Memahami Perbedaan Antara Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Memahami Perbedaan Antara Perbankan
Syariah
dan Perbankan Konvensional
Oleh Casmudi, S.AP
“Bank syariah berbeda dengan bank
konvensional dalam hal akad dan aspek legalitas, struktur organisasi, lembaga
penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja serta
corporate culture atau budaya” (www.ilmuonline.net)
Kehadiran
dunia perbankan sangat mempengaruhi roda perekonomian bangsa. Keberadaan
perbankan sungguh membantu masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan. Maksud
menggunakan jasa perbankan pun berbeda-beda, seperti: memudahkan melakukan transfer
keuangan, mendapatkan bunga tabungan, simpanan untuk kebutuhan yang tidak
terduga dan lain-lain. Tetapi, di sisi lain dengan menabung di bank seringkali saldo
kita justru semakin menyusut karena berbagai biaya bank atau administrasi dikarenakan
saldo yang tersimpan dalam rekening tidak mencapai ketetapan yang disyaratkan,
biaya transfer, biaya administrasi bulanan, biaya tarik lewat ATM dan lain-lain. Kondisi itulah yang sering
dialami oleh para nasabah jika menabung di bank konvensional, seperti: BCA,
Mandiri, BNI dan lain-lain.
Bank
Konvensional dan Bank Syariah
Perlu diketahui
bahwa bank konvensional adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara umum berdasarkan prosedur
dan ketentuan yang telah ditetapkan (ilmuonline.net).
Perkembangan
bank konvensional memang sudah tidak diragukan lagi. Keberadaan kantor cabang,
cabang pembantu, unit dan kantor kas hingga ke tingkat kecamatan di seluruh
Indonesia. Masyarakat Indonesia pun sudah mengenalnya dengan baik. Oleh sebab
itu, keberadaan bank konvensional sudah bukan hal yang baru. Keberadaannya sudah
seperti teman dalam transaksi keuangan sehari-hari. Berbagai jenis transaksi keuangan
pun sudah sangat familiar di telinga kita, seperti: simpanan atau tabungan,
giro, deposito, dan lain-lain.
Tetapi
keberadaan bank konvensional semakin ramai setelah hadirnya perbankan syariah. Keberadaan
bank syariah mulai dilirik masyarakat dan
menjadi pilihan yang baik. Hal ini dikarenakan banyak manfaat yang bisa diperoleh
dengan menggunakan jasa perbankan syariah. Dengan menggunakan “produk keuangan syariah” yang ada
di perbankan syariah, maka kita akan mendapatkan manfaat yang berbeda dibandingkan
dengan manfaat yang dapat diperoleh di bank konvensional.
Pengertian perbankan syariah dalam bahasa Arab adalah
al-Mashrafiyah
al-Islamiyah yang berarti suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya
berdasarkan hukum Islam (syariah). Pengertian
lainnya adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit
usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya (ilmuonline.net).
Apa yang
melandasi terbentuknya perbankan syariah? Pembentukan sistem dalam perbankan
syariah berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut
pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),
serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang
(haram).
Dasar hukum
larangan untuk melakukan riba berdasarkan pada kitab suci Alqur’an, antara
lain:
1.
QS. Al-baqarah : 278-279, yang artinya:
“Hai orang-orang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) ... Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu
tidak menganiaya dan tidak dianiaya”.
2.
QS. Ali- Imran : 130, yang artinya:
“Hai orang-orang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat keuntungan”.
Berdasarkan
dasar hukum yang ada di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, maka mulailah lahir
perbankan yang mengemban sistem syariah. Sebagai informasi bahwa menurut sejarah
kelahiran perbankan syariah pada abad ke-20 tidak terlepas dari hadirnya dua
gerakan renaisans Islam modern, yaitu:
gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis.
Selanjutnya, sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat
upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit
Ghamr di Kairo, Mesir.
Perkembangan perbankan
syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tujuan untuk mengakomodir
berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang
banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga
untuk mengambil prinsip kehati-hatian.
