bayi
sehingga asupan nutrisi tidak sesuai dengan kebutuhannya.
2) Anak
PJB sering mengalami inflamasi atau infeksi yang menyebabkan nafsu makan
menurun.
3) Pembatasan
pemberian cairan bila anak dengan PJB mengalami gagal jantung.
2. Kebutuhan
nutrisi meningkat.
1) Anak
PJB mengaami metabolisme basal lebih tinggi teruatama pada saat aktif atau
menangis sehingga kebutuhan nutrisi meningkat.
2) Anak
PJB sering mengalami inflamasi atau infeksi yang menyebabkan kebutuhan
meningkat.
3. Penyerapan
nutrisi pada usus terganggu.
Anak
PJB seringkali mengalami gangguan penyerapan nutrisi pada usus teruatama anak
PJB dengan tipe sianosis.
Malnutrisi
terjadi sejak usia dini sebesar 15-41% pada usia 1 bulan pertama. Di mana, 1)
gizi kurang atau buruk dan atau stunting; 2) lebih sering pada tipe sianosis. Dampak
PJB terhadap tumbuh kembang anak. Kondisi malnutrisi tersebut memberikan
dampak:
1. Gangguan
kognitif.
2. Daya
tahan tubuh rendah atau mudah sakit.
3. Prognosis
PJB buruk (memperparah kerusakan otot jantung, komplikasi lebih tinggi bila
dilakukan operasi jantung, dan penyembuhan luka lebih lama).
Orang
tua harus berusaha sebaik mungkin, agar anak dengan PJB bisa tumbuh kembang
dengan baik. Namun, gagal tumbuh dengan masalah Berat Badan (BB) merupakan hal yang
paling awal karena malnutrisi. Sebagai informasi, kenaikan berat badan di bawah
persentil-5 menurut tabel WHO, dikatakan gagal tumbuh. Jika bayi lahir
dengan BB 3kg, dan pada saat usia 1 bulan, BB 3,4 kg. Maka, dikatakan gagal
tumbuh karena kenaikan BB di bawah
Oleh
karena itu, perlu adanya identifikasi dini malnutrisi melalui pemantauan
pertumbuhan melalui: 1) Timbang BB (peran orang tua); 2) Plot pada grafik atau tabel; 3) Interpretasikan dan 4) Lalukan
tindak lanjut.
Kebutuhan
nutrisi yang dihitung umumnya 1) Karbohidrat; 2) Lemak; dan 3) Protein. Cara menghitungnya tergantung berat ideal dan
usia panjang badan dikalilkan dengan RDA-nya. Target pemberian 80% dari RDA
tergantung rspon dari si anak. Anak dengan PJB terkadang memerlukan formula
dengan densitas kalori tinggi (ONS/Oral Nutrition Supplement) karena pembatasan
pemberian cairan.
Recommended Dietary Allowance
(RDA) Kalori (Sumber: presentasi DR. dr.
I Gusti Lanang Sidiartha, Sp.A(K)
ORANG TUA ANAK DENGAN PJB
Sungguh,
membersamai anak dengan PJB merupakan sosok orang tua yang luar biasa. Maka
dari itu, dalam webinar juga dihadiri oleh 2 orang tua (ibu) yang mempunyai
anak PJB yaitu Pertama adalah Ibu Yuli Lestari (dari Komunitas Kelainan Jantung
Bawaan).
Anaknya
yang bernama Nisa mengidap jantung bawaan. Nafasnya tampak cepat dan
terputus-putus saat disusui ibunya. Hal yang dilakukan oleh Ibu Yuli Lestari
adalah memberikan nutrisi yang seimbang. Dengan kata lain, sang ibu gita
mengejar status gizi untuk anaknya.
Nisa
telah mengalami operasi. Selanjutnya hal yang dilakukan adalah 1) kontrol rutin
(bulanan); 2) rawat jalan; dan 3) tetap memberikan nutrisi yang seimbang untuk
anak. Sekarang berumur 4 tahun, hidup
sehat dan cerdas.
Sedangkan,
orang tua dengan anak PJB yang kedua adalah Ibu Agustina Kurniati Kusuma yang
juga mempunyai anak PJB. Ibu Agustina merupakan anggota dari komunitas Little
Heast Community (LHC). Ia merasakan bahwa LHC seperti keluarga. Karena, semua anggota
komunitas selalu mendukung dan memberikan informasi untuk kesembuhan anaknya.
Dia
tahu harus ke dokter mana saja dan melakukan banyak terapi dan biaya yang harus
dikeluarkan. Karena, anak yang pertama bernama Abiel lahir secara prematur (umur
30 minggu). Dan, mengidap PJB dengan 4 kelainan jantung. Sebuah kondisi yang
sangat nmenekan psikis orang tua. Untung, dokter yang menanganinya memberikan
masukan positif.
“Ini
bisa disembuhkan atau operasi, asal dia dalam kondisi baik atau stabil”
Dengan
penanganan yang baik, akhirnya Abiel bisa hidup sehat dan cerdas. Hal itu
dikarenakan orang tua melengkapi anaknya dengan nutrisi yang seimbang. Sekarang,
anaknya berumur 6 tahun.
Tidaklah
mudah untuk mengakui anak dengan PJB. Sebuah hal yang berat atau tantangan.
Apalagi, harus berbagi pengalaman kepada orang lain tentang membersamai anak
PJB.
Dari
pengalaman dua orang tua dengan anak PJB di atas. Maka, peran orang tua
sangatlah penting dalam penyembuhan anak dengan PJB. Karena, PJB sejatinya adalah
titipan Allah SWT karena kondisi jantungnya dalam kondisi istimewa.
Orang
tua harus perhatian dan kooperatif dalam penanganan anak PJB. Dukungan dan
merawat dengan baik agar anak tersebut tumbuh optimal, sehat dan cerdas. Tidak
dipungkiri bahwa anak dengan PJB, tumbuh kembangnya berisiko terjadinya stunting.
Oleh
karena itu, orang tua harus rajin berkonsultasi ke dokter, agar nutrisi yang
diberikan ke anak PJB sesuai dengan anjuran dokter. Apalagi, tumbuh kembang
anak dengan PJB akan dipengaruhi oleh 3 hal penting. Yaitu, 1) Kompleksitas
kelainannya; 2) Adanya kelainan penyerta seperti Down Syndrome; dan 3)
Komplikasinya.
Hal
yang dilakukan orang tua, agar tidak menimbulkan risiko terjadinya anak PJB,
seperti 1) Jangan sampai terjadi kekurangan nutrisi pada ibu (baik makro maupun
mikro); 2) perlunya evaluasi berat badan agar ideal selama kehamilan; dan 3)
Kebutuhan nutrisi mikro seperti asam folat dan zat besi harus terpenuhi dengan
baik.
Perlu
diingat, penyakit jantung khususnya PJB pada anak masih menjadi penyakit dengan
biaya penanganan yang mahal. Namun, Pemerintah, melalui BPJS bisa meng-cover
penyakit tersebut. Sayangnya, asuaransi swasta tidak mau menanggung biaya
penyakit PJB.
“Merawat anak dengan PJB tidak sama dengan merawat anak normal, memerlukan ketelatenan dan kewaspadaan diri”.