Kita memahami
bahwa perkembangan bank syariah memang belum sehebat bank konvensional. Banyak
faktor yang mempengaruhi, seperti: awal mula masyarakat mengenal bank syariah
lebih baru dan tingkat sosialisasi bank syariah yang tidak segencar bank
konvensional. Kantor cabang, cabang pembantu atau unit belum sebanyak bank
konvensional juga sangat mempengaruhi tingkat sosialisasi terhadap
masyarakat.
Kemajuan bank
syariah di era reformasi (tahun 1998-sekarang) ditandai dengan dikeluarkannya
UU No. 10 tahun 1998. Di mana, dalam UU tersebut diatur secara rinci mengenai landasan
hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah. UU tersebut memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka
cabang syariah/Unit Usaha Syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah.
Namun
perkembangan bank syariah dengan keluarnya UU tersebut belum menunjukan
taringnya alias jalan perlahan. Setelah diberlakukannya Undang-Undang (UU) No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008,
memberikan arahan dalam pengembangan industri perbankan syariah nasional
semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya
secara lebih cepat lagi. Akibatnya, rata-rata pertumbuhan aset perbankan
syariah melaju cepat lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir.
Kita berkeyakinan
bahwa perbankan syariah akan berkembang cepat di masa mendatang. Hal ini dilihat
dari segi ekonomi dan nilai bisnis. Perlu dipahami bahwa penduduk Indonesia lebih dari 80% beragama
Islam akan menyebabkan perkembangan perbankan syariah menjadi bisnis yang luar biasa. Memang,
berkembangnya bank konvensional membuat anggapan sebagian penduduk yang
beragama Islam berpendapat bahwa bunga bank bukan riba. Mengapa? Masyarakat beranggapan
bahwa karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank konvensioanal berjumlah
kecil. Tetapi, anggapan menurut syariat Islam hal tersebut tetap merupakan riba
yang diharamkan. Hal itulah yang menyebabkan perkembangan bank syariah akan
menjadi besar di masa mendatang.
Menurut Bank
Indonesia (BI) bahwa perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan
10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di
masa depan. Merujuk pada laporan dari International
Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah
terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh
dunia, yaitu: di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta
negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika
Fungsi
pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat meliputi:
1) Fungsi Penghimpuan Dana (Funding);
2) Fungsi Penyaluran Dana (Financing);
dan 3) Pelayanan Jasa (Service).
Sedangkan, sistem operasional dalam perbankan syariah, secara garis besar bisa digambarkan
seperti gambar berikut ini:
Bila
kita lihat gambar di atas, maka dalam operasional perbankan syariah menunjukan
bahwa dalam kerjanya menghasilkan beberapa produk keuangan syariah. Pola
operasional bank syariah berawal dari titipan
atau simpanan yang merupakan sumber dana (shahibul
Maal) yang meliputi: 1) Wadiah (jasa penitipan), adalah jasa
penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Bank
tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah;
dan 2) Mudharabah, nasabah menyimpan
dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi
terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan
nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Selanjutnya
dana dihimpun dalam bank syariah yang akan disalurkan (mudharib) dalam bentuk: 1) Prinsip
Bagi hasil, terdiri dari: Musyarakah
(Joint Venture) yang diterapkan
pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih
akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi
berdasarkan rasio ekuitas yang
dimiliki masing-masing pihak; dan Mudharabah,
perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang
diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian
ditanggung penuh oleh pihak Bank, kecuali kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
Dari prinsip
jual beli yang dijalankan, maka dana
bank syariah disalurkan dalam bentuk: 1) Murabahah,
di mana bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian
menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang
tersebut. Besarnya angsuran flat
sesuai akad diawal dan besarnya angsuran sama dengan harga pokok ditambah margin yang disepakati; 2) Salam, di mana bank akan membelikan
barang yang dibutuhkan di kemudian hari. Sedangkan pembayaran dilakukan di
muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik,
dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah
pihak; dan 3) Istishna' di mana
harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar
di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara
terpisah. Bank juga sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab
kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul
dari transaksi tersebut.
Oleh karena
itu, bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya. Akad yang dipakai
sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah adalah: 1) Wakalah (Perwakilan), seperti:
Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C; 2) Kafalah (Penjaminan) seperti:
Bank Guarantee, L/C, Charge Card; 3) Hawalah (Pengalihan Piutang) seperti: Bill Discounting, Post Dated Check (cek
mundur), anjak piutang; ddan 4) Sarf (Pertukaran
mata uang) seperti: Jual beli Valuta Asing.
Pada
prinsipnya, cara kerja bank konvensional dan bank syariah itu sangat berbeda. Bank
syariah berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar syari'at Islam, serta
menggunakan perangkat atau produk yang sesuai menurut syari'at dalam Islam.
Sedangkan, bank konvensional berdasarkan hukum positif. Perbedaan pokok antara
sistem bank syariah dan bank
konvensional dapat dilihat dari 4 (empat) aspek berikut ini: 1) Aspek Falsafah, di mana jika
di bank syariah tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi dan ketidakjelasan.
Sedangkan, pada bank Konvensional berdasarkan atas bunga; 2) Aspek Operasional, jika di bank syariah, dana masyarakat
berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil juka diusahakan terlebih dahulu. Serta penyaluran
pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan. Sedangkan, pada bank konvensional
dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh
tempo serta penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak
menjadi pertimbangan utama; 3) Aspek
Sosial, jika di bank syariah dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang
tertuang dalam Visi dan Misi bank. Sedangkan, pada bank konvensional tidak
tersirat secara tegas ; dan 4) Aspek
Organisasi, jika di bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah
(DPS). Sedangkan pada bank konvensional tidak
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Prinsip kerja Bank Syariah dan produk keuangan yang ditawarkan tersebut yang membuat “Aku Cinta Keuangan Syariah” tanpa ragu sedikit pun.
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa perkembangan bank konvensional memang luar biasa. Keberadaannya
hingga ke tingkat kecamatan. Oleh sebab itu,
masyarakat sangat memahami produk keuangan yang ditawarkan. Masyarakat
memanfaatkan produk keuangan tersebut untuk berbagai keperluan dalam transaksi
keuangan, seperti: tabungan atau simpanan, giro, deposito dan lain-lain. Secara
tidak langsung keberadaan bank konvensional memudahkan masyarakat dalam
melakukan kegiatan perekonomian.
Namun,
keberadaan bank konvensional dengan berbagai macam produk keuangan yang
ditawarkan mendapatkan respon yang beragam dari berbagai kalangan masyarakat.
Kita memahami bahwa penduduk Indonesia lebih dari 80% jumlah penduduk Indonesia
beragama Islam. Dampaknya, produk
keuangan yang ditawarkan bank konvensional dalam syariat Islam dianggap sebagai
transaksi yang mengandung riba. Di
mana, riba sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam (haram) seperti apa
yang telah ada dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Kondisi tersebut mengakibatkan muncul
sistem perbankan model baru yang sesuai dengan ajaran Islam (syariat) yaitu:
Perbankan Syariah. Produk keuangan yang dihasilkan juga berlandaskan
nilai-nilai Islami alias halal.
Namun,
karena keberadaan perbankan syariah sangat baru, maka masyarakat pun belum
memahami betul seperti apa yang telah dipahami pada bank konvensional. Setelah
landasan hukum negara terbit yang melandasi keberadaan bank syariah semakin
kuat maka langkah selanjutnya membutuhkan sosialisasi yang berkesinambungan
terhadap masyarakat. Kita berkeyakinan bahwa perkembangan perbankan syariah
akan melaju cepat seperti bank konvensional seiring dengan pahamnya masyarakat
Indonesia akan bank syariah. Apalagi, menurut UU saat ini bank konvensional diarahkan
untuk membuka kantor cabang syariah/Unit Usaha Syariah (UUS) atau mengkonversi
menjadi bank syariah.
Referensi:
www.indonesiakreatif.net
Tag:
PerbedaanBankSyariah&BankKonvensional
ProdukKeuanganSyariah
BloggerCompetitionPerbankanSyariah
BanggaMenjadiPeserta
”Artikel diikutsertakan dalam Lomba Blog
Keuangan Syariah. Bangga Menjadi Peserta Blogger Competition Perbankan Syariah!”
Post a Comment for "Memahami Perbedaan Antara Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional "